TRIBUN-BALI.COM – Listrik padam di seluruh Bali atau blackout yang terjadi di Bali pada Jumat, 2 Mei 2025 memicu banyak pengaduan dari masyarakat.
Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Bali menyatakan bahwa kerugian konsumen akibat kejadian tersebut masih dalam proses pendataan, namun sudah banyak laporan masuk, terutama melalui media sosial.
Direktur YLPK Bali, I Putu Armaya mengungkapkan, bahwa pihaknya menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait dampak pemadaman.
Beberapa di antaranya melaporkan kerugian besar, seperti kasus matinya ikan koi milik warga yang ditaksir mencapai Rp 80 juta. Serta kematian ayam petelur milik peternak di Kabupaten Tabanan karena listrik padam pada tengah malam.
“Pengaduan dari pemilik ikan koi dan peternak ayam petelur di Tabanan terus kami terima hingga 5 Mei 2025. Total nilai kerugian yang sudah dilaporkan masih di bawah Rp 200 juta, namun kami masih terus menghimpun data,” jelas Armaya, Selasa (6/5).
Baca juga: DUGA WNA Langgar Izin Tinggal &Investasi Ilegal! DPRD Bali & Satpol PP Sidak ke Pantai Bingin Pecatu
Baca juga: INDONESIA Perkembangan Inovasi Industri Jauh Tertinggal Dari Banyak Negara di Asia
Menurutnya, sejumlah pemilik ikan koi sebenarnya telah menyiapkan peralatan darurat untuk menjaga kelangsungan hidup ikan saat terjadi pemadaman.
Namun, karena durasi padam yang sangat lama, alat-alat tersebut tidak mampu bertahan. Bahkan, air tandon yang menjadi cadangan juga habis terkuras. YLPK Bali juga sempat dihubungi oleh anggota DPR RI dan pihaknya akan memperjuangkan hak-hak konsumen yang dirugikan.
Menurut Armaya, konsumen berhak mendapatkan penjelasan yang jujur dan transparan dari pihak PT PLN (Persero) terkait penyebab pasti blackout, bukan sekadar informasi umum soal gangguan kabel dari Jawa-Bali.
“Kami menuntut kejujuran dari Dirut PLN dan jajarannya. Jangan hanya menyebut karena kabel Jawa-Bali. Ini era keterbukaan informasi publik. Sampai saat ini pun, pemadaman bergilir masih terjadi di Denpasar dan sejumlah daerah lain. Dirut PLN dan GM PLN UID Bali harus bertanggung jawab dan memberikan penjelasan yang rinci,” tegas Armaya.
Armaya menambahkan bahwa berdasarkan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap konsumen berhak atas ganti rugi jika pelaku usaha tidak mampu memberikan pelayanan barang dan/atau jasa secara layak, termasuk pasokan listrik.
“Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi berupa penggantian barang, uang, atau santunan setara. Bahkan, konsumen bisa mengajukan gugatan class action atas kerugian ini,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, YLPK Bali akan segera bersurat kepada Direktur Utama PLN dan jajarannya untuk meminta pertanggungjawaban hukum. Jika tidak ada solusi, Armaya menegaskan pihaknya siap menempuh jalur hukum demi memperjuangkan hak-hak konsumen listrik di Bali.
Sementara itu, terkait blackout Bali kemarin terdapat beberapa point yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Daerah, PLN, pengguna jasa Bank dan juga SPBU. Prof. Wijaya Kusuma selaku Akademisi dari Fakultas Teknik Universitas Udayana membeberkan terdapat beberapa hal yang bisa dipetik dari blackout Bali.
“Listrik padam, berpengaruh pada SPBU tidak semua SPBU dilengkapi genset, sinyal telepon karena tidak semua Base Transceiver Station (BTS) dilengkapi dengan baterai yang mampu bertahan di atas 3 hari, lampu penerangan jalan, dan ATM tidak semua ATM dilengkapi dengan baterai yang kuat 3 hari,” jelasnya pada Selasa (6/5).
Lebih lanjutnya ia mengatakan apabila SPBU tidak beroperasi, maka antrean kendaraan akan menumpuk di SPBU yang memiliki genset. Solusinya, Pertamina mewajibkan semua SPBU memiliki genset atau baterai yang harus bisa beroperasi minimal 3 hari.
Apabila BTS tidak dilengkapi baterai yang mampu mendukung untuk 3 hari, maka akan terjadi masalah pada komunikasi, karenanya wajib disampaikan kepada operator seluler untuk mengecek baterai mereka, khususnya di tempat tempat ring satu.
Sementara pada ATM apabila tidak dilengkapi dengan baterai yang mampu bertahan 3 hari, maka akan terjadi kepanikan di masyarakat karena tidak bisa mengambil uang. Sama seperti BTS, pihak bank wajib untuk menyiapkan cadangan energi minimal untuk 3 hari.
“Sistem smart grid Bali belum berfungsi sesuai rencana. Apabila berjalan sesuai rencana, maka PLTS yang telah terpasang, seharusnya mampu memberikan kontribusi. Ini yang harus dikerjakan antara pemerintah daerah dan PLN sebagai operator smart grid Bali,” sambungnya.
“Namun, terlepas dari semua itu, saya salut dengan PLN khususnya Indonesia Power yang mampu mengoperasikan semua peaker nya sehingga blackout total bisa segera teratasi,” tutupnya.
Di sisi lain, sejumlah wilayah di Bali hari ini Selasa 6 Mei 2025 kembali mengalami pemadaman listrik. Hal ini disampaikan PLN Unit Induk Distribusi (UID) Bali melalui akun instagram resminya @plndistribusibali.
Dari unggahan instagram storiesnya disebutkan bahwa “Dalam rangka peningkatan keandalan pasokan listrik bagi pelanggan, akan dilaksanakan pemeliharaan sistem kelistrikan di beberapa lokasi. Berikut disampaikan daerah yang akan mengalami pemadaman listrik sementara, untuk itu kami mohon maaf atas ketidaknyamanan pelayanan kami.”
Berikut wilayah yang mengalami pemadaman listrik yaitu PLN UP3 Bali Timur, ULP Karangasem, Br. Nyuh Tebel, Tenganan dan sekitarnya, Palak, Besakih, Temukur, Kidulin Kreteg. ULP Gianyar yaitu Ubud Mas Galmping, Jl. Situbanda Br. Abianseka, Mas Ubud. ULP Klungkung/Nusa yaitu Dn. Sebunipil. PLN UP3 Bali Utara, ULP Seririt, Munduk Beji, Munduk Selau, Sebagian Ds. Munduk, ULP Tejakula, Desa Tunjung. PLN UP3 Bali Selatan, ULP Kuta, Jl. Pantai Cemongkak.
“Apabila terjadi padam di luar jadwal tersebut, mohon menghubungi PLN 123 atau lapor via aplikasi PLN Mobile,” tulis keterangan unggahan tersebut.
Sementara itu, Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Bali, I Wayan Eka Susana menyampaikan, bahwa pemadaman listrik di sejumlah titik kemarin merupakan lanjutan dari kegiatan pemeliharaan kelistrikan.
“Jadi hari ini (kemarin) masih tahap evaluasi, melihat historikal beban Senin kemarin. Mohon doanya semoga sistem aman dan manajemen pembebanan kecil bahkan tidak ada,” ujar Wayan Eka.
Ia menambahkan mengenai informasi jadwal pemadaman yang banyak beredar sejak kemarin bukan berasal dari PLN UID Bali dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Isu-isu yang beredar terkait informasi jadwal pemadaman atau informasi lainnya yang banyak beredar di WhatsApp mohon dapat diabaikan. Karena informasi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya,” kata Wayan Eka.
“Informasi perkembangan terkini akan kami sampaikan secara real-time melalui aplikasi PLN Mobile, media sosial resmi PLN UID Bali dan Contact Center PLN 123,” ujarnya. (sup/sar/zae)
Perlu Kajian Komprehensif Bali Mandiri Energi
Kasus Blackout yang terjadi di Bali pada Jumat (2/5) kemarin membuat Gubernur Bali, Wayan Koster, semakin bertekad kuat menjadikan Bali Mandiri Energi dengan Energi Bersih.
Mandiri energi ini akan dilakukan melalui pembentukan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih dan Surat Edaran Gubernur Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Provinsi Bali.
Gubernur Bali kukuh dan tegas tidak mengizinkan pihak manapun untuk menambah pasokan energi dari luar Bali, bahkan pasokan energi listrik dari Paiton, Jawa Timur kapasitas 340 MW akan difungsikan sebagai cadangan.
