Update PPKM Mikro: Upacara Hanya Dihadiri Pengurus dan Pemuput, Ada Sanksi Tegas Jika Melanggar

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penertiban penggunaan masker sekaligus pemantauan protokol kesehatan di kawasan Desa adat Panjer, Denpasar, beberapa waktu lalu. Hari ini Selasa 9 Februari 2021, PPKM Mikro mulai diterapkan di Bali.

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Setelah Pemkab Gianyar menetapkan PPKM skala mikro per Selasa 9 Februari 2021 ini, kini Gianyar lebih mengutamakan sanksi ketat dalam penerapan protokol kesehatan (prokes) covid-19.

Hal itu karena upaya sosialisasi dan edukasi terkait pemutusan rantai covid-19 dinilai sudah cukup.

Tak hanya itu, sanksi hukum pidana pun menanti panitia acara jika melakukan kegiatan yang melanggar prokes.

Rawan Atmaja Kritisi Jam Operasional, PPKM Skala Mikro Diterapkan Mulai Hari Ini di Bali

Sekda Gianyar, Made Gede Wisnu Wijaya mengatakan, pihaknya telah jajaran agar menerapkan sanksi secara ketat.

“Saya harap baik Satpol PP maupun kepolisian menerapkan sanksi secara ketat tanpa tumpang tindih. Karena sosialisasi dan pemberitahuan saya kira sudah cukup kita lakukan selama ini,” ujarnya.

Terkait upacara keagamaan, supaya benar-benar dibatasi anggotanya.

Ini Beda PPKM Mikro dan PPKM Tahap Kedua di Bali, Ada yang Lebih Longgar

Di mana ia meminta, yang melaksanakan hanya pengurus adat saja.

Wisnu menegaskan, jika terjadi pelanggaran, hal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana.

“Jika ada yang melaksanakan upacara agar membatasi krama yang hadir. Cukup pengurus dan pemuput karya."

"Jika masih ada yang melanggar akan ada konsekuensi hukumnya dan panitia penyelenggara yang bertanggung jawab,” imbuhnya.

Dengan diterapkannya PPKM Berskala Mikro Wisnu Wijaya meyakini penerapannya akan lebih efektif karena transformasinya lebih cepat serta tidak adanya informasi bias karena informasi akan langsung ke masyarakat.

Di samping itu keterlibatan pecalang diharapkan mampu menegakkan disiplin penerapan protokol kesehatan. 

Dikritisi Dewan

Penerapan Pembatasan Pemberlakuan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro yang mulai diterapkan hari ini dikritisi oleh Ketua Fraksi Golkar DPRD Bali, Wayan Rawan Atmaja.

Ia mengatakan banyak masyarakat yang mempertanyakan penerapan tersebut.

Menurut Rawan Atmaja, penerapan PPKM selama ini tidak memiliki manfaat yang jelas dalam menekan angka laju Covid-19.

Ini karena adanya jam tutup tempat usaha pada malam hari yang menurutnya kurang mendapat kajian mendalam.

Ia mencontohkan pasar tradisional pada pagi hari buka seperti biasa dan beraktivitas layaknya tidak ada penyebaran Covid-19.

“Di masyarakat banyak mempertanyakan jam tutup warung. Karena masyarakat makan malamnya jam 7 sampai 8 malam. Sedangkan pasar tradisional (pagi) buka seperti biasa dan aktivitas jauh lebih riskan dengan kerumunan. Ini perlu kajian mendalam," katanya kepada Tribun Bali di Denpasar, Senin 8 Februari 2021.

Anggota dewan dapil Badung ini bahkan meminta waktu penutupan tempat usaha atau warung dapat dimundurkan sampai pukul 23.00 Wita.

Ia berharap hal tersebut akan menghidupkan perekonomian di masyarakat yang sudah lama mati akibat pandemi.

"Jika diizinkan warung buka sampai jam 11 malam, mungkin perekonomian akan ada kehidupan,” tegasnya.

Diungkapkan juga warung makan sudah dibatasi dengan meja duduk, dan bisa dibungkus untuk dibawa pulang oleh konsumen.

Baik beli sendiri atau menggunakan jasa ojek online.

“Ini akan ada penambahan lapangan kerja bagi mereka (ojek online). Sehingga kurang efektif dengan pembatasan yang tidak seimbang,” tandas dia.

Sementara di sisi lain, Ketua Komisi III DPRD Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana alias Gung Adhi, meyakini PPKM mikro akan berjalan efektif dibandingkan PPKM sebelumnya.

Apalagi, PPKM Mikro saat ini berbasis desa maupun kelurahan yang ada sesuai zona.

“PPKM Mikro ini tentu pola yang dipergunakan untuk memperbaiki pola PPKM yang sebelumnya bersifat kedaerahan,” jelas Gung Adhi, kemarin.

Terkait dengan kekhawatiran penerapan PPKM Mikro ini akan membuat perekonomian masyarakat mandeg, Gung Adhi buru-buru membantahnya.

Menurut dia PPKM mikro ini telah dikaji secara mendalam.

Politikus PDIP ini mengatakan jika aktivitas perekonomian akan tetap jalan.

Tetapi, yang menjadi pembeda hanyalah pembatasan waktu saja.

Ia mengakui jika persebaran virus Covid-19 tidak mengenal waktu pagi, siang, atau malam.

Tetapi, PPKM tersebut dijalankan sebagai bagian dari mengurangi interaksi masyarakat yang dikhawatirkan memicu penyebaran virus tersebut.

“PPKM Mikro sekarang jam buka bisa normal sampai jam 9 malam sesuai intruksi. Namun wilayah khususnya desa atau kelurahan yang menerapkan PPKM Mikro sampai jam 8 malam. Kegiatan keagamaan, tempat suci tepatnya juga ditekankan tidak berkerumun,” paparnya.

Ia juga menambahkan jika batas buka pedagang sampai jam 8 malam agar dikomunikasikan kepada pelanggannya, sementara jam buka lebih awal daripada biasanya.

“Kalau batas buka jam 8 malam, kita yang harus memberikan pemahaman kepada konsumen bahwa buka sampai jam segitu. Dengan lebih awal buka, baik jam 4 sore atau jam 3 dan pola makan juga harus diubah jamnya,” tandasnya.

Pihaknya juga berharap penerapan PPKM mikro ini bisa ditindaklanjuti secara baik dan diterima masyarakat dengan kepala dingin.

Ia kembali menegaskan jika kebijakan PPKM mikro tersebut juga diambil demi melindungi masyarakat luas.

“Pemerintah sama tujuannya sama ingin pandemi cepat selesai, supaya tetap ada perputran ekonomi,” imbuhnya.

Langkah lain juga disebutkan dengan rencana masing-masing desa adat akan diserahkan bantuan keuangan khusus (BKK) sebesar Rp100 juta.

“Tentu itu digelontorkan secara khusus untuk mendukung kegiatan PPKM. Ini artinya pemerintah tidak melepas begitu saja dengan memberikan edaran, namun ada pertanggungjawaban,” tandasnya. (*)

Berita Terkini