Hasil pengelolaan sampah organik di Bangdaus itu biasanya dipanen setahun sekali, menghasilkan fermentasi untuk bahan baku pupuk organik. Sementara sampah plastik dikumpulkan setiap hari, dan dua minggu sekali diambil oleh DLHP atau desa untuk dikelola di TPS3R atau TOSS (tempat olah sampah setempat).
“Jadi selama ini sampah rumah tangga saya sudah bisa dikelola. Sampah organik tidak sampai ke luar rumah. Kalau ini bisa diterapkan seluruh masyrakat, alahngkah bagusnya,” ungkap tokoh asal Pulau Ceningan, Kecamatan Nusa Penida tersebut.
Ia berharap konsep-konsep kelola sampah seperti itu, bisa diterapkan tidak hanya di rumah tanggal. Termasuk di pelantoran, intansi swasta maupun negara, hingga ke sekolah-sekolah.
“Kalau ada komitmen dan kemauan, sebenarnya tidak susah (kelola sampah). Cuma masalah sampah kalau terus dibahas, terus diperdebatkan tidak akan pernah selesai. Harus berani memulai dikerjakan (kelola sampah mandiri),” kata Suwirta. (mit)