Serba Serbi

Tahun Baru Imlek, Kisah Raja Bali Persunting Putri China

Penulis: AA Seri Kusniarti
Editor: Wema Satya Dinata
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Barong Landung Lanang Istri sebagai simbol Bhatara Raja Jayapangus dan Istrinya Bhatari Kang Cing Wi.

Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tepat hari ini, 1 Februari 2022 merupakan tahun baru Imlek.

Dimana tahun ini merupakan tahun macan air.

Semua warga China, baik di negaranya maupun di luar China, merayakan hari ini dengan adat dan budaya Tionghoa.

Dan biasanya identik dengan nuansa serba merah. Sebagai harapan baru untuk menapaki tahun ke depan.

Baca juga: Polsek Kuta Utara Siagakan Puluhan Personilnya, Untuk Awasi Tempat Wisata Saat Libur Imlek

Bali dan China sejatinya memiliki kisah tersendiri. Sebab salah satu raja yang pernah berkuasa di Bali, yakni Raja Jayapangus pernah menikahi putri dari China.

Pada masa pemerintahan, raja yang dikenal juga dengan sebutan Sri Prabu Jayapangus ini, banyak kisah unik dan heroik yang terjadi di Bali.

Jero Mangku Ketut Maliarsa, menjelaskan bahwa sebelum Sri Prabu Jayapangus memimpin Bali. Pemerintahan sebelumnya adalah Sri Jayasakti dan Sri Jayakasunu.

"Dari catatan yang ada diprasasti, dapat diketahui bahwa baginda raja Sri Jayasakti berkuasa di Bali mulai tahun 1133 sampai 1150 Masehi," sebutnya kepada Tribun Bali, Selasa 1 Februari 2022.

Prasasti-prasasti Baginda raja kini tersimpan di Desa Manikliyu (Kintamani) dan di Desa Perasi, Karangasem.

Kemudian setelah beliau mengakhiri jabatannya sebagai raja, digantikan oleh puteranya yang bergelar Sri Jayakasunu.

Hal ini dapat dilihat pada perpustakaan kuno bernama Raja Purana, Aji Jayakasunu, dan Catur Yuga.

Yang menjelaskan bahwa baginda raja Sri Jayakasunu, yang pertama kali menciptakan adanya hari raya atau hari suci Galungan dan Kuningan.

"Hari raya atau hari suci ini, sampai sekarang masih dimuliakan oleh masyarakat Hindu di Bali," sebutnya.

Masa pemerintahan beliau berakhir pada 1177 Masehi.

Baca juga: Rayakan Imlek Bersama Karyawan dan Teman-teman di Sanur Denpasar, Erna Harapkan Tahun Ini Lebih Baik

Dengan berakhirnya pemerintahan baginda raja Sri Jayakasunu, maka digantikan oleh putra mahkota bernama Sri Prabu Jayapangus.

Dengan gelar Paduka Sri Maharaja Haji Sayap Angus Arkaja Cihna.

"Baginda raja ini naik tahta pada tahun 1177 Masehi hingga 1199 Masehi," sebut pemangku Pura Campuhan Windhu Segara ini.

Singkat cerita, Sri Prabu Jayapangus memiliki dua orang permaisuri yakni Paduka Bhatari Sri Parameswari Indijaketana. Serta Paduka Sri Mahadewi Cangkaja Cihna yang berasal dari China.

Uniknya tatkala baginda raja memimpin persidangan, selalu diapit oleh kedua permaisurinya ini. Sehingga membuat kharisma dan wibawa sang raja kian nampak.

"Beliau dianggap sebagai simbol keharmonisan etnik, dan asimilasi budaya seperti proses keberadaan hubungan baik Bali dan China kala itu," jelas mantan guru dan kepala sekolah ini.

Dengan pemerintahan beliau yang arif bijaksana, sehingga menimbulkan kemajuan dan perkembangan rakyat Bali yang luar biasa.

Selain pula pemeliharaan pura-pura sebagai pemujaan rakyat Bali, sangat diperhatikan dan ditata secara maksimal. Sehingga pura-pura di Bali dapat dipelihara dengan baik.

Termasuk salah satunya pura yang sangat dikenal hingga saat ini, yang berada di wilayah Bangli yaitu Pura Dalem Balingkang.

"Pura ini sangat berkaitan dengan beliau sebagai raja yang memiliki permaisuri dari China bernama Kang Cing Wi," ujarnya.

Dalam pengaruh budaya China di Bali, terlihat dari cerita yang sangat masyhur yaitu Sampik-Ing-Tay.

Baca juga: Polda Bali Lakukan Pengamanan Imlek di 35 Titik di Seluruh Bali

Ilmu silat dari China yang sangat berkembang pesat di Bali dalam pencak dan tarian massal seperti tari baris dapdap.

Kemudian baris demung, baris perisi, baris tombak, baris tamiang dan lain sebagainya. Sampai pada perkembangan Barong landung di Bali. Yang hingga saat ini, kerap menjadi sesuhunan atau patapakan yang disucikan dan disakralkan oleh umat Hindu di seluruh Pulau Dewata. Apalagi Raja Sri Jayapangus diakui sebagai penjelmaan atau titisan Dewa Matahari.

Atau Surya Arkaja, yang memberikan dinamika kehidupan dan kesejahteraan bagi masyarakat Bali. Beliau juga menekankan model kepemimpinan Dasa Sila dan Panca Siksa. Beliau dalam memimpin Bali, juga menggunakan berbagai kitab seperti Hukum Keandwa Kamandaka. Marawakamandaka Dharma Sastra. Hingga Manawa Sasanadharma.

"Menurut sebuah kitab kuno, yang bernama Purana Tattwa. Disebutkan bahwa baginda raja Sri Jayapangus mengundang tujuh guru agama dari Jawa ke Bali. Tujuh guru itu disebut Sapta Pandita," sebutnya.

Kehadiran guru agama ini diperkirakan pada 1111 Saka atau 1189 Masehi. Salah satu bentuk pengaruh budaya China di Bali adalah adanya uang kepeng atau pis bolong. (*)

Artikel lainnya di Serba Serbi

Berita Terkini