TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sidang dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan anggaran 2018, berlangsung hingga larut malam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Selasa, 2 Agustus 2022.
Sidang kali ini, kedua terdakwa saling memberikan kesaksian. Adalah terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja yang merupakan dosen Universitas Udayana sekaligus mantan staf khusus eks Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti terlebih dahulu didudukan sebagai saksi.
Dewa Wiratmaja diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Eka Wiryastuti dari pukul 10.00 Wita dan berakhir pukul 21.30 Wita.
Usai Dewa Wiratmaja bersaksi, selanjutan giliran terdakwa Eka Wiryastuti bersaksi untuk terdakwa Dewa Wiratmaja. Sidang pemeriksaan saksi putri Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama ini pun berakhir sekitar pukul 00.00 Wita.
Dalam keterangannya sebagai saksi, Eka Wiryastuti lebih banyak membantah pertanyaan yang dilontarkan tim jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eka membantah, tidak pernah memerintahkan terdakwa Dewa Wiratmaja mengurus DID ke Jakarta. Pun Eka mengaku tidak tahu terkait dengan pengajukan permohonan DID.
"Terkait pengurusan DID, terdakwa Dewa menyatakan pernah ke Jakarta. Apakah ada perintah dari saksi," tanya jaksa penuntut. "Tidak ada perintah dari saya. Setahu saya DID tidak perlu diurus," Jawab Eka Wiryastuti.
Prihal keterangan terdakwa Dewa Wiratmaja yang menyatakan pernah bertemu dengan pejabat kemenkeu, Yaya Purnomo dan Rifa Surya. Eka menyatakan tanpa sepengetahuan dirinya.
"Kami ingin mengkonfirmasi keterangan dari terdakwa Dewa yang menerangkan pernah bertemu dengan Yaya Purnomo, dan meminta menyiapkan dana pengawalan DID. Apakah saksi mengetahui," kejar jaksa penuntut. "Saya tidak tahu menahu, dan itu diluar sepengetahuan saya," kilah Eka Wiryastuti. Pula Eka mengaku tidak tahu tentang istilah dana adat istiadat dalam pengurusan DID Tabanan.
Sebelum memberikan keterangan itu, Eka Wiryastuti juga sempat dicecar soal kondisi keuangan Kabupaten Tabanan di 2017 yang disebutkan mengalami defisit. Ia menyebutkan, sebetulnya anggaran saat itu tidak defisit. Namun potensi defisit itu ada bila kebutuhan yang dianggarkan tidak terpenuhi. Karena itu, saat menjabat sebagai bupati, ia meminta agar ada restrukturisasi belanja daerah.
Eka Wiryastuti menjelaskan, potensi defisit saat itu terjadi akibat bertambahnya kebutuhan hibah dan tunjangan DPRD Tabanan.Upaya untuk mencegah potensi defisit itu kemudian dilakukan dengan memaksimalkan pendapatan asli daerah (PAD) dan retribusi. “Untuk mengurangi beban belanja daerah,” sambungnya.
Ketika ditanya soal upaya untuk memperoleh sumber pendapatan dari pemerintah pusat, Eka Wiryastuti menyebutkan bahwa dana-dana dari pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) telah diatur pengalokasiannya dan penggunaannya. "Yang urgent di dalam dulu. Bagaimana merancang keuangan daerah,” jelasnya.
Pihaknya mengaku mengenal istilah DID karena Kabupaten Tabanan saat ia pimpin sudah pernah mendapatkannya. Seingatnya DID sudah pernah diperoleh Tabanan sejak tahun anggaran 2014, 2015, 2016, dan 2017.
Parameter untuk mendapatkan DID yang dianggap sebagai reward, menurutnya, tinggal mengikuti apa yang diprogramkan pemerintah pusat. “Terlepas dapat reward atau tidak, kami selalu melalui auditor maupun inspektorat mendorong kinerja terbaik,” jelasnya.
Disinggung soal perlunya proposal untuk mengurus DID. Eka Wiryastuti mengaku sepengetahuannya tidak perlu sepanjang proses yang dilakukan memenuhi tiga syarat utama yakni opini WTP atau wajar tanpa pengecualian, penyusunan APBD yang tepat waktu, dan penerapan e-Government. “Prosesnya tetap mengikuti syarat utama,” ujarnya.
Ditanya jaksa penuntut, apakah wajar atau tidak perolehan DID Kabupaten Tabanan yang melonjak signifikan pada tahun anggaran 2018 menjadi Rp 51 miliar, Eka Wiryastuti tidak memberi jawaban spesifik.
"Saya tidak lihat wajar atau tidak wajar. Saya jadi bupati berusaha melakukan yang terbaik. Apa yang diarahkan pusat itu saya lakukan. Penuhi saja syaratnya. Apa yang jadi tolak ukur yang diperlukan, tinggal dipenuhi," jawabnya.
Kembali dikonfirmasi jaksa penuntut, apakah dirinya pernah mendapat laporan dari terdakwa Dewa Wiratmaja terkait pengurusan DID. Eka menyatakan tidak pernah mengetahui. "Tidak ada (laporan). Itu (keterangan) sudah sesuai dengan BAP saya. Saya tidak pernah mengurus DID," tegasnya.
Eka Wiryastuti juga mengaku tidak mengenal dua mantan pejabat kemenkeu Yaya Purnomo dan Rifa Surya, yang diajak Dewa Wiratmaja berkomunikasi dalam proses pengurusan DID. "Tidak kenal," ucapnya.
Di sisi lain, Eka Wiryastuti mengaku kenal dan pernah bertemu dengan mantan Kepala BPK RI, Prof Bahrullah. Namun dirinya membantah memerintahkan Dewa Wiratmaja berkomunikasi dengan Bahrullah dan juga Yaya Purnomo terkait pengurusan DID Tabanan.
"Saya tidak pernah mengarahkan,
memerintahkan pak Dewa untuk berkomunikasi dengan Bahrullah, dan Yaya," kelitnya. "Berarti ibu membantah keterangan terdakwa Dewa," kejar jaksa penuntut. "Bisa dibilang begitu, karena saya tidak pernah memberi perintah, dan saya tidak kenal Yaya," jawab Eka Wiryastuti.
Jaksa penuntut kemudian mengkonfirmasi keterangan Dewa Wiratmaja soal adanya proposal permohonan DID yang telah ditandatangani Eka Wiryastuti. Eka Wiryastuti menyebutkan saat menjabat sebagai Bupati Tabanan, hampir tiap hari menandatangani proposal dan surat-surat. "Saya tidak ingat. Mungkin saja ada," jawabnya.
Eka Wiryastuti menegaskan, dirinya tidak mengetahui proses yang dilakukan terdakwa Dewa Wiratmaja dalam pengurusan DID di Jakarta. Meski ia tidak memungkiri, saat ia menjabat sebagai Tabanan pada tahun anggaran 2018, Kabupaten Tabanan memperoleh DID sebesar Rp 51 miliar.
“Tahunya pada saat pembahasan anggaran 2018 (di 2017). Secara langsung, saya tidak ingat. Tapi beritanya saya sudah dengar dari Bappelitbang. Katanya Tabanan dapat reward terkait perencanaan terbaik sebesar Rp 51 miliar,” katanya.
Selain itu, Eka Wiryastuti mengaku tidak mendalami lebih jauh ke bidang apa saja anggaran sebesar Rp 51 miliar itu dialokasikan. Alasannya perencanaan terkait penggunaan anggaran sudah diserahkan kepada masing-masing OPD.
"Penggunaannya tidak penuh diberitahukan. Justru saya mengetahuinya pada saat ini (DID) jadi masalah. Saya baru lihat (realisasi penggunaan DID) dalam penyidikan. Yang saya tahu Rp 51 miliar. Ke mana-mana saja (penggunaannya) saya tidak mengetahui," tuturnya.
Eka Wiryastuti kembali menegaskan tidak mengetahui pengurusan DID Tabanan oleh terdakwa Dewa Wiratmaja. DID katanya tidak perlu diurus. "Saya tidak tahu. Justru saya kaget ketika ada berita tentang OTT DID. Saat itu saya sedang merayakan ultah anak saya," ungkapnya. CAN