Berita Tabanan

Bapak Setubuhi Anak dan Ponakan, Polisi: Tersangka Pernah Sangkal Laukan Hal Serupa di Tahun 2019

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana
Editor: Harun Ar Rasyid
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ilustrasi pelecehan seksual terhadap anak, pemerkosaan anak kecil -Bapak Setubuhi Anak dan Ponakan, Polisi: Tersangka Pernah Sangkal Setubuhi Ponakan 2019

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN- Kasus bapak menyetubuhi anak kandung dan ponakan, masih terus berproses di Mapolres Tabanan.

Terkuak fakta baru, bahwa sejatinya peristiwa ini sudah pernah diketahui oleh ibu kandung keponakannya itu.

Namun, pemerkosaan atau penyetubuhan anak di bawah umur itu disangkal oleh tersangka.

Peristiwa penyetubuhan itu terjadi 2019 lalu.

ilustrasi -Kasus bapak menyetubuhi anak kandung dan ponakan, masih terus berproses di Mapolres Tabanan. (tribun bali/dwisuputra)

Kasatreskrim Polres Tabanan, AKP Aji Sekar Yoga mengatakan, bahwa pihaknya telah menambah bap (berkas acara pemeriksaan) dari ibu kandung keponakan tersangka.

Pengakuan ibu dari korban (keponakan tersangka) itu, memang pernah anaknya cerita.

Dimana, pernah disetubuhi oleh tersangka atau oleh pamannya itu.

“Dari BAP memang ibu kandung korban yang keponakan itu, pernah anaknya cerita kalau pernah disetubuhi,” ucapnya Selasa 8 November 2022.

Menurut Aji Yoga, dari laporan korban atau keponakan itu, kemudian ditanyakan oleh ibu korban kepada pelaku. Dan saat itu pelaku menyangkal.

Dugaannya, bahwa aksi penyetubuhan anak itu terjadi ketika, keponakan tersangka itu waktu kelas 5 itu. Dan itu sesuai dengan yang kemarin pihaknya kroscek ke tersangka dan disangkal.

Namun, keterangan tersangka tidak bisa menjadi acuan, karena sudah ada bukti yang jelas.

“Ya dugaan kuat waktu pas keponakannya kelas lima sd itu,” ungkapnya.

Aji Yoga mengakui, bahwa saat ini untuk

Ibu atau istri tersangka masih belum bisa dimintai keterangan. Karena dalam kondisi sakit dan kemungkinan besar membutuhkan pendampingan.

Hal itu sesuai dengan keterangan Kapolres Tabanan, AKBP Ranefli Dian Candra sebelumnya, bahwa untuk kasus pemerkosaan, si ibu kandung atau istri tersangka ini agak susah untuk diminta keterangan.

Proses pemeriksaan psikologi sudah mulai dan sedang berproses.

Dengan kata lain, masih berlanjut. Karena untuk tes psikologi memang, tidak hanya bisa sekali dilakukan. Butuh berkelanjutan. Pihaknya harus melakukan observasi terlebih dahulu.

“Sesuai keterangan Kapolres kemarin kan. Upaya psikologi itu terus berjalan. Si ibu juga kami mintai keterangannya. Ada masalah apa di keluarga ini. Dan memang kesulitan masih kami dapat. Terutama soal keterangan dari keluarganya atau si ibu ini. Kalau untuk sepupunya (yang menjadi korban) sudah kan dengan ibunya juga,” bebernya. (ang).

Baca juga: Fenomena Pura-Pura Kerauhan di Bali Jadi Gejala Gangguan Mental dan Wujud Pelecehan Dukun Ketakson

Untuk diketahui, kasus persetubuhan anak di bawah umur ini, mampu dibongkar oleh Unit PPA Satreskrim Polres Tabanan.

Dimana kasus ini terbongkar setelah kejadian terkahir yakni pada Jumat 14 Oktober 2022 lalu.

Dimana tersangka ayah kandung menggauli korban di bengkel miliknya. Aksi bejat itu dilakukan tersangka kepada dua orang keluarga dekatnya.

Yang satu anak kandungnya sendiri, dan yang satu merupakan keponakan atau sepupuh dari anaknya. Untun keponakannya itu digauli pada 2019 lalu, dimana korban saat itu masih duduk di kelas lima SD.

Kasus terungkap saat korban yang juga anak kandung pelaku berulang kali tidak mengikuti kelas khusus.

Nilai akademis korban, selalu rendah dan sering tertinggal dalam mengikuti mata pelajaran.

Dan berulang kali tidak hadir di kelas khusus.

Sehingga pihak guru memanggilnya dan meminta penjelasan ketidakhadirannya itu. Selanjutnya, guru melihat anak itu murung dan melamun, sehingga diajak konsultasi ke guru BK.

Dari hasil konsultasi terungkap aksi tidak terpuji ayahnya. Kemudian langsung dilaporkan ke Polres Tabanan dan dilakukan penyelidikan hingga penangkapan.

Tersangka sendiri, disangkakan tindak pidana sesuai ketentuan Pasal 81 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya minimal lima tahun dan maksimal 15 tahun. Bahkan ancaman hukuman ini bisa ditambah sepertiga dari pidana pokoknya mengingat status pelaku sebagai ayah kandungnya. (ang).

 

Berita Terkini