Gerak Lawan Bongkar Kebijakan Merugikan dari Pertemuan IMF-WB, Ada Utang Rp 200 Triliun

Dalam Konferensi Pers yang diinisiasi oleh Gerak Lawan di warung Kubu Kopi, terkait dengan pertemuan IMF-WB di Nusa Dua Bali

Penulis: Busrah Ardans | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/Busrah Syam Ardan
Konferensi Pers oleh Gerak Lawan di warung Kubu Kopi, Sabtu (13/10/2018), terkait dengan pertemuan IMF-WB di Nusa Dua Bali. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dalam Konferensi Pers yang diinisiasi oleh Gerak Lawan di warung Kubu Kopi, terkait dengan pertemuan IMF-WB di Nusa Dua Bali, dikritisi oleh Gerak Lawan sebagai bentuk imprealisme gaya baru.

Dengan tema World Beyond Banks (Dunia-Warga yang Melampaui Kuasa Bank), beberapa pembicara mengkritisi terkait pertemuan IMF-WB tersebut.

Merah Johansyah sebagai Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) satu di antara pembicara di sela-sela konferensi pers mengatakan pertemuan tahunan IMF-WB telah menghasilkan kesepakatan hutang baru senilai USD 13 Miliar.

"Dua hari lalu pemerintah menandatangani hutang baru sebesar USD 13 Miliar bersama 14 BUMN. Ternyata setengahnya yakni USD 7,7 Miliar itu ternyata dialokasikan ke sektor pertambangan. USD 13 Miliar jika dirupiahkan menjadi Rp 200 Triliun," kata dia menjelaskan.

Pihaknya menilai alokasi ke sektor pertambangan itu sangat merusak alam, dimensi sosial dan seluruh tatanan masyarakat rusak.

"Di Indonesia, luasan tambang mineral, batu bara, wilayah kerja migas, ekstraksi minyak bumi dan gas alam, kemudian geotermal, tambang karst. Kalau ditotal seluruhnya sudah 44 persen dari luas daratan Indonesia. Apalagi ini disuntik lagi dengan hutang. Saya tidak bisa membayangkan akan berapa banyak lagi luas lahan Indonesia dirampas. Akhirnya kita ini diberikan hutang untuk merusak diri kita sendiri," ucapnya meyakinkan.

Ia pun memeberikan contoh sebuah perusahaan tambang di wilayah Halmahera yang membuat masyarakat di sana mengungsi.

Satu di antara perusahaan yang mendapatkan kucuran dana itu lanjut dia ialah PT Antam.

"PT Antam itu perusahaan tambang mineral yang memiliki 55 konsesi di seluruh Indonesia. Satu contohnya di kabupaten Halmahera. Ada satu pulau kecil yang namanya pulau Gebe, yang habis satu pulau ditambang sama perusahaan ini. 100 persen hancur, masyarakatnya mengungsi," jelasnya lagi, Sabtu (13/10/2018) malam tadi.

Ia melihat ini sebagai contoh kontradiksi di Indonesia, sebagaimana Indonesia menggaungkan dan mengusung perubahan iklim.

"Artinya ini kontradiksi, di sisi lain Indonesia mengusung diri sebagai pengawal perubahan iklim. Nah perubahan iklim itu kan mengancam pulau-pulau kecil. Artinya lewat skema hutang ini pulau-pulau kecil kita akan hilang lagi, diancam oleh praktek-praktek pertambangan ini," ujarnya mengisahkan.

Contoh di atas disebutnya sebagai satu dari sekian banyak investasi yang bermula dari kesepakatan dalam pertemuan forum seperti IMF-World Bank Grup, juga institusi keuangan internasional di bawah pengaruh atau berafiliasi langsung dengan IMF-World Bank Group.

Sementara Ketua Panitia Lokal Gerak Lawan, Mardika saat ditanya usai konferensi pers mengaku pihaknya
memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menyikapi pertemuan tahunan yang diselenggarakan di Nusa Dua, Bali.

Apalagi, bertepatan dengan hari ini merupakan hari Saraswati yang mana umat Hindu memperingati sebagai hari Ilmu Pengetahuan, kata Mardika, maka dia mengajak masyarakat perlu menumbuh kembangkan ilmu pengetahuan.

"Kita kembangkan pengetahuan, termasuk tidak bisa dibohongi oleh kebijakan-kebijakan internasionalisme, tidak semata untuk IMF-WB, tapi hal-hal global lainnya terutama masalah hutang tadi," ujarnya.

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved