TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -
Hari Suci Nyepi sudah di depan mata, dan tinggal menghitung hari. Umat Hindu di Bali, nampaknya telah menyiapkan diri menyambut Nyepi sebagai penanda Tahun Baru Saka 1942.
Nyepi adalah salah satu peristiwa metafisika, yang dimaknai sebagai menuju alam sunyaka atau alam kesunyian tanpa batas.
"Dalam kesunyian kita bebas mengeksplorasi diri, dengan wujud terdalam dari wujud diri sejati," sebut Guru Mangku Hipno alias GMH, kepada Tribun Bali, Selasa 1 Maret 2022.
Sesungguhnya Nyepi, kata dia, mengajarkan umat manusia tentang bagaimana melepaskan diri dari ikatan lobha, kama, kroda, yang mengikat kencang indera manusia.
Baca juga: Nyepi Jadi Sarana Mulat Sarira, Berikut Rentetan Perayaannya
Khususnya terhadap hal duniawi, sehingga sampai pada tahapan lelah, lemah, lesu, dan akhirnya putus asa. Heneng dan hening dari Bali pun, memiliki makna yang dalam. Nyepi adalah filosofi tahun baru bagi umat Hindu di Bali.
"Ketika tahun baru Saka datang, ia disambut dengan keheningan di Bali," sebut dosen UHN ini.
Para tetua Bali di masa lalu, merumuskan keheningan secara alamiah dalam empat penyepian yang disebut sebagai Catur Brata Penyepian.
Filosofi dari Catur Brata Penyepian itu sendiri, secara suprantaural adalah memasuki dunia heneng, hening, hawas, dan heling.
"Heneng artinya biarlah segala sesuatu yang selama ini berputar terlalu cepat diperlambat oleh semesta," sebut dosen asli Singaraja ini.
Kemudian pikiran, ego, dan keinginan manusia direm saat Nyepi. Agar kembali sadar, bahwa ruang dan waktu segalanya tunduk pada kuasa Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
"Hening artinya biarlah kebisingan hati dan pikiran yang memunculkan kegaduhan nurani dihentikan sejenak," tegasnya.
Sehingga tatkala manusia menemui galau, ribet, ribut, emosi, sampai depresi. Yaitu jiwa yang penuh dengan panas keluhan, bisa mulai menemukan keheningannya.
"Hawas artinya saat Nyepi, kita mempunyai kesempatan memasuki dunia bawah sadar atau Jagra Supta (tidur dalam kesadaran)," jelas ahli pengobatan jiwa dan metafisika ini.
Caranya dengan merileksasikan pikiran, perasaan, dan tubuh. Menghentikan segala kegiatan yang berhubungan dengan gerak tubuh, gerak pikiran, dan gerak hati.
Baca juga: Bandara Ngurah Rai Bali Tutup Operasional Saat Hari Raya Nyepi Selama 24 Jam
Serta membiarkan sensitivitas mendapatkan tempat yang utama. Saat alam semesta sedang dalam putaran waktu Sunyaka, dimana rem semesta dipasang.
"Maka seluruh gerak terasa melambat, saat inilah waktu terbaik melakukan selfhypnosis (menghipnosis diri sendiri), yaitu menghipnosis diri dengan melakukan Tarkayana atau perenungan dalam yang tertuju pada tiga hal," kata ahli pengobatan Psikosomatik Anxiety ini.
Diantaranya, adalah bagaimana setelah kesunyian ini maka diri bisa menjadi lebih benar, lebih bijak, dan lebih indah, dalam menjalani hidup.
"Sehingga kita menjadi pribadi yang sanggup memberikan kontribusi positif, pada setiap mahluk yang bertumbuh di muka bumi ini," sebutnya.
Efeknya, bumi tercinta ini pun, kata dia, akan menjadi tempat terindah bagi semua mahluk menjalani kehidupan.
"Heling artinya ketika kita memasuki masa hening, atau di kala sunia, maka akan bertumbuh kesadaran baru dalam diri kita sebagai manusia," imbuh GMH.
Kesadaran tersebut menyangkut dua hal. Pertama, manusia punya kewajiban memutar Cakra Yadnya untuk menghindarkan alam ini mengalami pralaya atau kiamat.
"Jadi manusia harus bergerak, membaikkan, membangun, meninggalkan sisi-sisi gelap dan keburukan yang selama ini terlanjur dimiliki," ucapnya.
Kedua, kesadaran bahwa suka-duka lara-pati hanyalah berada di tangan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
"Dengan bertumbuhnya kesadaran diri ini, maka sebagai manusia kita akan mampu menerima kenyataan hidup sebagai bagian dari takdir," ujarnya.
Baca juga: Hari Raya Nyepi 2022, Jalan Tol Bali Mandara Tutup 32 Jam
Saat mampu menerima kenyataan hidup dengan ikhlas dan tulus, maka keluhan demi keluhan akan menghilang berganti rasa syukur bahwa masih terlalu banyak anugerah Tuhan yang telah diterima selama ini.
"Jadi makna Nyepi secara metafisis, adalah bagian dari proses evolusi kontemplatif bertumbuhnya tingkat kesadaran spiritual seseorang, menuju kualitas spiritual yang lebih baik," ujarnya.
Sudah selayaknya setelah Nyepi, manusia menjadi pribadi yang bercahaya yang mampu memvibrasi dan berbagi aura kebaikan bagi kehidupan lainnya.
