TRIBUN-BALI.COM - Kadek Bayu Desta Aryadana, yang akrab disapa Jero Bayu, adalah anak kedua dari balian kondang di Bali, Jero Balian Putu Robinson.
Memiliki keturunan darah balian, ia pun menekuni dunia spiritual sejak masih SMP.
Berikut tanya jawab ekslusif Tribun Bali, bersama Jero Bayu, Senin 13 September 2021.
Jero Bayu sejak kapan mendalami dunia spiritual?
Bicara mengenai spiritual, karena secara garis keturunan saya ada darah balian, serta dalang dan pemangku jadi darah spiritual telah mengalir dalam diri saya sejak kecil.
Baca juga: Warisi Darah Keturunan Balian, Jero Bayu Belajar Spiritual Sejak SMP
Dan saya lebih mendalaminya sejak setelah SMP. Saat itu ayah saya Jero Balian Putu Robinson memberikan arahan cara meditasi dan puasa.
Seperti apa awal mulainya, dan apakah dari pawisik, atau belajar, atau cara yang lain?
Berawal dari Pawisik dan mimpi. Sejak SD saya sering bermimpi ditimpa batu besar, lalu dilanda air blabar sampai dikelilingi api membara.
Tetapi di setiap mimpi itu, selalu ada sosok pendeta berbusana putih dan Dewa Hanoman yang menyelamatkan saya dari marabahaya.
Mengapa Jero Bayu tertarik dengan dunia spiritual, apakah karena melihat kiprah ayahanda atau ada alasan lain?
Ini bukan daya tarik, tapi tanggung jawab besar, langsung dari Tuhan atau Ida Bhatara. Saya tidak pernah meminta, tapi Ida Bhatara yang menunjuk dan memilih melalui pertanda-pertanda alam.
Ketika kita berusaha menghindar dari tanggung jawab besar, maka bahaya yang kita terima bisa lebih besar lagi.
Mengobati pasien pun tidak seperti yang dilihat secara nyata, tetapi nyawa taruhannya. Orang yang menyakiti pasien tujuannya menyakiti bahkan membunuh mangsanya, apalagi kita yang menolong, termasuk jadi sasaran juga.
Kini sudah sejauh mana tahapan pembelajaran spiritual dari seorang Jero Bayu?
Bicara mengenai tahapan, saya lebih menikmatinya seperti air yang mengalir. Tahapan awal yang sangat saya rasakan adalah seusai upacara pernikahan, yang saya lalui.
Baca juga: Soal Munculnya Monyet Putih di Pecatu, Berikut Tanggapan Jero Bayu Gendeng
Jadi setelah upacara tersebut, saya diarahkan untuk melaksanakan upacara mawinten oleh ayah saya. Dan seusai acara tersebut saya sering bermimpi dan mendapat pawisik untuk tangkil atau maturan ke pura-pura dan saya jalani itu.
Sehingga tak jarang setiap pura yang saya kunjungi memberikan power atau energi positif yang bisa saya rasakan bahkan ada yang nyata merasuk ke dalam tubuh saya lalu memberikan saya pemberkatan.
Apakah belajar spiritual secara autodidak, atau lebih banyak mendapatkan karunia, atau seperti apa kisahnya?
Kalau yang tiang rasakan ini, lebih merupakan karunia, karena saya ataupun ayah saya tidak pernah belajar sesuatu yang khusus untuk menjadi seorang balian penyembuh.
Mungkin kalau orang lain kan sebagian dari mereka ada yang belajar atau bahkan berguru untuk memiliki kemampuan tersebut.
Suka-duka menjalani dunia spiritual?
Sejauh ini saya lebih banyak merasakan sukanya di dalam menjalani dunia spiritual ini. Sebab saya lebih merasa tenang dan tidak banyak beban atau lebih damai.
Apalagi ditambah banyak doa dari pasien yang saya sembuhkan membuat saya lebih semangat menjalani kehidupan sebagai balian.
Seperti apa metode pengobatan yang Jero Bayu praktikkan, dan sejak kapan belajarnya?
Saya lebih banyak menangani pasien jarak jauh dengan metode online saat ini. Khususnya pasien yang berdomisili di luar Bali atau di luar Indonesia.
Baca juga: Kisah Jero Bayu Gendeng, Pernah Dikubur Hidup-hidup 6 Jam hingga Ikut Audisi The Master
Apalagi melihat kondisi sekarang ke Bali harus keluar biaya banyak untuk cek Covid-19. Jadi saya fokus dengan membantu ke arah pengobatan online.
Sedangkan yang di Bali, saya arahkan ke alamat ayah saya, yaitu Jero Balian Putu Robinson. Sebab di sisi lain, saya masih menjalani pekerjaan lain di Degym Renon Platinum Bali.
Metode pengobatan saya dengan mengolah getaran aksara suci Bumi & Langit (Dwi Aksara Ang & Ah) yang mampu membakar energi negatif dan berbagai macam penyakit akibat ilmu hitam.
Tentunya proses pembelajaran ini, diarahkan oleh ayah saya dan energi tersebut mendapat pemberkatan langsung dari alam semesta (Bhuana Agung).
Pernahkah ada serangan sekala niskala selama menjalani dan mempraktikkan kehidupan spiritual?
Tentunya pernah, baik itu secara langsung di tempat atau niskala lewat mimpi. Tetapi serangan-serangan itu tidak berarti, karena pada dasarnya anugerah yang saya terima bersifat positif.
Yakni anugerah dari para dewa. Jadi apabila yang menyerang itu menggunakan unsur negatif atau unsur bhuta tentu bisa diatasi.
Jadi buat saya serangan-serangan itu tidak berarti selagi saya tetap menjalankan dharmaning agama dengan kebenaran.
Serta sebelum tidur saya selalu memohon perlindungan ke hadapan dewata dewati Nawa Sanga agar mendapat perlindungan dari segala penjuru mata angin.
Kontribusi ayah di dalam hidup Jero Bayu hingga saat ini seperti apa?
Kontribusi dan peran penting ayah saya dalam kehidupan keluarga sangatlah berharga bagi saya. Sejak usia 5 tahun saya dibesarkan tanpa sosok ibu.
Baca juga: Kisah Jero Bayu Gendeng, Indigo Sejak Kecil, Bayu: Saya Belajar Palmistri di Pulau Mermaid Thailand
Sehingga Jero Balian Putu Robinson adalah sosok ayah sekaligus ibu bagi saya. Perjalanannya menafkahi keluarga dengan keahlian kuli bangunan hingga mampu menyekolahkan saya dan kakak saya, sampai mencapai bangku SMK sangatlah keras dan penuh perjuangan.
Sehingga membuat saya kagum dan menghormati beliau. Balian bukanlah satu-satunya keahlian ayah saja, ayah saya memiliki banyak keahlian, misalnya di bidang engineering, pembangunan, furniture, ketok magic hingga peternakan.
Harapan dan cita-cita ke depan?
Harapan saya sebagai seorang penyembuh, semoga Ida Bhatara selalu memberkati proses pengobatan yang saya lakukan. Sehingga kian banyak umat Hindu, bahkan umat dari segala keyakinan yang bisa tertolong dari serangan unsur ilmu hitam.
Dan semoga saya ke depan semakin bisa menjadi lebih baik lagi. Khususnya dalam hal-hal spiritual, sehingga bisa berbagi ilmu pengetahuan yang saya miliki dan bermanfaat bagi yang membutuhkan.
(*)