TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Pidana 15 tahun penjara dijatuhkan kepada oknum kepala sekolah (Kepsek) di salah satu sekolah dasar di Jembrana.
Oknum Kepsek berinisial GK, menjadi pesakitan karena dugaan pelecehan seksual.
Bahkan, hukumannya tiga tahun lebih tinggi dari tuntutan, karena terpidana merupakan seorang tenaga pendidik.
Putusan maksimal itu pun diapresiasi oleh P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak) Jembrana, Minggu 29 Agustus 2021.
Baca juga: Lecehkan Siswinya, Oknum Kepsek di Jembrana Divonis 15 Tahun Penjara
“Putusan maksimal 15 tahun oleh majelis hakim, adalah langkah maju dalam memberikan keadilan dan efek jera,” ucap Ketua P2TP2A Jembrana Ida Bagus Panca Sidarta.
Panca menjelaskan, bahwa kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan perbuatan yang tidak bisa ditoleransi.
Karena bisa menyebabkan trauma berat bagi korban anak dan bisa merusak masa depan anak.
Karena hal itu pulalah, pihaknya sangat mengapresiasi langkah maju oleh Majelis Hakim PN Negara.
“Ini juga adalah warning (peringatan) bahwa hukum terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak sangatlah berat,” tegasnya.
Menurut dia, kejahatan seksual terhadap anak di Jembrana ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga pendidik. Bahkan orang dekat atau keluarga juga ada beberapa kasus yang terjadi.
Sedangkan untuk tenaga pendidik sendiri sudah terjadi dua kali dalam kurun tiga tahun terakhir.
Untuk itu, P2TP2A menjadikan hal ini perhatian serius.
“Tapi jangan hanya kami. Perhatian ini harus dari semua pihak.
Kami lakukan penyuluhan sudah cukup sering. Dan harus didukung penuh oleh orang tua agar selalu mengawasi dan mendidik anaknya,” ungkapnya.
Baca juga: Tentara Amerika & Yonif Mekanis 741/GN Jembrana Latihan Teknik Menembak dan Pertempuran Jarak Dekat
Diberitakan sebelumnya, Sekda Jembrana I Made Budiasa mengaku, bahwa atas tindakan yang akan dilakukan oleh pelaku, BKPSDM Jembrana masih menunggu hak terpidana untuk mengajukan banding.
Pihaknya, saat ini sedang menunggu keputusan tetap dan mengikat oleh PN Negara.
Karena masih ada masa tujuh hari dimana terpidana mengajukan upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT). Meskipun rancangan untuk pemberhentian sudah dirapatkan oleh pihaknya.
“Kami masih menunggu status hukum yang tetap dan mengikat. Karena masih ada waktu tujuh hari untuk yang bersangkutan mengajukan banding,” paparnya.
Untuk informasi, bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pasal 81 ayat 1 dan 3 UU RI no 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU no 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menjadi Undang -undang, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Majelis hakim memutus pidana penjara 15 tahun, ditambah denda sebesar Rp 100 juta.
Jika denda tidak dibayar, diganti dengan kurungan penjara selama 6 bulan. (*)
Artikel lainnya di Berita Jembrana