"Topeng lama yang kiranya sudah lapuk karena tercemar virus SMS (senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang). Kemudian topeng diri yang sudah terjangkit penyakit iri dengki, harapan yang gagal akut, roh topeng yang penuh permusuhan bisa sirna," katanya.
Setelah menjalani masa sunya ini atau Nyepi, semuanya diganti dengan topeng baru yang berwajah menyejukkan jiwa, menyenangkan pikiran, menenangkan hati, menyamankan tubuh bagi siapa saja yang berada di sekitar, sehingga semua makhluk semesta berdamai.
"Jadilah manusia baru, manusia yang telah mengalami transformasi dari ulat menjadi kepompong, lalu menjelma menjadi kupu-kupu yang menebar keindahan," ucapnya.
Secara filosifis metafisis, setelah melaksanakan Catur Brata Penyepian, maka manusia akan memiliki kesempatan berubah dalam wirama, wirasa, dan wiraga.
"Tiga perubahan tersebut akan membawa dampak positif dalam kognitif, psikomotorik, dan afektif dalam keseharian kita," imbuhnya.
Secara Esoteris, Nyepi adalah ruang dan waktu dimana saatnya bercengkerama dengan batin.
"Mendengarkan suara hati yang selama ini kita abaikan, merasakan kedamaian rohani lebih lekat. Menyepi adalah tapa brata kesunyian di mana yang ada ialah diri dan ‘diri sejati’. Dalam keheningan kita disarankan untuk lebih dekat dengan beliau," sebut ahli Teohipnoterapi ini.
Baca juga: KUMPULAN Ucapan Hari Raya Nyepi Dalam Beberapa Bahasa, Bisa Dikirim via WA dan Status FB
Sehingga tercipta hiburan yang paling sejati dalam diri manusia, yaitu nyanyian hati, nyanyian kesunyian, yang walaupun mungkin belum sampai pada tingkat ‘mendengarkan’ nyanyian hati atau kesunyian itu.
Setidaknya seluruh indera pada diri bisa diistirahatkan dari hiburan-hiburan hedonistik duniawi.
"Hiburan-hiburan yang bersifat indrawi, dan kadang pun terasa menjemukan juga," katanya.
Nyepi adalah keheningan yang bisa ditawarkan Bali dan dilakukan oleh masyarakat Bali. Ketika pada umumnya tahun baru disambut dengan perayaan riuh meriah, maka tahun baru Saka disambut dengan kesunyian lahir batin di Bali.
Bagi tetua Bali masa lalu, Nyepi tak bertimbang pada untung-rugi dalam pergerakan ekonomi. Sebab bagaimanapun mungkin leluhur Hindu merasa ada satu waktu di mana orang-orang membutuhkan rasa sunyi.
Untuk memberi kesempatan memeriksa seluruh diri dalam perjalanan hidup setahun setelahnya, serta sebagai ajang bersyukur kepad Id Sang Hyang Widhi Wasa.
"Bagi mereka yang tekun suntuk dalam perilaku spiritual, maka momentum Nyepi menjadi saat yang paling indah melakukan tapa brata (pengekangan seluruh nafsu yang ada dalam diri)," tegasnya.
"Dengan cara yoga dan semadi yang serius. Bahkan berpuasa. Karena saat Nyepi adalah kondisi yang paling memungkinkan mereka mendapatkan ketenangan," sebutnya.
Maka yakini keheningan menyeluruh yang membantu dalam mengantarkan ke jalan spiritual itu. Sebab menuju sunyi adalah pula laku spiritual.
"Kesunyian dibutuhkan oleh manusia karena kuatnya pengaruh keduniawian yang sering kali mengikat dan mengaburkan umat manusia. Sehingga gagal menyelami dirinya sendiri," imbuhnya.
Keheningan dan kesunyian juga mampu menemukan hakekat diri, yang tak berwujud. Sebagaimana yang diungkapkan Bhagawadgita Bab IV Sloka 4.
"Dengan arti kutipan, bagi mereka yang pikirannya dipusatkan kepada yang terwujud, kesulitannya lebih besar, karena sesungguhnya jalan dari Yang Tak Termanifestasikan sukar dicapai oleh orang yang mempunyai badan jasmani," jelas lulusan doktor terbaik UHN ini.
Baca juga: Jelang Nyepi, BI Bali Siapkan Uang Tunai Rp 3,5 Triliun, Ini Jadwal Penutupan Sementara Layanan ATM
Sehingga Nyepi adalah suatu kondisi dimana manusia diberikan kesempatan untuk meninggalkan seluruh Keterikatannya pada Lobha, Kama, dan Krodha.
Lalu setelahnya, memulai menjadi pribadi yang penuh kesadaran dan kesabaran agar bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya.
"Pesan kesunyian Nyepi adalah biarlah persamaan terjaga dan perbedaan menghilang dari dalamnya," tegas pendiri Yayasan Brahmakunta ini.
Melakukan perenungan saat Nyepi akan membuat manusia memahami bahwa logika, etika, dan estetika dalam hidup ini selalu harus terjaga. Agar manusia memahami benar dan salah, baik dan buruk, indah dan jelek.
"Semua itu agar alam ini harmonis dan menjadi tempat terindah bagi semua kehidupan," katanya.
Saat dalam kesunyian dimengerti, maka seseorang akan merasakan betapa anugerah Tuhan begitu banyaknya pada hidup manusia. Saat itulah keyakinan pada kuasa Tuhan semakin kuat.
'Sraddhaya Satyam Apyati", bahwa dengan Sradha yang kuatlah makhluk hidup akan menuju Tuhan.
(*)