Berita Nasional

Rawat Bumi & Tingkatkan Ekonomi Dengan Keberlanjutan Lingkungan: Rajut Asa Untuk Maju Melalui Bambu

Bambu merupakan tanaman yang mudah ditanam dan memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, serta tidak membutuhkan perawatan khusus. 

istimewa
Masyarakat lokal tengah memanfaatkan bambu untuk dijadikan kerajinan bernilai guna, selain pemanfaatan, pelestarian juga dimaksimalkan oleh CIMB Niaga bersama KEHATI. 

"Tujuan penggunaan pinjaman adalah untuk kegiatan yang memberikan dampak positif terhadap lingkungan atau sosial," jelasnya.

Kemudian, melalui One House One Tree, Bank berinovasi memberikan kesempatan kepada setiap nasabah KPR CIMB Niaga berkontribusi dalam gerakan penanaman satu pohon untuk keberlanjutan bumi.

Ditemui terpisah, Direktur Komunikasi dan Kemitraan Yayasan KEHATI Rika Anggraini menyampaikan bahwa melakukan penanaman bambu ini mengatakan bambu ini sangat bermanfaat dan menghasilkan bagi masyarakat.

Dari 1.642 jenis bambu di dunia, 175 jenis bambu berada di Indonesia dengan 24 marga bambu. 

"Di Indonesia setidaknya ada 19 jenis bambu yang sering dimanfaatkan dan bernilai ekonomi tinggi," jelasnya.

Adapun 19 jenis bambu tersebut meliputi Bambusa Macullata, Bambusa Spinosa, Bambusa Blumeana, Bambusa Vulgaris, Bambusa Bambos.

Dendrocalamus Asper, Gigantochloa Apus, Gigantochloa Atroviolaceae, Gigantochloa Atter, Gigantochloa Manggong, Gigantochloa Nigrociliata, Gigantochloa Robusta, Gigantochloa Verticillate, Gigantochloa Pseudoarundinaceae, Gigantochloa Levis.

Kemudian, Neololeba Atra, Schizotachyum Brachycladum, Schizotachyum Silicatum, dan Schizotachyum Zollingeri.

"Bambu bisa menjadi alternatif kayu, sekali tanam untuk seumur hidup dan untuk serapan air, satu rumpun bisa menghasilkan 5.000 liter," ujarnya.

Untuk manfaat ekonomi, Rika menjelaskan bawah bambu dapat menjadi sumber daya yang lestari dan berkelanjutan dapat dipanen dalam waktu 2 sampai 5 tahun.

"Bambu bisa menjadi sumber berharga bagi industri pangan, bisa  diolah menjadi beragam produk. Secara global terdapat lebih dari 1.500 pemanfaatan bambu dan minat terhadap produk dari
bambu secara global meningkat," tutur dia. 

KEHATI mendukung pelestarian bambu di Indonesia berbasis masyarakat dengan membangun sinergi dengan para pihak salah satunya dengan Bank CIMB Niaga

Sejak tahun 2012, Yayasan KEHATI telah bekerjasama dengan Bank CIMB Niaga mendukung pelestarian dan pemanfaatan bambu berbasis masyarakat di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, serta Provinsi jawa Barat.

Kegiatan yang dilakukan mulai dari pembibitan penanaman, perawatan, pemanfaatan bambu, khususnya bambu betung, hitam dan tabah dengan melibatkan mitra lokal baik LSM, koperasi, petani bambu, khususnya perempuan. 

KEHATI mengedepankan visi alam lestari untuk manusia kini dan masa depan anak negeri, dengan keanekaragaman hayati yang tumbuh utuh secara alami.

Lapisan masyarakat bergerak bersama melestarikan dan meningkatkan nilai-tambahnya untuk memenuhi segenap kebutuhan hidup.

Sementara itu misi yang dijalankan adalah mengembangkan pengetahuan, kearifan lokal dan praktik-praktik pelestarian serta inovasi pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan yang berbasis ekosistem hutan, pertanian dan kelautan.

Memperluas gerakan ekonomi hijau dan budaya lokal berbasis pelestarian dan pemanfaatan nilai tambah keanekaragaman hayati secara berkelanjutan di tingkat lokal, nasional dan global.

Lalu, menggalang kekuatan angkatan muda millenial, khususnya masyarakat kota dan komunitas lokal untuk mendukung prinsip-prinsip dan praktik konservasi keanekaragaman hayati berdasarkan pola pembangunan berkelanjutan.

"Harapannya bambu menjadi penggerak ekonomi masyarakat dikelola sesuai nilai-nilai budaya dan agar masyarakat berdaya," jelasnya.

Tahun 2019 lalu, CIMB Niaga dan KEHATI melaksanakan peninjauan lokasi penanaman bambu tabah bertepatan dengan Hari Bambu yang diperingati pada 26 November.

Adapun tujuan strategisnya ialah program pelestarian dan pemanfaatan nilai tambah keanekaragaman hayati secara berkelanjutan yang diterapkan secara lebih luas dan efektif serta mampu membangun kemandirian pelaksanaannya di lapangan.

Kebijakan dan regulasi terkait konservasi keanekaragaman hayati yang berkeadilan serta tata kelola yang baik disusun dan diterapkan berdasarkan hasil pembelajaran, kearifan lokal dan ilmu pengetahuan.

Dukungan publik dan peran serta masyarakat terhadap konservasi keanekaragaman hayati maupun perbaikan tata kelolanya menjadi lebih nyata, kuat dan meluas.

