Wawancara Eksklusif

ARAK Bali Go International & Sampah Tuntas 2 Tahun, Wawancara Khusus Gubernur Bali Wayan Koster

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wawancara Khusus Pimpinan Redaksi Tribun Bali, Komang Agus Ruspawan dengan Gubernur Bali, Wayan Koster.

TRIBUN-BALI.COM - GUBERNUR Bali, Wayan Koster, sudah melalui 100 hari kepemimpinannya pada periode kedua ini. Berbagai sektor seperti penanganan sampah, kemacetan, wisatawan nakal masih menjadi permasalahan besar di Bali.

Apa saja gebrakan yang sudah dijalankan Gubernur Koster selama 100 hari, dan program prioritas yang apa akan dilaksanakan lima tahun ke depan untuk mengatasi berbagai pemasalahan di Bali? 

Berikut wawancara khusus Gubernur Koster bersama Tribun Bali di Rumah Jabatan Gubernur Jayasabha, Denpasar, pada Rabu 11 Juni 2025, yang akan disajikan secara berseri.  

Swastiastu Pak Gubernur. Meski agendanya padat setiap hari, tapi kelihatanya selalu tampak sehat dan fit. Apakah ini karena Bapak masih rutin minum kopi tanpa gula campur arak?

Sebelum saya menjawab itu, saya sampaikan bahwa sejak menjadi Anggota DPR RI, saya sudah terbiasa bekerja dari pagi sampai pagi lagi. Ikuti rapat dari pukul 09.00 pagi sampai pukul 02.00 dini hari. Saya selalu mengikuti rapat penuh di dewan.

Setelah menjabat sebagai Gubernur Bali pada 2018, sejak itu saya mulai minum kopi tanpa gula campur sedikit arak. Saya mendapat masukan dari kepala desa di Karangasem. Katanya khasiatnya sangat bagus untuk kesehatan.

Sampai sekarang saya masih rutin minum tiap pagi. Itu sudah jadi protap. Makanya, astungkara, saya selalu sehat. Tak pernah sakit. Bahkan flu pun tidak pernah. 

Kini, arak Bali sudah dilegalkan berdasarkan Pergub Bali Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali, yang diterbitkan pada 29 Januari 2020, bagaimana perkembangan produksi maupun distribusinya serta bagaimana nasib para petani arak? 

Begitu saya mengeluarkan Pergub Bali Nomor 1 tahun 2020 yang diberlakukan sejak Februari 2020, respon dari para pelaku usaha minuman arak cepat sekali. Mereka langsung melakukan riset. 

Dua tahun sejak berlakunya Pergub tentang arak ini, sejumlah produk arak Bali siap didistribusikan keluar dengan kemasan yang sangat bagus. Sampai saat ini sudah ada 66 produk arak Bali dengan merek berbeda-beda dan kemasan yang sangat bagus. 

Dan saya membimbing langsung, termasuk kemasan botolnya supaya bagus, kemudian juga dikasih aksara Bali sebagai identitas Bali.

Ini supaya bisa bersaing dengan kemasan produk-produk minuman alkohol dari luar. Menurut saya ya enggak jauh-jauh bedalah sama produk-produk minuman alkohol dari luar. Sekarang saya galakkan. Hotel dan restoran saya dorong untuk menggunakan produk arak dari Bali. 

Saya memastikan arak dapat bersaing sebab bahan bakunya dari pohon lontar, pohon kelapa, dan pohon enau. Dimana air yang dihasilkan merupakan air yang sangat steril dan air yang sangat sehat.

Kemudian diproses dengan cara tradisional yaitu destilasi. Jadi bahan baku dan proses pembuatannya itu sangat alami. 

Sehingga hasilnya itu juga sangat bagus. Nah, karena itulah dari segi kualitas saya memastikan arak Bali enggak kalah dengan minuman dari luar soju, sake, whisky, vodka maupun yang lainnya. Jadi kita boleh bangga.

Bagaimana rencana mengekspor Arak Bali ke China?

Ya, sebentar lagi Arak Bali go international. Kita akan segera ekspor ke China, sudah ada proses administratif. Tim dari China, pemerintah dan swastanya sudah melakukan kunjungan ke industri yang ada di Buleleng.

Industri tersebut bernama PT. Industri Lovina Industri Sukses. Industri tersebut telah memenuhi syarat badan POM, dalam kemasan minumannya terdapat pita cukai dan produk sudah memenuhi standar semua.

Tim China itu melakukan riset di sejumlah negara yang memiliki minuman beralkohol. Termasuk Bali, nah ternyata yang dipilih itu yang Bali. Jadi, enggak lama lagi saya kira realisasinya itu akan jadi arak Bali segera go international.

Selain mengekspor Arak Bali, apa yang menjadi program prioritas Bapak dalam 100 hari ini dan lima tahun ke depan?

Sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, pembangunan semesta berencana, ada beberapa program yang sudah kita siapkan. Tapi ada beberapa program prioritas di antaranya penanganan sampah, kemacetan, wisatawan nakal, dan persoalan air bersih. 

Terkait penanganan sampah yang menjadi sorotan dunia, gebrakan apa yang dilakukan?

Masalah penanganan sampah, pada periode pertama sudah kita mulai terapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 47 Tahun 2019 yang mengatur tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Provinsi Bali. Tapi waktu itu kurang maksimal karena Covid-19. Sekarang menjadi fokus di periode kedua saya. 

Pengelolaan sampah ini dikemas dalam Gerakan Bali Bersih Sampah yang terdiri dari dua kegiatan diantaranya pengelolaan sampah berbasis sumber dan pembatasan plastik sekali pakai. 

Kita berprinsip siapa yang menghasilkan sampah, dia yang harus menyelesaikan sampahnya. Jangan sudah membuat sampah, orang lain yang mengurusi sampahnya. 

Untuk melaksanakan gerakan Bali Bersih Sampah khususnya pengelolaan sampah berbasis sumber itu ada enam lembaga yang menjadi sasaran. Yang pertama adalah pemerintah provinsi, kabupaten dan kota sampai ke tingkat desa. Yang kedua juga kantor-kantor swasta itu harus punya unit pengelolaan sampah. 

Pengelolaan sampah sendiri di kantornya yang berarti pengelolaan sampah mandiri. Secara khusus Desa Kelurahan dan Desa Adat.

Karena di Bali kan ada 716 Desa Kelurahan dan 1.500 Desa Adat. Itu kan juga masyarakatnya melakukan aktivitas yang menghasilkan sampah. Itu harus dikelola secara tersendiri di tingkat desa.

Kemudian yang ketiga adalah pelaku usaha seperti hotel, restoran. Itu harus mengelola sampah sendiri. Yang keempat adalah lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi, sekolah menengah, dan sekolah dasar.

Yang kelima adalah pasar. Yang terdiri dari PD pasar milik pemerintah kabupaten, ada juga pasar rakyat di desa-desa adat. Itu harus memiliki unit pengelolaan sampah sendiri. Dan yang keenam adalah rumah ibadah.

Rumah ibadah juga harus mengelola sampahnya sendiri. Nah, itu semua menjadi target lembaganya. Dan saat ini dalam posisi semua perangkat daerah, kepala dinas terkait itu bergerak.

Sekarang kami mengenai pengolahan sampah berbasis sumber ini dengan gerakan Bali Bersih Sampah, saya pimpin langsung bersama Bupati Walikota sampai ke jajaran. Jadi kita terintegrasi dan terpadu.

Tidak lagi terpisah-pisah. Nah, tidak lagi menyodok ini Denpasar yang salah, ini Badung yang salah, kita ini Bali.

Ada yang menerapkan pengolahan sampah dengan sistem teba modern seperti Desa Cemenggaon di Sukawati kemudian juga ada Tong Edan yang di Desa Punggul Badung yang sudah sukses, apakah sistem-sistem seperti ini nanti juga akan diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Bali? 

Pengelolaan sampah ini sudah diberlakukan dan sudah diatur dalam surat edaran. Saya mendorong semua lembaga untuk mengelola sampahnya sendiri. Bisa dengan Teba Modern bisa dengan Tong Edan. Menurut pilihan lembaga tersebut, yang penting sampahnya di wilayahnya bisa di selesaikan sendiri. 

Nah, menurut saya Teba Modern itu simpel. Yang dimasukin dalam lubang teba itu merupakan sampah organik saja. Sampahnya dipisah jadi dua yaitu organik dan non-organik. Yang organik ini di dimasukkan di

Teba Modern kemudian selama berapa bulan itu jadi kompos. Menurut saya ini simple, ini kita dorong. Sekarang di Pemerintah Provinsi Bali semua kepala dinas, dinas-dinas itu sudah membuat Teba Modern. Saya dengar juga kabupaten kota sudah, di desa-desa lain juga banyak yang sudah meniru itu.

Lalu, bagaimana penerapannya sekarang di masyarakat atau desa-desa?

Sekarang ini masih tahap sosialisasi pengelolaan sampah di semua lini setelah SE nya sudah terbit dua bulan lalu. Semua pihak dilibatkan dengan tim di Pemprov, Pemkab dan Pemkot melibatkan komunitas lingkungan dan terintegrasi.

Ini akan dilakukan percepatan sampai Desember 2025 itu. Sehingga di tahun 2026 itu hasil sudah mulai kelihatan, dan juga dilombakan. Semua akan dilombakan Desa Adat.

Yang mampu mengelola sampah secara mandiri tuntas diberikan insentif penghargaan Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. Ini jadi motivasi dari desa-desa adat khususnya. Supaya termotivasi untuk menyelesaikan masalah sampahnya. 

Karena 60 persen lebih sampah itu ada di desa. Kalau desa ini tuntas maka TPA itu sudah tidak perlu lagi. Sehingga tinggal memikirkan sampah yang di perkotaan, industri dalam jumlah yang besar ini yang perlu penanganan tersendiri. 

Saya yakin target saya 2 tahun selesai. 2 tahun selesai dengan sistem Teba Modern maupun Tong Edan berbagai cara dan sistem. (ni luh putu wahyuni sri utami)

Berita Terkini