Berita Klungkung

NUNGGAK Pajak Banyak Hotel dan Restoran di Nusa Penida, Keputusan Proyek Lift Kaca Pekan Depan!

Ia juga menyoroti penggunaan lahan di bawah proyek yang disebut-sebut berada di kawasan zona perlindungan. 

Tribun Bali/Eka Mita Suputra
Ketua DPRD Klungkung Anak Agung Gde Anom saat ditemui, Rabu 5 November 2025. Hotel dan Restoran di Nusa Penida Bali Masih Tunggak Pajak, Dewan Dorong Optimalisasi Pungutan PHR. 

TRIBUN-BALI.COM  – Ketua DPRD Klungkung, Anak Agung Gde Anom menegaskan pentingnya optimalisasi pungutan Pajak Hotel dan Restoran (PHR), khususnya di wilayah Nusa Penida, Klungkung. Menurutnya, masih banyak hotel dan restoran di kawasan tersebut yang belum melunasi kewajiban PHR. 

“Masih cukup banyak hotel dan restoran di Nusa Penida yang belum melunasi PHR. Karena itu, petugas dari keuangan (BPKAD) harus aktif jemput bola agar pungutan retribusi lebih maksimal,” ujar Gde Anom, Rabu (5/11).

Untuk mendukung langkah tersebut, DPRD Klungkung menambah anggaran sebesar Rp200 juta bagi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Anggaran tambahan ini akan digunakan untuk operasional petugas di lapangan agar dapat lebih optimal melakukan penagihan langsung.

“Dengan petugas yang turun langsung jemput bola terkait PHR ini, imbasnya tentu akan berdampak positif terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tegasnya.

Baca juga: WARUNG Gede Ropa Hancur Ditimpa Longsor, Usai Diguyur Hujan Seharian, Kerugian Ditaksir Rp25 Juta!

Baca juga: PECAT Tidak Hormat Bisa Diterima Oknum Petugas BNNK Buleleng yang Malah Pakai Narkoba !

Langkah ini diharapkan mampu memperkuat kinerja pemerintah daerah dalam menggali potensi pajak dan memastikan kontribusi sektor pariwisata berjalan optimal bagi pembangunan daerah.

Untuk diketahui, target PHR di Kabupaten Klungkung pada tahun 2025 mencapai Rp 100,2 miliar. Sementara realisasi tahun 2024 yang mencapai sekitar Rp 94,6 miliar lebih. 

Sementara itu, Panitia Khusus Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Pansus TRAP) DPRD Provinsi Bali masih melakukan pendalaman terkait izin pembangunan proyek Lift Kaca di Pantai Kelingking, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung

Ketika ditemui, Ketua Pansus TRAP DPRD Provinsi Bali, I Made Supartha mengatakan, hasil kajian terhadap proyek pembangunan lift kaca telah dirampungkan dan akan dibahas dalam rapat internal tertutup.

Hasil kajian tersebut akan menjadi dasar bagi DPRD dalam menentukan langkah selanjutnya terhadap proyek yang dinilai melanggar berbagai ketentuan tata ruang dan keselamatan.

“Jadi kajian dari Pansus TRAP hari ini (kemarin) kita clear kan. Pansus rapat internal tertutup terkait rencana pengambilan keputusan yang sudah kita datangi di wilayah Nusa Penida, khususnya di Desa Bunga Mekar,” ucap Supartha, Rabu (5/11). 

Menurut Supartha, berdasarkan hasil evaluasi di lapangan, proyek lift kaca tersebut ternyata memiliki tingkat risiko tinggi karena dibangun di tebing setinggi hampir 200 meter.

Namun, izin yang diajukan oleh pihak pengembang ke sistem OSS tercatat sebagai bangunan berisiko rendah sehingga perizinannya dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Klungkung.

“Pada waktu kita evaluasi lapangan, sidak itu ternyata berisiko tinggi. Karena itu kan tebing 180 meter, hampir 200 meter, sama dengan di sebelahnya yang dipakai bungee jumping. Mengapa ada perbedaan pengajuan OSS itu dari pemohonnya seperti itu? Karena kalau berisiko rendah itu kewenangannya di kabupaten, Tetapi faktanya, itu jelas berisiko tinggi,” tegasnya.

Dari hasil pengecekan lapangan, Pansus menemukan sejumlah izin yang diklaim telah dimiliki pengembang ternyata belum lengkap. “Waktu kami datang ke lapangan, kami cek izin-izin. Ternyata tidak ada, masih bolong-bolong, belum semua keluar,” katanya.

Lebih lanjut Supartha menjelaskan, proyek tersebut juga bertentangan dengan sejumlah regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, serta Perda Nomor 2 Tahun 2003 tentang Tata Ruang.

“Dari regulasi ini disebutkan bahwa tidak boleh ada kegiatan di tebing. Bahkan jaraknya sampai kurang lebih satu setengah kali kedalaman jurang baru boleh ada kegiatan di sampingnya. Jadi kalau jurang tingginya 180 meter, sekitar 270 meter dari tepi baru boleh ada kegiatan,” jelasnya.

Proyek lift kaca itu juga dinilai mengganggu estetika lingkungan dan bertentangan dengan Perda Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pariwisata Budaya Bali.

“Daya tarik Bali itu dari dulu adalah adat, budaya, dan alamnya. Orang datang ke Bali karena keunikan itu. Sekarang daya tariknya malah gelas-gelas kaca, itu tidak nyambung dengan konsep pariwisata budaya kita,” ujarnya.

Dari aspek keselamatan, proyek tersebut juga melanggar Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Bangunan dan Ketinggian Gedung serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (K3).

“Ketinggian bangunan kita maksimal lima lantai atau 15 meter, setinggi pohon kelapa. Sekarang ini tingginya 180 meter, dan lift-nya di luar gedung, bukan di dalam ruangan. Kalau nanti ada korban, bagaimana?” kata Supartha.

Ia juga menyoroti penggunaan lahan di bawah proyek yang disebut-sebut berada di kawasan zona perlindungan. 

“Sudah dibangun beton di bawah, padahal itu tanah negara. Harusnya ada izinnya. Itu sepadan tebing, sepadan jurang, dan belum ada izinnya. Zona perlindungan itu enggak boleh ada pembangunan,” ujarnya.

Terkait tindak lanjut, Supartha mengatakan bahwa proyek tersebut sementara ditutup hingga ada keputusan resmi. “Statusnya sementara tutup dulu sampai ada keputusan resmi. Nanti kita perdalam lagi dengan tim Pansus dan OPD terkait,” tegasnya.

Ia juga menyebut, jika terbukti terjadi pelanggaran administratif, sanksinya bisa berupa pencabutan izin hingga pembongkaran bangunan.

“Kalau itu masih sanksi administratif, tutup sementara, cabut izinnya, evaluasi perizinannya, evaluasi kegiatannya. Bisa sampai pembongkaran, itu sanksi administratif biasa,” ujarnya.

Namun demikian, ia menegaskan bahwa proses pemanggilan terhadap pihak investor akan dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sebagai penegak perda.

“Kalau pemanggilan investor, itu dilakukan oleh Satpol PP. Kami sudah minta Satpol PP untuk mendalami. Mereka sudah dipanggil dan sudah ada kesimpulannya,” jelas Supartha.

Pihaknya juga mengingatkan agar pengembang tidak menempuh jalur gugatan hukum tanpa dasar. “Kalau mereka mau menggugat, silakan saja. Tapi sudah jelas banyak regulasi yang dilanggar. Pemerintah punya kewenangan mengevaluasi,” katanya. 

Supartha juga menegaskan akan memberikan keputusan apakah proyek tersebut akan berlanjut atau tidak pada minggu depan. “Minggu depan kita putuskan dan akan sampaikan langsung pada eksekutif<” pungkasnya. (mit/sar)

 

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved