Berita Bali

Jumlah Pengunjung Mulai Normal, Ini Ragam Keunggulan Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu

Penulis: Putu Yunia Andriyani
Editor: Putu Kartika Viktriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana di Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu yang sudah mulai ramai dan normal di tahun 2023.

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Obyek wisata kawasan luar Pura Luhur Uluwatu merupakan salah satu destinasi wisata yang berada di Desa Adat Pecatu, Badung, Bali. 

Awalnya, yang dijadikan obyek wisata adalah puranya dan telah berlangsung sejak sekitar tahun 1980. 

Hal itu disampaikan oleh I Wayan Mosinarjana selaku Asisten Manajer Operasional dan Personalia Badan Pengelola Obyek Wisata Kawasan Luar Pura Uluwatu. 

Saat itu, wisatawan hanya membayar restribusi yang bersifat sukarela. 

Melihat perkembangan pengunjung yang semakin meningkat setiap tahun, obyek wisata ini kemudian dikelola oleh desa dengan pemerintah daerah. 

Dalam artian kewenangan secara legal hukum itu ada di pemerintah daerah kemudian pelaksanaan di lapangan itu diserahkan kepada desa adat dan desa dinas. 

Seiring dengan berjalanannya waktu, ada peraturan gubernur yang menyatakan bahwa pura itu tidak boleh dijadikan obyek wisata. 

Namun, warga setempat bertekad melanjutkan ekstensi dari Pura Uluwatu sehingga yang dikembangkan adalah panorama yang berada disekitar Pura Uluwatu. 

“Kawasan ini pun beralih mengun menggunakan nama obyek wisata kawasan luar Pura Uluwatu karena itu ada peraturan yang mengatur demikian, walaupun pada dasarnya yang menjadi titik tolak atau magnetnya obyek wisata itu sendiri adalah Pura Uluwatu,” kata I Wayan Mosinarjana. 

Baca juga: Sembunyi Dibalik Tebing, Inilah Keindahan Pantai Thomas di Uluwatu Bali Seperti Private Beach

Semenjak adanya ketentuan tersebut maka pengunjung yang bersifat pariwisata tidak diperbolehkan masuk ke areal pura dan hanya bisa berada disekitar luar pura. 

Meski demikian kawasan luar Pura Uluwatu ini memiliki tetap menyajikan keunggulan-keunggulan lainnya. 

Terdapat lima keunggulan yang menjadi nilai jual obyek wisata diantaranya Sunset atau matahari terbenam, samudra atau laut lepas, tebing yang curam dengan ketinggian 80 m dari permukaan laut,  satwa alami yaitu monyet, dan kesenian kecak. 

Perjalanannya pengembangan obyek wisata tidak selalu berjalan mulia namun pernah mengalami pasang surut. 

Yang menjadi trauma adalah adanya Pandemi covid-19 yang hampir dua tahun melanda sehingga obyek wisata terpaksa harus ditutup. 

Kemudian ada instruksi dari pemerintah untu bisa mulai membuka obyek wisata mulai secara normal pada akhir 2022 dan 2023 ini kunjungan sudah mulai mendekati normal. 

“Kalau kunjungan normal di Uluwatu ini rata-rata perhari itu 4000a-6000 pengunjung, kemudian pada saat high session kita bisa mencapai hingga 8000-10000 pengunjung, termasuk juga hari libur dan hari raya,” jelas Mosinarjana.  

Dalam mengelola obyek ini yang menjadi tantangan adaah minimnya suplai air bersih karena posisi pura yang berada di ketinggian sehingga air dari PDAM itu sering macet. 

Hal ini ditanggulangi dengan membeli air tangki untuk memenuhi kebutuhan air di pura, baik untuk toilet, cuci tangan, dan sebagainya. 

Kemudian yang kedua adalah gangguan satwa sehingga membuat trauma karena satwa ini kerap mengambil barang-barang dari para pengunjung sehingga itupun menjadi momok bagi pengelola. 

Ini sudah diatasi dengan menyiapkan petugas untuk membantu mengembalikan barang para tamu. 

Pengelola juga bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang secara reguler telah melakukan pembinaan, vaksin, dan perawatan kesehatan kepada monyet-monyet. 

Apabila ada tamu yang digigit atau terluka karena monyet, minimal tidak memberikan dampak yang fatal seperti rabies dan sebagainya. 

Ketiga adalah akses menuju lokasi yang memang sudah umum diketahui masyarakat sangat krodit sehingga pengunjung ingin berkunjung ke Uluwatu kadang-kadang harus putar balik karena kondisi jalan tersebut. 

Pengelola juga sering meminta kepada pemerintah daerah untuk bisa memberikan akses jalan yang lebih representatif dan hal ini sudah menemui titik terang. 

“Kami sudah mendapatkan informasi akan dibuatkan jalan lingkar dari Nusa Dua kemudian satu arah keluarnya ke arah BPBD Kabupaten Badung sehingga tidak menyebabkan kekroditan di jalan raya,” tuturnya. 

Badan pengelola ini baru dibentuk pada tahun 2014 dan sebelumnya itu tidak ada manajerial yang melakukan pengelolaan terhadap obyek wisata. 

Tidak hanya obyek wisata Uluwatu, badan pengelola juga menaungi Pantai Labuan Sait yang berjarak 2 km dari Pura Uluwatu ke arah utara. 

Setiap tahun, selalu ada inovasi yang dilakukan dengan membuat program kerja untuk meningkatkan kualitas pelayanan. 

Seperti membenahi fasilitas-fasilitas, menambah fasilitas toilet, penghijauan, dan memberikan pelatihan kepada SDM. 

Untuk menikmati keindahan berwisata di obyek ini, para pengunjung cukup membayar biaya yang sudah diatur dalam Ketentuan Perda Kabupaten Badung. 

Tamu asing dewasa dikenakan biaya Rp 50.000 dan anak-anak Rp 30.000. 

Kemudian domestik dewasa dikenakan Rp 30.000 dan anak-anak Rp 20.000. 

Sementara itu, kesenian kecak itu dikenakan biaya terpisah karena dikelola oleh kelompok kesenian desa adat, yaitu Rp 150.000 untuk dewasa dan Rp 75.000 untuk anak-anak. 

Mosinarjana berharap kedepannya agar permasalahan di obyek wisata bisa teratasi dengan cepat sehingga tamu tamu yang berkunjung ke Uluwatu dapat lebih banyak. 

Harapan besar juga agar para tamu tetap merasa nyaman dan semakin sering berkunjung ke Uluwatu. (yun)

Berita Terkini