Prof Antara dan 3 Pejabat Unud Divonis Bebas, Tak Terbukti Bersalah di Kasus Dugaan Korupsi SPI Unud
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Majelis hakim pimpinan Agus Akhyudi menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa mantan Rektor Unud Prof DR Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU. Prof Antara dinyatakan tidak terbukti bersalah dalam perkara dugaan korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022
Amar putusan dibacakan majelis hakim pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (22/2). Mendengar divonis bebas, sembari berdiri Prof Antara pun tidak kuasa menahan tangis.
Majelis hakim dalam amar putusannya, menyatakan terdakwa Prof Antara tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu primair, kesatu subsidair, dakwaan kedua dan dakwaan ketiga JPU. Dengan tidak terbukti bersalah, Prof Antara pun dibebaskan dari segala dakwaan JPU.
"Memerintahkan terdakwa Prof DR Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU dibebaskan dari tahanan. Memulihkan hak terdakwa Prof DR Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU dalam kemampuan, kedudukan, nama baik dan harkat serta martabatnya," tegas hakim ketua Agus Akhuyudi. Tak pelak vonis yang dijatuhkan majelis hakim mendapat sambutan riuh tepuk tangan dari pengunjung sidang.
Prof Antara tampak haru bercampur bahagia seusai divonis bebas dan dinyatakan tidak bersalah.
"Semua masyarakat, civitas akademika Universitas Udayana sudah menyaksikan fakta sidang, tidak terungkap bahwa saya korupsi," jelasnya.
Dia menegaskan, apa yang didakwakan oleh tim JPU tidak terbukti di persidangan, dan majelis hakim membebaskannya dari semua dakwaan yang didakwakan JPU. "Itu lah yang sebetulnya terjadi. Dan kami sebetulnya ingin membangun Universitas Udayana. Bisa melakukan tugas pokoknya sebagai lembaga pendidikan," ucap Prof Antara didampingi tim penasihat hukumnya.
Baca juga: Tangis Mantan Rektor Unud Pecah Seusai Divonis Bebas dan Ini Kata Prof Antara Setelah Sidang
Prof Antara pun menyampaikan terima kasih kepada tim penasihat hukum, serta menghormati keputusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis bebas kepada dirinya.
"Terima kasih kepada tim penasihat hukum, majelis hakim yang telah melakukan tugasnya luar biasa. Kita bersama-sama harus bisa menghormati majelis hakim, dan sesuai fakta persidangan hari ini saya dinyatakan tidak terbukti bersalah," ucapnya.
Atas vonis dari majelis hakim, Tim JPU langsung mengajukan kasasi. "Kami dari penuntut umum langsung menyatakan kasasi," ucap JPU I Nengah Astawa. "Putusan majelis hakim kami hargai, namun karena diputus bebas kami akan mengajukan upaya hukum kasasi. Tadi sudah kami nyatakan secara tegas di depan persidangan," kata JPU Nengah Astawa seusai sidang.
Untuk memori kasasinya, kata Nengah Astawa, akan diajukan 14 hari setelah menyatakan sikap atas vonis bebas yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa Prof Antara.
"Sesuai dengan KUHP maksimal 14 hari. Setelah Galungan kami ajukan," tegasnya.
Ditanya apakah Prof Antara akan dikeluarkan dari tahanan seusai divonis bebas, jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menyatakan, terlebih dahulu akan menunggu ekstra vonis dari majelis hakim.
"Iya, setelah kami mendapat ekstra vonisnya kami keluarkan dari tahanan. Perintah dalam KUHP putusan bebas harus dikeluarkan," jelas Nengah Astawa.
"Kita akan laksanakan, tapi kami menunggu ekstra vonisnya dulu baru eksekusi. Kalau belum keluar (ekstra vonis) tidak bisa, karena pihak Lapas pasti minta ekstra vonis untuk dasar mengeluarkan tahanan. Kalau ekstra vonisnya keluar hari ini, kami eksekusi hari ini," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, oleh tim JPU, Prof Antara dituntut pidana penjara selama 6 tahun, denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan. Perbuatan terdakwa Prof Antara dinilai terbukti melakukan tindak pidana gabungan pemerasan dalam jabatan secara bersama-sama terkait perkara dugaan korupsi dana SPI maba seleksi jalur mandiri Unud tahun 2018-2022.
Ini sebagaimana dakwaan kedua JPU, Prof Antara melanggar pidana dalam Pasal 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Seusai sidang Hotman Paris Hutapea selaku anggota tim penasihat hukum Prof Antara mengaku kecewa dengan JPU.
"4,5 bulan dia borgol, ditahan, mahasiswa hukum tingkat 1 pun tahu bahwa dakwaan itu salah. Saya benar-benar kecewa atas tindakan dari JPU ini," tegasnya.
Pula advokat nyentrik ini mengatakan, kasus yang memperkarakan Prof Antara adalah target.
"Ini kasus targetan. 1 rupiah pun negara tidak dirugikan," kata Hotman Paris.
Selain Prof Antara, tiga pejabat Unud yang ikut terseret dalam kasus ini juga dinyatakan tidak terbukti bersalah oleh majelis hakim. Dengan dinyatakan tidak bersalah, ketiganya yaitu Dr Nyoman Putra Sastra (berkas terpisah), I Ketut Budiartawan dan I Made Yusnantara divonis bebas oleh majelis hakim pimpinan Putu Ayu Sudariasih dengan hakim anggota, Gede Putra Astawa dan Nelson.
Baca juga: Prof Antara Bebas, Ini Pesan Pasek Suardika ke Jaksa Agung
"Menjatuhkan putusan membebaskan terdakwa Dr Nyoman Putra Sastra dari seluruh dakwaan, dan memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan dengan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kedudukan harkat dan martabatnya," tegas hakim ketua Putu Ayu Sudariasih. Vonis yang sama juga dijatuhkan kepada terdakwa Budiartawan dan Yusnantara.
Atas putusan itu, ketiga terdakwa didampingi masing-masing tim penasihat hukumnya langsung menerima. Sementara itu, tim JPU menyatakan kasasi. (can)
Pesan Keras ke Jaksa Agung
I Gede Pasek Suardika selaku anggota penasihat hukum mantan Rektor Unud Prof DR Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU memberikan pesan keras kepada Jaksa Agung. Ini disampaikan Pasek Suardika seusai sidang putusan kasus dugaan pidana korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Universitas Udayana (Unud) tahun 2018-2022.
Di mana dalam perkara ini, majelis hakim memutus, menyatakan terdakwa Prof Antara tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sehingga oleh majelis hakim, Prof Antara divonis bebas.
"Yang saya sesali adalah mereka yang mentersangkakan (Prof Antara dkk) sudah naik pangkat. Itu yang saya sesalkan. Mereka itu naik pangkat dengan cara menzalimi orang," ucapnya, Kamis (22/2).
"Jadi Jaksa Agung tolong dilihat kelakuan Kajati Bali hari ini. Tolong itu diperiksa ulang jangan dijadikan Kajati kalau seperti itu kelakuannya. Sama Adpidsusnya lagi yang pindah di Kejaksaan Agung, masukkan kotak saja yang kayak gitu. Biar baik, karena selama ini kejaksaan sangat bagus," imbuh Pasek Suardika.
Menanggapi putusan majelis hakim, kata Pasek Suardika, dakwaan dari tim JPU tidak terbukti jika Prof Antara melakukan korupsi, karena tidak ditemukan adanya kerugian keuangan negara. Pula beralih ke pungutan liar.
"Ada tiga dakwaan dari JPU, dakwaan kesatu, kedua dan ketiga. JPU sendiri sudah menyadari sehingga dakwaan kesatu dilepas, dua pasal, pasal 2 dan pasal 3. Artinya dengan melepas pasal 2 dan 3 sebenarnya itu sudah menandakan JPU sudah ragu ada kasus korupsi. Karena korupsi itu kan ada kerugian keuangan negara," paparnya.
"Jadi saya sudah membaca. Makanya dilarikan ke pungli. Ketika dilarikan ke pungli, bagaimana ada pungli jika orangnya tidak pernah ketemu, duitnya masuk ke negara. Jadi otomatis memang gugur," sambung Pasek Suardika.
Dengan gugurnya dakwaan JPU, menurut Pasek Suardika, Prof Antara layak bebas.
"Ini memang layak bebas demi hukum. Yang saya salut hakimnya berani. Karena dari beberapa kasus yang pernah saya tangani hakimnya takut," ucapnya.
Dengan vonis bebas ini, Prof Antara harus dikeluarkan dari tahanan. Ini mengacu pada putusan majelis hakim. "Prof Antara harus dikeluarkan hari ini dari tahanan sejak putusan. Datang ke rutan untuk tanda tangan administrasi," jelas Pasek Suardika.
Terkait jabatan rektor yang sebelumnya disandang Prof Antara, kata Pasek Suardika, harus mengikuti putusan pengadilan. Putusan pengadilan menyebutkan mengembalikan harkat dan martabat terdakwa.
