Berita Bali
Mengenal Panca Gita, Lima Macam Bebunyian dalam Ritual Keagamaan Menurut Hindu Bali
Mengenal Panca Gita, Lima Macam Bebunyian dalam Ritual Keagamaan Menurut Hindu Bali, apa saja itu?
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Widyartha Suryawan
Laporan Wartawan Tribun Bali Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ritual keagamaan Hindu Bali memang kerap digelar secara riuh dan meriah.
Ritus-ritus yang digelar orang Hindu Bali tak hanya tentang sesajen dan asap dupa.
Jika diperhatikan, selalu ada beraneka macam bebunyian yang mengiringi ritus-ritus tersebut.
Ada lima macam bebunyian yang seolah bersahut-sahutan saat orang Hindu Bali menggelar upacara keagamaan di pura atau disebut dengan istilah Panca Gita.
Panca Gita terdiri dari getaran mantram, suara genta, suara kidung, suara gambelan dan suara kentongan (kulkul).
Kelima macam bebunyian itulah yang mengiringi atau menunjang sebuah ritual keagamaan di BAli.
Salah satu yang menarik dari Panca Gita itu adalah suara kulkul alias kentongan.
Biasanya kulkul akan dipukul hingga bertalu-talu dalam piodalan atau pujawali di pura tertentu.
Menurut Pemangku Pura Campuhan Windhu Segara, Jero Mangku Ketut Maliarsa, suara kulkul dalam kehidupan masyarakat Bali tradisional sebenarnya memiliki fungsi sebagai sarana komunikasi.
Sebagai bagian dari Panca Gita, Hindu Bali meyakini bahwa suara kulkul dalam upacara keagamaan mereka mampu memberi vibrasi kesucian.
"Sebagai tanda bahwa prosesi upacara dan upakara piodalan sudah berlangsung," tutur Jro Mangku kepada Tribun Bali, Jumat 16 Juli 2021.
Tatkala piodalan berlangsung, kulkul ditabuh bertalu-talu sebagai tanda para dewa akan turun untuk menerima persembahan dan persembahyangan para umat-Nya.
Bagian dari Panca Gita berikutnya adalah suara mantram dari para sulinggih atau pemangku saat mengantar upacara piodalan dengan disertai suara bajra atau genta.
"Selain itu, nyanyian sekaa shanti dalam mengalunkan kidung seperti Dewa Yadnya dan suara gong, juga bagian dari Panca Gita," sebutnya.