Astaga, Bayi Lima Bulan Meninggal Dunia Seminggu Setelah Imunisasi

Demam tinggi itu disebut biasa terjadi selesai imunisasi, sehingga pihak Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo membekali Razqa obat puyer untuk demam.

Nova
Agung Pamuji (25) ayah dari Razqa Al Khalifi Pamuji, bayi berusia lima bulan menghebuskan nafas terakhirnya di Puskesmas 

TRIBUN-BALI.COM - Razqa Al Khalifi Pamuji, bayi berusia lima bulan mengembuskan nafas terakhirnya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Keluarga menduga ada kelalaian dalam penanganan yang berujung meninggalnya Razqa.

Agung Pamuji (25) ayah Razqa, warga Kelurahan Kalisari, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur itu menuturkan, awalnya Razqa yang dalam kondisi sehat itu dibawa untuk ikut suntik imunisasi DPT 3 di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo, Rabu (11/5/2016) lalu.

Setelah dilakukan suntik imunisasi DPT 3 pagi harinya, Razqa mengalami demam tinggi pada sore hari. Demam tinggi itu disebut biasa terjadi selesai imunisasi, sehingga pihak Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo membekali Razqa obat puyer untuk demam.

Kemudian, hari berlalu, Razqa masih mengalami demam tinggi meski pada Jumat (13/5/2016) sempat turun, namun naik lagi demamnya hingga hari Minggu (15/5/2016).

Pada hari Sabtu (14/5/2016), orangtua Razqa sempat memberikan obat penurun panas, yang diberikan dengan dosis 0,5 ml. Namun, karena sampai hari Minggu tak kunjung turun, keluarga memutuskan membawa Razqa pada Minggu malam ke UGD Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo.

"Sampai di sana saya sudah ngantri ketemu sama dokternya, kemudian ditangani dokternya. Istri saya yang bilang anak saya dari Rabu sampai hari ini masih panas apa perlu lalu cek darah. Lalu kata dokternya tidak usah," kata Agung, kepada Kompas.com, saat ditemui di rumahnya, Kamis (19/5/2016).

Agung melanjutkan, istrinya Ajeng Sri Septiani (29), sempat beberapa kali memastikan apakah benar anaknya tak perlu pemeriksaan darah. Sebab, demam anaknya sudah terjadi sejak selesai pemberian imunisasi.

Menurutnya, biasanya bila lebih dari dua hari sakit panas, maka perlu untuk mengecek darah.

"Dokternya hanya memberikan resep antibiotik dan obat penurun panas sanmol ditambahin dosisnya dari 0,5 menjadi 0,6. Dan tidak ada instruksi apapun setelah dokter memberi resep," ujar Agung.

Dalam penanganannya, prosedur pemeriksaan Razqa juga dinilai tidak tepat. Bukannya memeriksa di atas tempat tidur pemeriksaan, dokter malah menyuruh Ajeng untuk membawa bayinya untuk diperiksa di atas meja kerja.

"Dokternya bilang bawa ke sini saja (ke meja). Untung saya bawa kain buat alas karena di meja enggak ada bantal atau apa," ujar Ajeng, pada kesempatan yang sama.

Selesai berobat hari itu, kondisi Razqa keesokan harinya masih demam dengan kondisi naik turun, tidak ada perubahan seperti sebelumnya. Kemudian pada Selasa 17 Mei 2016 malam, kondisi tubuh Razqa mulai dingin.

"Selasa sudah agak mendingan, telapak tangan enggak panas, tadinya panas sekujur tubuh. Kaki tangan mulai dingin. Tapi dada sama kepala masih panas," ujar Agung lagi.

Namun, pada hari Rabu (18/5/2016), bayi Razqa mengalami sesak nafas dan demam kembali. Sehingga, orangtua pagi itu melarikan Razqa ke UGD Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo agar mendapat penanganan.

Tiba di sana, Razqa sempat ditangani dengan diberikan oksigen untuk pernafasan dan obat penurun panas melalui dubur. Razqa kemudian hendak dibawa untuk dirujuk ke rumah sakit. Saat dipindahkan ke ambulans, lanjut Ajeng, Razqa masih bernafas.

Halaman
12
Sumber: Nova
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved