Kisah Pilu Ni Wayan Aprilia, Bayi Asal Klungkung Terlahir Tanpa Anus dan Kelopak Mata
Ni Wayan Aprilia Setianingsih menangis di dekapan ibunya, Ni Nengah Sureti (36), Kamis (11/1).
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Ni Wayan Aprilia Setianingsih menangis di dekapan ibunya, Ni Nengah Sureti (36), Kamis (11/1).
Balita berusia delapan bulan itu tidak memiliki kelopak mata. Ia juga terlahir tanpa anus.
Mata Nengah Sureti berkaca-kaca saat ditemui di rumahnya, di Banjar Tengah, Desa Gunaksa, Dawan, Klungkung. Tak pernah terlintas dalam pikirannya sang buah hati terlahir dengan keadaan demikian.
Tak juga ada yang aneh selama mengandung terlebih ia rajin memeriksakan kandungannya ke bidan.
"Saat diperiksakam normal saja, saya ada keanehan selama mengandung," ujar Sureti.

Hari yang ditunggu-tunggu tiba, putrinya itu lahir tanggal 4 April 2018 dengan normal di praktik bidan di wilayah Gunaksa.
Namun ketika lahir, putrinya itu tampak tidak memiliki hidung dan bahkan tanpa kelopak mata dan anus.
"Saat lahir bahkan seperti tidak ada hidungnya. Lebih terpukul lagi, saat dikasi tahu jika anak saya terlahir tanpa anus," ungkapnya.
Baca: Kisah Wayan Aprilia, Tiap 4 Hari Harus Beli Kantong Kolostomi Seharga 200 Ribu
Melihat kondisi putri bungsunya seperti itu, Sureti dan suaminya, Wayan Pejang merasa sangat terpukul.
Bidan lalu merujuk Ni Wayan Aprilia ke Rumah Sakit Bintang dan sempat rawat inap selama 12 hari di rumah sakit swasta di Klungkung tersebut.
Setelah mendapatkan pemeriksaan, bayinya di rujuk ke RSUP Sanglah untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Lalu dibuatkan anus di perutnya untuk buang air besar. Ada juga kantongnya, untuk tempat kotoran. Kantongnya ini kami harus ganti setiap empat hari sekali," ungkap Sureti.
Di sinilah permasalahan yang dialami Sureti dan Wayan Pejang. Setiap empat hari mereka harus membeli kantong kolostomi seharga Rp 200.000.
Kantong itu untuk tempat menampung feses (tinja) dan tidak ditanggung oleh BPJS.
Sureti dan Wayan Pejang merupakan keluarga miskin. Wayan Pejang hanya bekerja sebagai buruh serabutan dan Sureti hanya ibu rumah tangga yang sesekali mencari kayu bakar.