Peninjauan ini dilaksanakan di Pemulan Bali Farm Cooking School, Banjar Patas, Taro, Kecamatan Tegallalang, Gianyar, ini sebagai upaya mendorong serta meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian dan pemanfaatan bambu.

Konservasi bambu memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat sekitar dengan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas para petani sehingga memiliki pemahaman budidaya dan pengolahan produksi pasca panen. 

Pelaksanaan program KEHATI dibagi ke dalam 3 ekosistem yaitu ekosistem kehutanan, ekosistem pertanian, dan ekosistem kelautan, yang mana konservasi bambu masuk dalam ekosistem pertanian.

"Dengan demikian para petani mendapatkan penghasilan dari penjualan produk bambu baik berupa rebung, furniture, maupun produk-produk Iainnya," jelasnya.

Yayasan KEHATI sebagai lembaga nirlaba bergerak untuk menghimpun, mengelola, dan menyalurkan dana hibah bagi pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati di Indonesia secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Selama lebih dari dua dekade, KEHATI telah bekerja sama dengan lebih dari 1000 lembaga lokal yang tersebar dari Aceh hingga Papua, serta mengelola dana hibah lebih dari 200 Juta US Dollar, salah satunya bersama CIMB Niaga.

Dana hibah tersebut antara lain berasal dari donor multilateral dan bilateral, sektor swasta, endowment fund, filantropi, dan crowd-funding.

Terdapat 4 pendekatan program meliputi kewilayahan ekologi, pelibatan dan partisipasi publik, berbasis masyarakat lokal dan adat, dan tatakelola yang baik. 

Pengamat: Perlu Aksi Konkret Langkah Nyata Untuk Ketahanan Lingkungan Berkelanjutan

Dalam wawancara dengan Tribun Bali, Dosen Fisipol Universitas Gajah Mada sekaligus mantan Koordinator Staf Khusus Presiden RI, Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana, menekankan pentingnya aksi konkret dengan langkah-langkah nyata untuk mengurangi risiko bencana dan meningkatkan ketahanan lingkungan, salah satu yang ditekankan adalah pelestarian bambu.

"Tanah provinsi bisa dijadikan hutan kota atau hutan desa dengan menanam tanaman yang dapat menyerap air, seperti bambu dan beringin. Menjaga pinggiran sungai dengan tanaman juga sangat penting untuk menjaga air," kata Dwipayana.

Dwipayana juga menekankan pentingnya pengaturan penggunaan lahan dan pembangunan yang berkelanjutan. 

"Perlu ada aturan jelas tentang penggunaan lahan, termasuk persentase area hijau dan tanaman yang dapat menyerap air, seperti bambu," katanya.

"Bambu-bambu atau pohon-pohon dilestarikan tidak asal dipotong, yang menyebab longsor terjadi karena air mengalir langsung ke sungai tidak terserap sehingga sungainya penuh," sambung dia.

Selain itu, Budayawan asal Bali ini juga menekankan pentingnya memasukkan manajemen risiko bencana dalam perencanaan pembangunan dan peraturan tata kota. 

"Curah hujan akan tinggi, maka perlu ada cara untuk menyiapkan antisipasi ke depannya. Jangan sampai setelah terjadi ribut, kita baru memikirkan solusinya," katanya.

Ia pun berharap bahwa pemerintah dan masyarakat dapat bekerja sama untuk mengatasi banjir di Bali dan meningkatkan ketahanan lingkungan. 

"Kita perlu aksi konkret untuk mengatasi bencana dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat," katanya.

Sementara itu Akademisi yang juga Pengamat Tata Ruang Perkotaan Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain menyampaikan Bali merupakan provinsi yang dikenal dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya.

Saat ini Bali menghadapi tantangan besar dalam mengelola sumber daya alamnya. 

Banjir yang terjadi di beberapa daerah di Bali menjadi bukti bahwa perencanaan dan pengelolaan lingkungan belum optimal.

Menurut dia, perubahan penggunaan lahan dari sawah menjadi bangunan dan villa tidak diimbangi dengan penghijauan telah menyebabkan penurunan kemampuan lahan untuk menyerap air hujan. 

Hal ini diperparah dengan kurangnya perhatian terhadap kearifan lokal dan pengelolaan lingkungan yang tidak berkelanjutan. 

Kata dia, perubahan penggunaan lahan dari agraris ke industri telah menyebabkan dampak sosial budaya yang signifikan. 

"Sawah jadi rumah, toko, vila, saluran air tersumbat. Perhatian serius Bali, peralihan fungsi lahan bila tidak dikendalikan membawa dampak luar biasa," katanya.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi holistik yang melibatkan pengelolaan lingkungan, kearifan lokal, dan pembangunan berkelanjutan. 

"Mitigasi risiko bencana, strategi holistik Bali punya gunung, hutan, danau, sungai, pantai, semua dikelola satu kesatuan bentang alam," kata dia.

Langkah konkret yang dapat dilakukan adalah memasukkan peraturan setiap bangunan dilengkapi biopori, sumur resapan, dan tanaman yang dapat menyerap air. 

"Sekolah, kantor, semua membuat sumur resapan, lumayan bisa membantu," katanya.

Selain itu, diperlukan juga penanaman pohon tertentu yang dapat menyerap air, seperti bambu, dan pengaturan penggunaan lahan yang lebih baik. 

Dengan demikian, Bali ataupun suatu daerah akan dapat menghadapi tantangan bencana dan membangun masa depan yang lebih berkelanjutan.

"Tidak hanya aturan, tapi juga kesadaran masyarakat untuk menjaga lingkungan," pungkasnya. (*)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved