serba serbi

KAJENG KLIWON Enyitan Buka Awal Bulan September 2022, Simak Rahinan Lainnya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi sembahyang - Hari ini, 1 September 2022, adalah Kajeng Kliwon Enyitan. Simak penjelasan Jero Mangku Ketut Maliarsa, dan jadwal rahinan di September 2022.

TRIBUN-BALI.COM - Hari ini, adalah awal dari bulan September 2022. 

Umat Hindu tidak akan lepas dari rerainan atau rahinan, dalam setiap bulannya. 

Yuk simak, apa saja rahinan selama bulan September 2022 ini.


1 September 2022, Kajeng Kliwon Enyitan
2 September 2022, Rahinan Bhatara Shri
6 September 2022, Anggara Kasih Prangbakat
10 September 2022, Hari Suci Purnama Katiga
16 September 2022, Kajeng Kliwon Uwudan
21 September 2022, Buda Kliwon Ugu
25 September 2022, Tilem Katiga 

Jero Mangku Ketut Maliarsa - Hari ini, 1 September 2022, adalah Kajeng Kliwon Enyitan. Simak penjelasan Jero Mangku Ketut Maliarsa, dan jadwal rahinan di September 2022. (Tribun Bali/AA Seri Kusniarti)

1 September 2022, Kajeng Kliwon Enyitan

Dalam Hindu Bali ada hari-hari tertentu, yang memang disakralkan dan dikeramatkan.

Di antaranya purnama, tilem, Kajeng Kliwon, yang merupakan rahinan gumi, dan kerap menjadi hari suci bagi masyarakat Hindu di Bali.

Hari ini, Kamis, 1 September 2022, bertepatan dengan Kajeng Kliwon Enyitan.

Jero Mangku Ketut Maliarsa, menjelaskan bahwa Kajeng Kliwon merupakan perhitungan perpaduan antra Tri Wara dengan Panca Wara.

"Dari Tri Wara, terdiri dari Padah, Beteng, Kajeng.

Kemudian Kajeng adalah bagian ketiga dari Tri Wara," sebutnya kepada Tribun Bali beberapa waktu lalu.

Dari Panca Wara, di antaranya Umanis, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon.

Kliwon menjadi bagian kelima dari Panca Wara.

"Perpaduan ini merupakan kekuatan energi alam semesta, atau bhuana agung dengan bhuana alit atau alam raga manusia," katanya.

Kajeng Kliwon, jelasnya, datangnya setiap 15 hari sekali.

Dan ada dua, yakni Kajeng Kliwon Uwudan dan Kajeng Kliwon Enyitan.

Kajeng Kliwon Uwudan adalah Kajeng Kliwon setelah bulan purnama.

Kajeng Kliwon Enyitan, adalah Kajeng Kliwon setelah bulan mati.

"Kajeng Kliwon disebut rahinan keramat.

Atau dalam Bahasa Bali tenget, karena para bhuta kala turun untuk menganggu orang.

Khususnya orang yang tidak melaksanakan ajaran Dharma atau kebenaran," tegasnya.

ilustrasi raksasa dari neraka - Sehingga harus diseimbangkan atau dinetralisasi dengan menghaturkan 2 segehan manca warna di natar sanggah untuk nyomiang Sang Kala Bhucari. Di natah paumahan. Serta segehan ini untuk nyomiang Sang Dhurga Bhucari. (net)

Sehingga harus diseimbangkan atau dinetralisasi dengan menghaturkan 2 segehan manca warna di natar sanggah untuk nyomiang Sang Kala Bhucari.

Di natah paumahan. Serta segehan ini untuk nyomiang Sang Dhurga Bhucari.

"Di samping juga mecaru di lebuh nanceb sanggah cucuk, dengan banten sane munggah di sanggah cucuk adalah tumpeng bang adanan, iwaknya nemeri mepanggang," sebutnya.

Kemudian di depan sanggah cucuk, diberikan segehan apunjung, dengan dagingnya babi diolah base genep.

Lalu segehan inang tanding (mancawarna), dengan iwak urab barak putih, tuwak newadah tekor. Lalu diayat juga ke Bhuta Ngadang Semaya.

2 September 2022, Hari Bhatari Sri 

Hari Jumat 2 September 2022, merupakan hari pemujaan kehadapan Bhatara Sri Rambut Sedana.

