Ia menegaskan, kehadiran AWK bukan untuk meminta dukungan melainkan meminta piteket (petuah) dari seorang wiku (pendeta).
Ida pedanda pun, menerima dengan lapang dada kedatangan seseorang asalkan kedatangannya dengan rasa bakti.
“Jangankan Wedakarna, penjahat pun tangkil harus kita terima,” tegasnya.
Bukan berarti mendukung, namun lebih kepada menjalankan tugas brahmana sebagai pencerah umat.
Singkat cerita, Ida pedanda memberikan tiga piteket (petuah) kepada AWK.
Diantaranya, mulat sarira (introspeksi diri), ngalap kasor (menurunkan ego dan emosi), dan ketiga adalah melaksanakan swadharmaning ksatria utama.
Mulat sarira, jelas beliau, adalah introspeksi diri dengan melihat diri sendiri lebih dalam.
“Melihat kekurangan dan kebodohan kita, ini yang perlu dilihat. Karena kebodohan terbesar bagi seseorang adalah bila dia selalu merasa pintar,” sebutnya.
Orang seperti ini, sejatinya adalah orang yang bodoh bila selalu merasa lebih pintar dari yang lain.
Hal itu menyebabkan manusia mabuk karena dirinya sendiri.
“Mabuk karena pintar, membuat seseorang lupa diri. Membuat seseorang keceplosan, dan berdampak tidak baik,” katanya.
Apalagi jika membicarakan hal-hal niskala, tentu harus banyak dipertimbangkan.
Sebab meskipun bagi seseorang itu adalah kebenaran, namun jika kebenaran diungkapkan pada momen yang tidak tepat akan mendatangkan bencana kebenaran.
“Jadi kebenaran yang tidak tepat juga mendatangkan bencana,” imbuhnya.
Kebenaran dan ketidakbenaran, semuanya berasal dari dalam diri sendiri.