AWK Sebut Langkahnya Sebagai Mapping Politik, Pergantian Antarwaktu Tunggu Inkrah di Mahkamah Agung
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Presiden RI Joko Widodo resmi menandatangani pemberhentian Anggota DPD RI 2019-2024 Dapil Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK).
Penandatanganan pemberhentian AWK dilakukan, Kamis (22/2/2024) lalu.
Kendati demikian, AWK telah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan yang didaftarkan tertanggal 20 Februari 2024 itu teregister dengan nomor pendaftaran PTUN.JKT-20022024WGW.
Bahkan, AWK juga telah bersurat kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari agar menunda proses Penggantian Antarwaktu (PAW).
Baca juga: Bila Inkrah, Kursi AWK di DPD RI Berpotensi Digantikan Ngurah Ambara Putra
PAW dilaksanakan setelah ada putusan inkrah di PTUN atau Mahkamah Agung.
AWK angkat bicara soal penandatanganan Keppres terkait pemberhentian dirinya sebagai Anggota DPD RI oleh Presiden Jokowi.
Hal ini sebagai buntut dari keputusan Badan Kehormatan (BK) DPD RI yang memberhentikan AWK lantaran dinilai melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik dan/atau tata tertib DPD RI sebagaimana yang diatur dalam UU MD3.
Baca juga: Real Count KPU Pileg DPD RI Bali: Sementara Suara AWK & Niluh Jelantik Beda Tipis, Rai Mantra Unggul
Melalui akun Instagram pribadinya @aryawedakarna, AWK mengaku hubungannya dengan Presiden RI Joko Widodo tak ada masalah.
Mulai dari program kerja, hingga komunikasi yang diklaim apik antara dirinya dengan sang Presiden RI.
Bahkan, dirinya mendukung langkah Joko Widodo sebagai upaya agar terhindar dari fitnah yang ditujukan kepada presiden.
Baginya, hal ini merupakan suatu proses administrasi yang biasa-biasa saja.
“Justru Keputusan Presiden itu menyelamatkan Presiden sendiri pada fitnah yang beredar. Tiang (saya) sebagai pendukung tegak lurus dengan Jokowi, tentu mendukung dan semua niki (ini) bagian dari proses administrasi."
"Hubungan saya dengan Presiden baik-baik saja. Semua berjalan dengan baik, program, komunikasi baik,” ungkapnya melalui akun Instagram pribadinya, Jumat (1/3/2024).
Pria yang telah menjabat sebagai senator sejak 2014 itu mengklaim, langkahnya ini merupakan bagian dari desain yang telah dirancangnya dengan apik.
Salah satunya, yakni untuk melakukan pemetaan politik atau mapping.
“Jangan khawatir, Arya Wedakarna ini sudah paham. Sebagai anak ideologi Bung Karno, seorang PNI, saya sudah paham dan lama berkecimpung dalam hal ini."
"Niki (ini) bagian dari desain dan strategi. Pernah mendengar ada yang namanya suatu teori politik, pemetaan atau mapping? Saya kasih bocoran, yang dilakukan ini adalah mapping. Dengan kasus AWK ini, kita bisa melihat pemetaan di Pulau Bali,” jelasnya.
Bukan tanpa alasan, pemetaan ini dilakukannya guna mengetahui oknum-oknum radikal yang ada di kantor-kantor pemerintah di Bali.
Sehingga, pihaknya dapat mengambil langkah strategis.
Mulai dari melakukan atensi, hingga rekomendasi mutasi.
Tujuan akhirnya, kata dia, menjaga agar Bali tetap aman dan berdaulat.
“Dengan ada case ini, kita, bukan hanya AWK, melakukan pemetaan. Jadi ketahuan yang di Bali, yang radikal itu siapa. Kita bisa lihat di kantor-kantor pemerintah, Kanwil-Kanwil. Seperti kemarin tiang (saya) turun ke airport, ke mana-mana, itu sudah ada pemetaan."
"Ini yang harus kita perbaiki, evaluasi, ini yang harus dimutasi, atensi,” bebernya lebih lanjut.
Tak berhenti sampai di sana, salah satu “misi” yang dikatakannya telah berhasil yakni terpilihnya para Anggota DPD RI pada Pemilu 2024 yang merupakan putra-putri Bali.
Pasalnya, komposisi tersebut dikatakan merupakan keinginan dari masyarakat Bali yang berharap dapat diwakili oleh sosok yang paham dan mengerti budaya dan agama Hindu Bali.
Misi tersebut, dikatakan tak terlepas dari adanya strategi bagi suara, hingga saling mendukung pada Pemilu 2024 lalu.
Sebelumnya, BK DPD RI memberhentikan AWK. Dari cuplikan video yang beredar, Jumat (2/2/2024), putusan itu dibacakan oleh Made Mangku Pastika yang sama-sama Anggota DPD RI dapil Bali.
Dalam putusannya, Mangku Pastika mengatakan Arya Wedakarna terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik dan/atau tata tertib DPD RI sebagaimana yang diatur dalam UU MD3.
Sehingga, Badan Kehormatan DPD RI memutuskan untuk memberikan sanksi berat yakni pemberhentian tetap Arya Wedakarna sebagai Anggota DPD RI.
“Berdasarkan Pasal 48 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan DPD RI nomor 1 Tahun 2021, Badan Kehormatan DPD RI memutuskan dan menetapkan bahwa teradu Dr Shri IGN Arya Wedakarna MWS SE (MTru) MSi Anggota DPD RI dari Provinsi Bali terbukti melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik dan/atau tata tertib DPD RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang MD3 dengan sanksi berat pemberhentian tetap sebagai Anggota DPD RI. Putusan ini selanjutnya dituangkan dalam keputusan Badan Kehormatan DPD RI,” ungkap Mangku Pastika.
AWK mengklaim pengajuan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) guna memberi contoh kepada wakil rakyat di Bali.
Melalui akun Instagram pribadinya, AWK mengatakan, upaya ini sebagai pedoman kepada wakil rakyat di Bali yang dikhawatirkan dapat mengalami hal serupa.
Baginya, berjuang demi Agama Hindu dan Pulau Bali tak mudah. Seperti upayanya dalam mengamankan frontliner Bali beberapa waktu yang kemudian viral di media sosial.
Terlebih lagi, kata dia, perjuangan ini semakin berat pada tahun-tahun politik.
Sementara itu, disinggung soal sosok pengganti AWK dalam proses PAW, Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan mengatakan, Gede Ngurah Ambara Putra berpotensi menggantikan AWK.
“Tiang (saya) belum pegang datanya. Kayaknya Ngurah Ambara. Iya (urutan kelima perolehan suara DPD RI Pemilu 2019 Dapil Bali),” ungkap Agung Lidartawan saat dihubungi Tribun Bali, Kamis (29/2).
Hal tersebut pasalnya telah diatur dalam Pasal 286 UU No 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pada pokoknya, pasal tersebut menerangkan anggota DPD yang berhenti antarwaktu akan digantikan oleh calon Anggota DPD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya.
Informasi yang dihimpun Tribun Bali, Gede Ngurah Ambara Putra menduduki posisi kelima teratas pada Pemilu 2019 lalu dengan 120.428 suara.
Dia, menempel ketat perolehan suara Haji Bambang Santoso yang menduduki kursi terakhir DPD RI Dapil Bali pada Pemilu 2019 lalu dengan raihan suara 126.100 pemilih.
Kendati demikian, Ketua KPU Bali Agung Lidartawan mengatakan, AWK masih berstatus sebagai Anggota DPD RI.
Sebab, belum ada keputusan yang inkrah terkait upaya hukum yang dilakukan oleh AWK.
Sehingga, Agung Lidartawan menyebut proses Penggantian Antarwaktu (PAW) belum dapat dilaksanakan. (*)
Berita lainnya di Arya Wedakarna