Hari raya ini jatuh setiap 210 hari sekali, atau setiap enam bulan sekali dan merupakan hari raya Hindu Bali berdasarkan wuku yaitu Merakih, yang bertemu dengan Saptawara Sukra (Jumat) dan Pancawara Umanis.

Terkait dengan hari raya ini, dalam lontar Sundarigama disebutkan:

Merakih, Sukra Umanis pujawalin Betara Rambut Sedana ngaran Sang Hyang Rambut Kephala.

Artinya: Sukra Umanis Merakih merupakan hari pemujaan kehadapan Bhatara Rambut Sedana, atau beliau juga disebut sebagai Sang Hyang Rambut Kephala.

Lebih lanjut disebutkan untuk banten atau sarana upakaranya yaitu sebagai berikut.

Widi-widanania suci, daksina, peras, penek, ajuman, sodaan putih kuning, astawakna ring Sang Hyang Rambut Sedana, kalingania pinujakna maring raganira, orta rejata, kenake, yatike pakerti ring sang Hyang Kala Mejaya.

Artinya: upakaranya yaitu suci, daksina, peras, penek, ajuman, sodaan putih kuning. Banten ini dihaturkan kepada Sang Hyang Rambut Sedana dipuja melalui pralingga beliau, yang berujud perak, mas, uang, juga ditujukan kepada Sang Hyang Kamajaya.

6 September 2022, Anggara Kasih Prangbakat

Hari raya ini biasa disebut Anggara Kasih Prangbakat.

Anggar Kasih Prangbakat merupakan hari raya atau rahinan yang jatuh berdasarkan pertemuan antara Saptawara yaitu Anggara, Pancawara yaitu Kliwon, dan wuku Prangbakat.

Dan hari Selasa, 6 September 2022 merupakan perayaan Anggara Kasih Prangbakat.

Terkait Anggara Kasih, dalam Lontar Sundarigama disebutkan:

Nahanta waneh, rengen denta, Anggara Keliyon ngarania Anggara Kasih, pekenania pengasianing raga sarira.

Sadekala samana yogia wang amugpug angelakat sealaning sarira, wigenaning awak, dena ayoga wang apan ika yoganira, Betara Ludra, merelina alaning jagat teraya, pakertinia aturakna wangi-wangi, puspa wangi, asep astanggi muang tirta gocara.

Artinya:

Yang lain lagi yang perlu diperhatikan, ketika Anggara bertemu Kliwon disebut sebagai Anggara Kasih.

Anggara Kasih merupakan hari untuk mewujudkan cinta kasih terhadap dirinya.

Selain itu juga menunjukkan rasa kasih pada semua makhluk.

Sehingga pada hari itu, sepatutnya melakukan peleburan bencana, dan merawat dari diri segala kecemaran.

Kecemaran ini utamanya kecemaran pikiran yang melekat pada diri.

Caranya yaitu dengan jalan melakukan renungan suci.

Karena dalam keadaan yang demikian, Sang Hyang Ludra melakukan yoga, yang bertujuan memusnahkan kecemaran dunia.

Adapun sarana upakara yang dipersembahkan yaitu wangi-wangi, dupa astangi, dan dilanjutkan dengan matirtha pembersihan.

Ilustrasi canang sari - Anggar Kasih Prangbakat merupakan hari raya atau rahinan yang jatuh berdasarkan pertemuan antara Saptawara yaitu Anggara, Pancawara yaitu Kliwon, dan wuku Prangbakat. Dan hari Selasa, 6 September 2022 merupakan perayaan Anggara Kasih Prangbakat. (Tribun Bali/AA Seri Kusniarti)

10 September 2022, Purnama Katiga

Pada 10 September 2022, adalah rahinan Purnama Katiga.

Purnama ini jatuh pada bulan ketiga dalam sistem kalender Bali.

Hari raya purnama ini diperingati sebulan sekali yaitu saat bulan penuh atau sukla paksa.

Dalam lontar Sundarigama dikatakan bahwa purnama merupakan payogan Sang Hyang Candra.

Terkait purnama ini disebutkan:

Mwah hana pareresiknira sang hyang rwa bhineda, makadi sang hyang surya candra, yatika nengken purnama mwang tilem, ring purnama sang hyang ulan mayoga, yan ring tilem sang hyang surya mayoga.

Artinya:

Ada lagi hari penyucian diri bagi Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang juga disebut Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu saat tilem dan purnama.

Saat purnama adalah payogan Sang Hyang Wulan (Candra), sedangkan saat tilem Sang Hyang Surya yang beryoga.

Lebih lanjut dalam lontar Sundarigama disebutkan:

Samana ika sang purohita, tkeng janma pada sakawanganya, wnang mahening ajnana, aturakna wangi-wangi, canang nyasa maring sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggat parhyangan, laju matirta gocara, puspa wangi.

Purnama juga merupakan hari penyucian diri lahir batin.

Oleh karena itu semua orang wajib melakukan penyucian diri secara lahir batin dengan mempersembahkan sesajen berupa canang wangi-wangi.

Kemudian canang yasa kepada para dewa, dan pemujaan dilakukan di sanggah dan parahyangan, yang kemudian dilanjutkan dengan memohon air suci.

Pada 10 September 2022, adalah rahinan Purnama Katiga. Purnama ini jatuh pada bulan ketiga dalam sistem kalender Bali. Hari raya purnama ini diperingati sebulan sekali yaitu saat bulan penuh atau sukla paksa. Dalam lontar Sundarigama dikatakan bahwa purnama merupakan payogan Sang Hyang Candra. (Dok. Tribun Bali)

16 September 2022, Kajeng Kliwon Uwudan 

21 September 2022, Buda Kliwon Ugu

Tilem sendiri diyakini merupakan satu diantara hari suci dan sakral di Bali. Umat Hindu biasanya melakukan persembahyangan saat rahinan tilem ini. Dalam kitab Sundarigama, diyakini tilem sebagai waktu sakral karena merupakan waktu peralihan dari paroh gelap dan awal dari paroh terang. Pada saat Ttilem, diyakini Dewa Matahari beryoga. (Tribun Bali/I Putu Supartika)

25 September 2022, Tilem Katiga 

Tilem sendiri diyakini merupakan satu diantara hari suci dan sakral di Bali.

Umat Hindu biasanya melakukan persembahyangan saat rahinan tilem ini.

Dalam kitab Sundarigama, diyakini tilem sebagai waktu sakral karena merupakan waktu peralihan dari paroh gelap dan awal dari paroh terang.

Pada saat Ttilem, diyakini Dewa Matahari beryoga.

Biasanya dalam Hindu dikenal dengan sebutan Bhatara Surya.

Dalam lontar Sundarigama disebutkan, bahwa saat tilem ini merupakan waktu yang baik untuk melebur segala bentuk noda.

Melebur kotoran, kepapaan, penderitaan dan bencana yang menimpa diri manusia.

Sehingga banyak yang malukat saat ini.

Baik malukat ke pantai, campuhan, sungai, hingga ke pura-pura.

Sehingga memeroleh keheningan pikiran dan kesehatan lahir batin.

Disebutkan bahwa malam gelap atau tilem, berkaitan dengan malam penuh duka setelah pertempuran dahsyat.

Kisah ini salah satunya dari Panca Pandawa.

Dikisahkan bahwa Pandawa meninggalkan perkemahan mereka untuk mencari penyucian, dengan mengunjungi tempat-tempat keramat. Sekitar pukul tiga dini hari, terjadi pertanda tidak baik.

Dan tidak lama kemudian seorang bintara datang membawa berita duka tentang anak-anak laki-laki Pandawa.

Atau Sang Panca Kumara beserta saudara laki-lakinya. Yang ditinggalkannya di perkemahan dan meninggal dunia.

Sehingga malam gelap itu, menjadi malam penuh duka dan maut.

Kisah peristiwa dalam Kakawin Bharatayudha ini, membuat tilem merupakan waktu sakral dan sekaligus rawan.

Karena itu saat tilem, umat Hindu diharapkan melakukan persembahyangan di sanggah, pura, atau di atas tempat tidur.

Dengan mempersembahkan sesajen berupa sasayut widyadhari.

Kemudian melakukan yoga pada malam hari. Ada kemungkinan sasayut widyadhari ini, merupakan simbol pengetahuan, keahlian atau simbol widya.

Dalam Alih Aksara Alih Bahasa dan Kajian Lontar Sundarigama dijelaskan makna sembahyang saat tilem adalah untuk memohon pengetahuan dan ketrampilan dalam segala pekerjaan.

Disamping sebagai wujud peruwatan kepapaan, noda, kegelapan dan segala penderitaan. (*)

Berita Terkini