Baca juga: Divonis Bebas dan Tak Bersalah di Kasus SPI Unud, Prof Antara: Tak Terungkap bahwa Saya Korupsi
"Posisi putusan pengadilan kan mengikat semua, termasuk juga institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu juga terikat juga dengan putusan pengadilan. Sehingga mengembalikan harkat dan martabat itu artinya dikembalikan posisi beliau pada saat seperti sebelum beliau ditersangkakan maupun diterdakwakan. Itu nanti urusan Kementerian yang harus menaati putusan pengadilan," jelasnya.
BEM Unud Sesalkan Vonis Hakim
Di sisi lain, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Udayana (BEM Unud) menyayangkan putusan majelis hakim terhadap eks Rektor Unud Prof Dr Ir I Nyoman Gde Antara MEng IPU.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (22/2), Majelis Hakim menjatuhkan vonis bebas.
Ketua BEM Unud, I Wayan Tresna Suwardiana menuturkan, vonis majelis hakim itu mengatakan ada permasalahan dalam sistem Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI). Namun, Tresna memandang di dalam sistem tentu terdapat orang-orang yang mengoperasikannya.
“Sangat disayangkan karena ujung-ujungnya majelis hakim menyalahkan sistem. Padahal di dalam sistem itu ada orang-orangnya juga,” jelasnya saat dihubungi Tribun Bali, Kamis (22/2).
Sehingga, vonis hakim ini dinilai dapat memperpanjang perjuangan BEM Unud dalam rangka menuntaskan komersialisasi pendidikan. Bahkan dengan vonis tersebut, kata Tresna, ada cara-cara yang lebih halus guna melanggengkan komersialisasi pendidikan.
Kendati menyayangkan vonis majelis hakim, Tresna menuturkan pihaknya tetap menghormati keputusan hakim. Nantinya, BEM Unud dikatakan berfokus untuk mengembalikan uang SPI kepada mahasiswa dari sejumlah program studi (Prodi) yang seharusnya tak dipungut SPI.
“Kami di BEM Udayana, akan mengawal pengembalian SPI yang sudah digadang-gadang oleh Rektorat yang baru. Pengembalian bagi Prodi yang tidak ada di SK. Prodi yang ada di SK, tapi tetap diminta SPI. Kita bantu advokasi,” jelasnya.
Informasi yang diperoleh dari Wakil Ketua BEM Unud Ricardo Constantio Elim, setidaknya terdapat 8 Prodi yang seharusnya tak dipungut SPI. 8 Prodi tersebut yakni Sastra Indonesia, Sastra Bali, Sastra Jawa Kuno, Arkeologi, Antropologi, Sejarah, D3 Perpajakan, dan D3 Perpustakaan.
Di sisi lain, BEM Unud mengusulkan ujian jalur mandiri mahasiswa baru layaknya tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Tresna mengatakan, usulan ini diajukan guna meningkatkan transparansi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri yang nantinya berkaitan dengan SPI.
Tresna memandang, ujian jalur mandiri yang dilaksanakan layaknya tes CPNS itu memiliki sisi positif dari segi waktunya yang real time. Sehingga, kemungkinan adanya otak-atik data atau nilai ujian menjadi lebih rendah.
Seperti diketahui, mahasiswa baru yang masuk melalui jalur mandiri diwajibkan memberikan dana SPI kepada kampus. Hal ini, tentunya menjadi “celah” bagi pihak kampus untuk meloloskan calon mahasiswa baru dengan sumbangan SPI yang bernilai lebih besar.
Baca juga: BEM Unud Usulkan Ujian Jalur Mandiri Mahasiswa Baru Layaknya Tes CPNS
Mengantisipasi komersialisasi pendidikan ini, BEM Unud juga meminta agar SPI tak menjadi patokan dalam meloloskan calon mahasiswa baru. Sehingga, Tresna mengatakan agar nominal SPI muncul setelah calon mahasiswa baru lulus dalam ujian jalur mandiri.
“Nantinya kami akan beraudiensi dengan Rektorat agar SPI benar-benar transparan. Transparansi dalam bentuk semisal mahasiswa ujian dulu, lulus, baru ditentukan SPI. Jangan sampai SPI jadi penentu kelulusan,” katanya.
Tak berhenti sampai di sana, penentuan nominal SPI tersebut juga akan diawasi dengan serius oleh pihaknya. Pengawasan ini, kata Tresna, dapat dengan cara menjadikan mahasiswa dari masing-masing fakultas sebagai verifikator. Selain dalam rangka mengawasi penentuan nominal SPI, hal ini dinilai dapat menjadi jembatan antara mahasiswa dengan internal Rektorat dalam hal informasi.
(*)