Hari Pahlawan
LBH Bali Nilai Pemberian Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto Sebagai Upaya Mencuci Ingatan
YLBHI-LBH Bali meminta Presiden Prabowo Subianto agar mencabut gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada Presiden Kedua RI Soeharto.
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – YLBHI-LBH Bali meminta Presiden Prabowo Subianto agar mencabut gelar pahlawan nasional yang diberikan kepada Presiden Kedua RI Soeharto.
Pemberian gelar ini dinilai tak sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
Ignatius Rhadite, Kepala Advokasi YLBHI-LBH Bali mengaku kecewa, marah dan bertanya-tanya terkait pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.
Baca juga: Soeharto Termasuk dalam 10 Pahlawan Nasional yang akan Diumumkan Hari Ini
Menurutnya, hal ini adalah upaya mencuci ingatan masyarakat akan pelanggaran HAM yang terjadi dalam 32 tahun Soeharto berkuasa sekaligus upaya memutarbalikkan sejarah.
"Tentu penetapan Soeharto sebagai pahlawan memunculkan luka dan amarah besar bagi masyarakat sipil, apalagi bagi para korban yang sampai saat ini masih terus mencari keadilan," katanya saat dihubungi Senin, 10 November 2025.
Ignatius Rhadite memaparkan, dari berbagai dokumen, kajian dan laporan resmi baik dalam maupun luar negeri, telah terungkap secara jelas bagaimana sepak terjang Soeharto selama memimpin.
Banyak terjadi pelanggaran HAM bahkan dari awal menjabat hingga menjelang lengser.
Baca juga: KAPTEN Mudita Tak Masuk Daftar Pahlawan Nasional Tahun Ini, Presiden Umumkan 10 Nama, Ada Soeharto!
"Dalam konteks pelanggaran HAM, Soeharto bertanggungjawab terhadap pembantaian 65, Talangsari, Semanggi, Tanjung Priok, Tri Sakti, Petrus, sampai penculikan aktivis 1998," paparnya.
Tak hanya terkait pelanggaran HAM, sejumlah dokumen dan laporan juga menunjukkan praktik KKN yang dilakukan Soeharto dan kroninya.
Juga lewat UU penanaman modal asing di tahun 1966, Soeharto membuka investasi luar ke Indonesia dan menjual sumber daya alam ke luar, salah satunya Freeport.
Semasa berkuasa, sikap kritis juga dibungkam dengan berbagai cara.
Media yang berani mengkritik akan dibredel dan narasi dibuat hanya satu pintu sesuai versi pemerintah.
"Mahasiswa di kampus dibatasi ruang geraknya dalam menyampaikan aspirasi dan ekspresi. Lawan politik menjadi tahanan politik tanpa melewati peradilan yang sah," ungkapnya.
Sehingga saat lengsernya Soeharto atau saat Reformasi muncuk enam tuntutan yang beberapa di antaranya tegakkan supremasi hukum, adili Soeharto dan kroni-kroninya, hapus KKN dan menghapus dwifungsi ABRI.
"6 agenda reformasi pasca Soeharto diminta karena memang keenamnya itu dilanggar oleh Soeharto," imbuhnya.
Baginya, dengan rekam jejak tersebut, Soeharto tak layak dijadikan sebagai pahlawan nasional.
Apalagi dalam undang-undang jelas disebutkan, seseorang dapat menerima gelar kehormatan hingga gelar pahlawan apabila berkontribusi besar terhadap negara termasuk dalam perjuangan kemerdekaan.
"Tapi Soeharto ini justru mengkhianati rakyat dan mandat konstitusi, kepercayaan publik dan menciptakan ketakutan," paparnya.
Ia juga memaparkan masih banyak pelanggaran HAM pada masa Soeharto yang sampai saat ini tak kunjung selesai.
"Pemberian gelar pahlawan ini adalah upaya pemerintah mencuci ingatan, memanipulasi sejarah dan represi ingatan," imbuhnya.
Oleh karenanya, pihaknya mendesak agar Prabowo mencabut gelar pahlawan Soeharto karena dinilai tidak layak.
Pihaknya juga mengaku ironis saat Marsinah yang merupakan korban pelanggaran HAM pada masa Orde Baru mendapat gelar nasional bersamaan dengan orang yang harusnya bertanggungjawab terhadap pelanggaran HAM tersebut.
Bahkan sampai saat ini, kasus pembunuhan terhadap Marsinah masih belum terungkap. (*)
Berita lainnya di Pahlawan Nasional
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bali/foto/bank/originals/soeharto_20160127_154059.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.