TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Tubuhnya sejatinya tak lagi kuat, untuk berjalan jauh.
Terlebih rumahnya berada di bawah jurang.
Medan yang harus dilalui cukup berat.
Namun Ketut Sasih (71) harus melawan kondisi tersebut, demi mendapatkan uang untuk membeli kebutuhan makan.
Baca juga: PILU, WS Nekat Akhiri Hidup, Dikenal Sosok Rajin dan Suka Membantu, Simak Kisah Semasa Hidupnya
Ketut Sasih merupakan warga asal Lingkungan Sangket, Kelurahan/Kecamatan Sukasada, Buleleng.
Ia tinggal di bawah jurang.
Untuk menuju ke rumahnya, tidak ada akses untuk kendaraan.
Sehingga harus berjalan kaki selama 20 menit, menyusuri sawah dan hutan-hutan.
Rumah milik Ketut Sasih tampak seperti rumah tua.
Dindingnya terbuat dari tanah, atapnya dari seng yang berumur puluhan tahun.
Suasana rumahnya terlihat sangat asri dan bersih.
Ketut Sasih tinggal di rumah tersebut bersama dua kakaknya bernama Made Sari dan Made Ngurah.
Umur kedua kakaknya itu tak lagi diketahui oleh Ketut Sasih.
Yang pasti Made Sari merupakan anak ke-9, sementara Made Ngurah anak ke-13.
Sedangkan Ketut Sasih, anak paling bungsu.
"Kami 15 bersaudara. Yang masih hidup tinggal kami bertiga," kata Ketut Sasih saat ditemui Tribun Bali, Rabu 21 September 2022.
Sebagai anak bungsu, Ketut Sasih menjadi tulang punggung keluarga.
Sebab hanya ia lah yang masih mampu beraktivitas, meski sejatinya kakinya sering terasa sakit.
Sementara kedua kakaknya sudah sakit-sakitan.
Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, Ketut Sasih hanya mengandalkan hasil hutan, atau pisang yang ditanam di pekarangan rumah.
"Ada kayu di hutan, saya ambil lalu dijual untuk kayu bakar. Ada daun pisang, atau kelapa yang jatuh di kebun milik tetangga, saya dikasih minta lalu saya jual. Biar bisa beli beras sekilo atau dua kilo. Kayu bakar biasanya saya jual di Desa Panji, jalan kaki hanya dua jam," ungkap wanita ramah senyum tersebut.
Apabila memasuki musim hujan, akses menuju ke rumahnya sangat licin dan berbahaya.
Sehingga Ketut Sasih memilih untuk tidak keluar rumah.
Bila musim hujan tiba, tiga bersaudara itu biasanya hanya makan nasi dicampur dengan garam dan minyak kelapa.
"Ya kanggoin makan nasi saja, tidak pakai lauk. Biasanya nyari sayur paku, atau daun ubi. Tapi kalau terlalu banyak makan daun ubi, juga bikin pusing. Jadi lebih enak makan nasi tok. Atau keponakan biasanya datang membawakan makanan," katanya.
Seingat Ketut Sasih, keluarganya tinggal di bawah jurang itu sejak ia masih berusia lima tahun.
Sebab saat itu ia ikut membantu orangtuanya mengangkut seng yang dibeli di kota.
"Saya sempat lihat bapak bikin rumah ini dari tanah. Kayu-kayunya diambil dari hutan. Jadi yang dibeli hanya seng dan paku saja," tuturnya.
Mengingat medan menuju ke rumahnya cukup sulit, setiap sakit tiga bersaudara itu biasanya hanya meminta keponakannya untuk menghubungi salah satu mantri.
Sehingga mantri tersebut datang membawakan obat-obatan yang dibutuhkan.
Keponakan memang menjadi andalan mereka di kala sakit.
Sebab ketiga bersaudara ini memutuskan untuk tidak menikah, agar bisa fokus mengurus kedua orangtuanya.
"Tidak pernah dirawat di rumah sakit. Disuntik dan minum obat saja sudah sembuh. Kalau tidak punya uang, mantrinya itu bersedia tidak dibayar. Kami bertiga memang tidak menikah. Dulu kami berpikir, kasihan ibu tidak ada yang bantu nanti kalau kami menikah. Jadi kami memilih tinggal dan hidup bersama saudara saja," tandasnya.
Sementara Ketua RT 5, Lingkungan Sangket, Kelurahan/Kecamatan Sukasada, Buleleng, Made Ariada menyebut, keluarga Ketut Sasih sudah rutin mendapatkan bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial.
Namun bantuan yang diberikan tidak terlalu banyak, sebab Ketut Sasih terdaftar dalam Kartu Keluarga (KK) keponakannya.
Sehingga bantuan juga harus dibagi dengan keponakannya, yang juga tergolong kurang mampu.
Untuk itu, Ariada mengaku akan mengusulkan kepada lurah, agar KK Ketut Sasih bersama dua kakaknya dibuat terpisah dari keponakannya.
Sehingga tiga bersaudara itu mendapatkan bantuan khusus lansia.
"Nanti akan kami usulkan agar KK-nya dipecah. Tapi kalau bantuan PKH turun, keponakannya pasti datang mengantarkan bantuan itu untuk mereka," jelasnya. (ratu ayu astri desiani)
Kumpulan Artikel Buleleng