Akademisi dari Fakultas Teknik Universitas Udayana, Prof. Wijaya Kusuma memberikan tanggapan mengenai pernyataan tersebut.
Ketika blackout kemarin ada wacana Bali mandiri secara energi, namun kata Prof Wijaya sebetulnya Bali sudah sangat mandiri dalam sisi energi karena Bali di cover full baik oleh pembangkit listrik Celukan Bawang, Pemaron, Pesanggaran dan Gilimanuk.
“Bali juga di-supply oleh jaringan kabel listrik bawah laut Jawa-Bali. Jadi kalau dilihat dari tingkat elektrikfikasinya, Bali sudah 100 persen, kemudian Bali dicanangkan untuk mandiri secara energi itu benar tetapi karena tingkat elektrikfikasinya Bali sudah 100 persen, maka kemandirian ini yang harus dijaga adalah bagaimana ini bisa terjaga dengan baik,” jelasnya pada Selasa (6/5).
Lebih lanjut ia mengatakan, jika ingin membangun energi baru terbarukan maka harus dilihat kebutuhan dan interkoneksinya satu sama lain. Jika energi baru terbarukan (EBT) tersebut menguntungkan bagi pengusaha, pasti sudah dikerjakan secara massif. Ketergantungan pada baterai yang membuat EBT ini belum dikerjakan secara massal.
Langkah awal adalah menginvestigasi PLTS yang sudah terpasang saat ini, kemudian dibuat Kajian Kelayakan untuk melihat apakah layak atau tidak EBT dibangun di Bali, terlebih Bali sudah 100 persen elektrifikasinya dan peaker sudah bekerja dengan baik.
“Langkah menginvestigasi PLTS terpasang dan melakukan Kajian Kelayakan di Bali adalah pendekatan yang bijaksana untuk memahami potensi dan tantangan pengembangan EBT secara lebih mendalam di konteks lokal. Kajian yang komprehensif akan dapat menjadi referensi acuan dalam merencanakan transisi energi yang berkelanjutan dan sesuai dengan kondisi spesifiknya,” bebernya.
Referensi kajian agaknya harus lebih publikatif. Kajian ini harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk potensi sumber daya EBT surya, angin, biomassa, dan lain-lain di Bali.
Serta kebutuhan energi di masa depan, karakteristik beban listrik, kondisi jaringan eksisting, aspek ekonomi termasuk biaya investasi, operasional, dan potensi pendapatan, aspek lingkungan, serta aspek sosial dan budaya. Dan yang terpenting, aspek kebijakan sebagai acuan dasar economic value.
“Buatlah kajian yang komprehensif, dari sisi hukum, sosial budaya, ekonomi dan keteknikan. Hasilnya dipublikasikan dengan mengundang semua pemain dan ahli di bidangnya, dilakukan secara jujur, bukan karena untuk jualan atau kepentingan sepihak,” paparnya.
Ia pun meninjau berita-berita di tahun 2006 ketika Geotermal Bedugul akan dibangun terdapat statement bahwa Bali akan padam, Bali akan gelap, lalu diembuskan oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab terhadap hidupnya kelistrikan di Bali.
Sampai akhirnya Gubernur Bali dan Ketua DPRD Bali memutuskan menolak. Sebagai bentuk tanggung jawab, maka jaringan Jawa Bali dibangun untuk support kelistrikan di Bali.
Bali diakuinya memang memerlukan kemandirian energi, tapi Bali adalah bagian dari NKRI, dan biarkan tanggung jawab kelistrikan itu di-handle oleh corporate yang tepat dan sudah ditunjuk oleh negara.
Sebenarnya sudah ada beberapa grup siap berkontribusi membangun Bali melalui Bali Go Green. Yang intens dua tahun sebelum G20.
“Grup yang mendukung juga sangat siap didukung pengalaman dan finansial yang memadai. Saya juga sudah beberapa kali berkesempatan diskusi prihal termaksud dengan tokoh sentral G20 waktu itu baik di Bali maupun di kantornya di Jakarta.
Sampai sekarang belum ada progres. Kita paham banyak faktor membuat semua hal bisa tertunda. Karena bali blackout muncul lagi embusan politisi kemandirian energi. Hal baik bagus terus didorong kepermukaan. Menunggu saatnya Bali siap,” jelasnya. (sar)