Tak Ada Sanksi Mengikat, PHDI Larang Ngaben Mulai Hari Ini Hingga 4 April 2019

Bagaimana kalau ada krama yang melanggar? Jika nantinya ada yang melanggar keputusan tersebut, Ketua PHDI Bali,

Penulis: Putu Supartika | Editor: Ady Sucipto
Tribun Bali/AA Gde Putu Wahyura
Ketua PHDI Bali, IGN Sudiana pada saat Pesamuhan Agung PHDI Bali, di Denpasar 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Untuk menjaga kesucian dan keberhasilan Yadnya Panca Wali Krama yang puncaknya dilaksanakan tanggal 6 Maret 2019, PHDI Bali melarang krama Bali melakukan atiwa-tiwa atau ngaben dalam rentang waktu dari mulai hari ini (Senin, 20/1) hingga 4 April 2019.

Hal itu merujuk pada keputusan Pasamuhan Madya PHDI Provinsi Bali Nomor 01/PESAMUHAN-MADYA/PHDI-BALI/VIII/2018.

Bagaimana kalau ada krama yang melanggar? Jika nantinya ada yang melanggar keputusan tersebut, Ketua PHDI Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana mengatakan tak ada sanksi yang mengikat.

"Kalau dari Parisadha sendiri ini sifatnya imbauan dan tidak ada sanksi. Termasuk dalam lontar tentang Panca Wali Krama juga tidak ada sanksi seperti di undang-undang, itu tidak ada, cuma peraturan," kata Sudiana ketika dihubungi, Sabtu (19/1).

Akan tetapi secara kepercayaan ada ikatan sanksi psikologis, karena menurutnya berdasarkan kepercayaan, sanksi tersebut terkait rasa.

"Menurut kepercayaan mungkin sanksi psikologis yang berkaitan dengan rasa. Kami tidak bisa memberikan sanksi tegas karena ini kepercayaan tidak seperti undang-undang," kata Sudiana, yang juga Rektor IHDN Denpasar.

Semisal ada yang telah merencanakan ngaben massal sejak jauh-jauh hari, ia mengatakan ada jalan keluarnya.

"Ngaben massal dimungkinkan walaupun jika dilihat dari keputusan sudah tidak boleh," kata Sudiana.

Jalan keluarnya yakni bisa melaksanakan ngaben sampai tanggal 31 Januari 2019 atau sebelum niwakang (pemercikan) tirta panyengker atau pamarisudha di Pura Besakih yang dilaksanakan tanggal 1 Februari 2019.

"Kalau ngaben ini sudah direncanakan dari lama, agar ngaturang guru piduka karena kita tak bisa kaku di Parisadha. Ngaturang guru piduka biar PHDI tidak kena beban psilologis. Kan Parisadha menyampaikan keputusannya kalau harus melaksanakan ngaben, yang bersangkutan minta ampura kepada Ida Betara di Besakih karena melaksanakan pengabenan sampai 31 Januari," kata Sudiana.

Dan pengabenan tersebut bisa dijalankan kalau yang bersangkutan berani atau nekat sampai tanggal 31 Januari 2019.

Diberitakan sebelumnya, bila ada krama yang meninggal setelah tanggal 20 Januari 2019, sesuai keputusan Pesamuan Madya, maka diatur sebagai berikut:

Apabila ada yang meninggal dunia boleh “mekinsan” di pertiwi dan dilakukan pada sore hari, namun tidak mendapatkan tirta pengentas.

Apabila yang meninggal adalah Sulinggih (dwijati), Pemangku atau mereka yang menurut dresta tidak boleh dipendem, secepatnya dikremasi dan juga diperkenankan untuk “ngelelet sawa”.

Bagi yang masih berstatus walaka tidak sampai munggah tumpang salu. Sedangkan bagi Sulinggih (dwijati) dapat dilanjutkan sampai munggah tumpang salu.

Ketentuan lainnya adalah, apabila memiliki jenazah belum diaben, agar nunas Tirtha Pemarisudha dari Pura Dalem Puri Besakih yang sebelumnya sudah dibagikan kepada seluruh umat Hindu di Bali, kemudian dipercikkan ke jenazah dengan terlebih dahulu menghaturkan upacara.

Sementara untuk dudonan atau rangkaian Panca Wali Krama dimulai tanggal 22 Januari 2019 yakni matur piuning dan ngaku agem.

Tanggal 1 Februari 2019 akan dilaksanakan upacara nunas tirta panglukatan dan pemarisudha. (*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved