Anak Sapi Mati Tanpa Jeroan Kembali Terjadi, Bekas Rumput Rusak Mencurigakan

Kematian anak sapi secara misterius karena organ dalam (jeroan) hilang, kembali terjadi

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Istimewa
CEK LOKASI - Polisi saat melakukan pengecekan ke lokasi kejadian matinya anak sapi dengan jeroan tak utuh di Desa Langgahan, Kintamani, Bangli, Rabu (3/10/2018). Ini merupakan kejadian ke-6 sejak akhir Agustus. 

TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Kematian anak sapi secara misterius karena organ dalam (jeroan) hilang, kembali terjadi.

Warga diminta tenang karena polisi masih menyelidiki.

Kematian anak sapi warga Desa Langgahan, Kintamani, Bangli ini, terjadi hanya berselang 5 hari, dari kejadian misterius sebelumnya.

Berdasarkan informasi, kematian anak sapi milik warga diketahui pada Rabu (3/10/2018) sekitar pukul 07.00 WITA.

Bangkai anak sapi jantan itu ditemukan 15 meter dari kandang, setelah pemilik sapi menemukan benda mirip plasenta (ari-ari).

Kasubag Humas Polres Bangli, AKP Sulhadi, saat dikonfirmasi membenarkan akan kejadian tersebut.

Kata dia, godel milik Ni Nyoman Sriasih itu sejatinya baru saja lahir.

Hal ini didasari dari pengakuan wanita berusia 47 tahun itu, yang menyatakan pada hari sebelumnya (Selasa, 2 Oktober 2018) sempat mengunjungi kandang, dan masih melihat sapinya dalam keadaan bunting.

“Tadi (kemarin, Red) pagi korban niatnya hendak memberi makan sapi, dan mengecek kondisi sapinya. Namun disadari indukan sapi itu sudah tidak bunting. Selain itu di sekitar kandang, korban juga menemukan benda mirip ari-ari. Sehingga ia menyimpulkan, sapinya sudah melahirkan,” ujarnya.

Anakan sapi yang tidak berada di kandang membuat Nyoman Sriasih penasaran, dan memutuskan untuk mencari godel itu.

Namun kenyataan justru berkata lain, godel yang belum genap berusia 1 hari itu, justru ditemukan 15 meter dari kandang dalam keadaan mati, dengan organ dalam yang hilang.

AKP Sulhadi mengatakan, pihaknya telah mendatangi lokasi ditemukannya bangkai godel itu, serta melakukan olah TKP.

Berdasarkan hasi pemeriksaan, polisi menemukan adanya bekas rumput rusak sepanjang 15 meter, dari lokasi kandang hingga titik bangkai godel.

“Tidak ditemukan jejak yang jelas di sekitar TKP, seperti jejak kaki, maupun ceceran darah. Ini disebabkan wilayah sekitar penuh dengan rumput. Mengenai organ yang hilang, utamanya pada tiga bagian. Yakni hati, paru, serta usus besar. Selain itu pada bangkai godel juga terdapat bekas gigitan pada bagian punggung belakang, berdekatan dengan ekor,” sebutnya.

Ia mengatakan, polisi tetap berupaya mengungkap kejadian yang meresahkan masyarakat, mengingat hingga kini tercatat lima ekor anak sapi masyarakat setempat mati secara misterius.

AKP Sulhadi juga mengimbau agar masyarakat tidak resah, serta lebih meningkatkan kewaspadaan terhadap ternaknya.

“Kami tidak ingin kejadian ini berkembang menjadi isu liar yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Seperti kejadian berbau mistis,” tegasnya.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan) Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan (PKP) Bangli, Sri Rahayu mengatakan, pihaknya telah turun ke lokasi untuk kembali mengambil sampel dari ternak yang mati di antaranya otak, darah, dan beberapa bagian daging.

Sample tersebut selanjutnya akan dikirimkan ke Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar untuk dilakukan uji lab.

“Paling tidak pertengahan Oktober ini hasil uji lab sudah keluar. Dari hasil itu, selanjutnya akan kami bandingkan antara sampel yang diambil seminggu lalu, dengan sampel pada hari ini (Rabu, 3 Oktober/2018). Tujuannya untuk melihat apakah ada kesamaan, atau tidak,” ucapnya.

Ia menegaskan, sasaran utama pihaknya di Dinas PKP adalah mengungkap kemungkinan penyakit, yang menjadi penyebab kematian ternak.

Ini karena kematian tidak terkategori klinis khas, melainkan cenderung misterius.

“Yang dimaksud klinis khas seperti penyakit rabies pada anjing, dengan salah satu ciri-cirinya takut sinar. Itu sudah jelas, bahkan sebelum kami ambil sample. Kalau yang ini kan tidak ada gejala,” ujarnya.

Sri Rayahu juga mengimbau masyarakat di wilayah Desa Langgahan, untuk sementara menempatkan godelnya di dekat pemukiman warga, khususnya pada malam hari, mengingat waktu kejadian tidak bisa diprediksi.

“Ini lebih pada upaya antisipasi, karena kejadian cenderung pada malam hari. Jika dikandangkan dekat rumah, masyarakat bisa lebih intensif melihat ternaknya,” ucap Dokter Hewan asal Desa Rendang, Karangasem ini.

Kejadian matinya godel milik masyarakat Desa Langgahan, Kintamani hingga kini tercatat sebanyak lima kali.

Empat godel di antaranya mati dengan kondisi tanpa isi jeroan, sedangkan satu godel mati dengan bekas luka di bagian leher, namun isi jeroannya utuh.

Diketahui pula, satu godel milik masyarakat setempat selamat, lantaran pemilik ternak mendengar indukan sapi terus menerus melenguh.

Namun demikian godel tersebut pincang karena terdapat luka di kaki belakang sebelah kiri.

Terhadap kejadian ini, pihak desa sejatinya telah menempuh jalur niskala, dengan menggelar upacara Ngayu Ayu Jagat pada Senin (24/9/2018) lalu, dengan tujuan untuk mengantisipasi kejadian serupa.

Perbekel Desa Langgahan Komang Dangkayana mengatakan, belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab matinya ternak warga ini.

Ia juga mengatakan, belum ada pembahasan lebih lanjut dengan prajuru adat setempat untuk kembali menggelar upacara nunas sica.

Dangkayana mengatakan, pihak desa telah bekerja sama dengan kepolisian untuk melakukan upaya pemasangan kamera pengawas.

“Kami tetap berpikir positif, bahwa serangan ini akibat hewan. Sebab itu, kami lakukan upaya pemasangan CCTV agar diketahui hewan apa yang menyerang ternak warga kami, dan bisa dilakukan penanggulangan,” harapnya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved