Mengharukan, Perpisahan Bupati Badung Gde Agung Penuh Air Mata
Gde Agung dan istrinya Ratna Gde Agung, serta belasan SKPD, dan puluhan pegawai pemerintahan Badung tidak henti-hentinya menitikkan air mata.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, MANGUPURA - Anak Agung Gde Agung mengakhiri masa tugasnya sebagai Bupati Badung, Rabu (5/8/2015) Wita.
Perpisahan sang bupati terasa sangat mengharukan ketika Gde Agung dan puluhan pegawai menitikkan air mata.
Sebanyak 1.001 penari Sekar Jepun berbaris dari depan kantor bupati hingga pintu keluar Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung, Bali.
Mereka menampilkan tarian khas Bumi Keris itu.
Gde Agung pun berjalan di tengah barisan sembari ditaburi bunga.
Dalam perjalanan menuju pintu keluar puspem, Gde Agung dan istrinya Ratna Gde Agung, serta belasan SKPD, dan puluhan pegawai pemerintahan Badung tidak henti-hentinya menitikkan air mata.
Seakan ikut menangisi kepergian putra asli Badung itu, daun pepohonan sepanjang jalan juga berguguran.
Bertolak dari puspem ke Puri Ageng Mengwi, Gde Agung bersama istrinya tidak lagi menaiki mobil dinas, tetapi menggunakan kendaraan pribadi, mobil Avanza hitam DK 153 RA dan dikawal belasan Satpol PP Badung.
Ketua Perkumpulan Seniman Badung, Dr Nyoman Cakra mengatakan, tari Sekar Jepun disebabkan bunga Jepun memiliki berbagai filosofi.
Bunga Jepun merupakan bunga suci, saat jatuh dari tangkainya tetap bersih dan suci, pohonnya kokoh, dan akarnya tidak mengganggu tanaman di samping.
Sementara, filosofi dari 1.001 adalah, dari seribu pemimpin, Gde Agung merupakan sosok paling tak terlupakan.
Sebelum Gde Agung bertolak ke Puri Ageng Mengwi, berbagai hal unik sempat terjadi.
Seperti, saat baru tiba di puspem setelah mengikuti serah terima jabatan di Pemprov Bali, Gde Agung buang air kecil di toilet umum, tidak lagi menggunakan toilet di ruangan bupati.
Ketika menunggu acara perpisahan dimulai, Gde Agung tidak menunggu di dalam kantor bupati.
Dia memilih duduk di ruang tamu pemerintahan.