Bupati Anas Sebut Jembatan Jawa-Bali Tidak akan Merusak Budaya, Justru Ini yang Parah
Kini, Pemkab Banyuwangi sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur. Di antaranya, rencana double track rel kereta api Banyuwangi-Surabaya.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pembangunan jembatan Jawa-Bali disebut Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas, hanya sebagai sebuah ide atau gagasan yang dilontarkannya menyikapi kemacetan yang dilihat dan dirasakannya di sepanjang jalan ke Pelabuhan Ketapang, Senin (14/3/2016) lalu.
Gagasan itu muncul ketika Bupati Anas terjebak macet berjam-jam di Jalan Raya Ketapang ketika hendak mengikuti rapat koordinasi di Pelabuhan Penyeberangan Ketapang.
(Mangku Pastika: Hidupkan Tol Laut Ketimbang Bangun Jembatan Jawa-Bali)
Panjang antrean sampai 15 kilometer.
"Saat saya terjebak macet, wartawan bertanya apa kira-kira solusinya. Saya katakan harus ada tol di atas air yang menghubungkan Bali. Jadi, itu hanyalah ide dan gagasan. Kan tidak salah kalau seseorang melontarkan ide dan gagasan. Tapi harus dikaji secara mendalam, serta mendapatkan persetujuan dari dua belah pihak. Serius, ini hanya gagasan ketika ditanya wartawan, dan saya belum mengajukan ini kepada pemerintah pusat," ujar Bupati Anas saat dihubungi melalui telepon dari Denpasar, Bali, Kamis (17/3/2016) malam.
Mengapa harus membangun jembatan?
Bupati Anas menjawab tak ada solusi lain lagi.
Kalau tetap menggunakan jalur laut, antrean kendaraan tetap terjadi, bahkan berjam-jam.
Bali yang secara pemasaran sangat membutuhkan logistik dari Jawa, tentu sangat membutuhkan aksebilitas yang cepat.
Selama ini, banyak logistik berupa rempah-rempah busuk dalam kendaraan ketika lama antre di Ketapang.
"Bali dan Banyuwangi itu saling membutuhkan dalam bidang logistik. Kemacetan yang terjadi berjam-jam di Ketapang menyebabkan logistik yang akan dikirim ke Bali membusuk dalam antrean. Kan kasihan para pemasok dan konsumennya kalau dibiarkan begitu," ucapnya.
Terkait penolakan jembatan Jawa-Bali oleh tokoh-tokoh di Bali karena dapat merusak adat dan kebudayaan Bali, Bupati Anas mengatakan, rusaknya kebudayaan justru lebih parah disebabkan oleh adanya kemajuan teknologi informasi (TI), seperti media sosial.
Jadi, tidak benar kedatangan masyarakat Jawa ke Bali akan merusak budaya.
"Justru yang perlu diwaspadai itu adalah TI. Sebab melalui media sosial, semua kebudayaan terekspos. Baik yang bagus maupun jelek, semua terpampang di sana. Karena itu, menurut saya, keberadaan jembatan itu tak berpengaruh terhadap budaya Bali," tandasnya.
Kini, Pemkab Banyuwangi sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur.