Jokowi Beri Grasi Bagi Otak Pembunuhan Berencana Wartawan di Bali Ini
Dari ratusan napi yang memperoleh grasi itu, satu di antaranya adalah terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama.
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tidak hanya ingin membebaskan gembong teroris Abu Bakar Ba’asyir, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga memberikan grasi terhadap 115 orang narapidana (napi).
Dari ratusan napi yang memperoleh grasi itu, satu di antaranya adalah terpidana seumur hidup, I Nyoman Susrama.
Susrama merupakan otak pembunuhan berencana terhadap wartawan Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, pada Februari 2009.
Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Kelas II B Bangli, Made Suwendra, membenarkan adanya grasi dari Presiden Jokowi untuk terpidana Susrama.
"Iya benar," jawabnya saat dikonfirmasi Tribun Bali, Senin (21/1/2018).
Menurut Suwendra, grasi yang diberikan kepada Susrama adalah perubahan hukuman dari pidana seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
"Grasi yang didapat adalah perubahan hukuman. Dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman sementara. Hukuman sementara itu menjadi 20 tahun dari pidana penjara seumur hidup," jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, tim hukum yang ikut mengawal kasus ini yakni I Made “Ariel” Suardana terkejut mendengar informasi ini.
Sepengetahuan dirinya, Susrama dihukum seumur hidup melanggar 340 KUHP.
Bila sekarang Susrama mendapatkan keringanan hukuman dan perubahan jenis pidana dari hukuman seumur hidup menjadi pidana biasa, maka ia bisa mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat nantinya.
"Pembunuhan terhadap Prabangsa haruslah dimaknai sebagai kejahatan terhadap kemerdekaan pers," ucap pria yang juga pengacara ini, Senin (21/1/2018).
Pria yang akrab disapa Ariel ini pun menegaskan, pengungkapan kasus pembunuhan ini sangat rumit.
Pihak kepolisian harus ekstra keras mengusut kasus yang menjadi perhatian nasional ini.
Selain itu, putusan penjara seumur hidup terhadap Susrama juga dibarengi putusan pidana yang cukup berkeadilan.
"Seharusnya pemerintah memaknai itu sebagi penghormatan terhadap pilar demokrasi yang juga merupakan agen perubahan yaitu pers itu sendiri," tegasnya.
Prinsip Keadilan
Lebih lanjut pihaknya menyatakan, grasi yang diberikan mengurangi prinsip keadilan.
Apalagi grasi ini terkesan diobral.
"Bayangan kita saat itu adalah hukuman yang dapat disamakan atas kebebasan dia yang dibatasi juga seumur hidup. Obral grasi seperti ini menurut saya mengurangi prinsip keadilan itu sendiri," cetus Ariel.
Ia juga mengkritisi tim ahli hukum presiden melakukan koreksi sebelum pemberian grasi.
Pasalnya, berdasar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2010 memberikan kewenangan bagi presiden.
Namun, dikatakan Ariel seharusnya sejak berada di Kementerian Hukum dan HAM, semestinya sudah diberikan catatan terhadap kasus tertentu yang mendapat sorotan publik.
"Demi aspek keadilan dan asas kemanfaatan, maka grasi tersebut masih memungkinkan untuk dicabut dan dianulir lagi selama ada kemauan pemerintah selaku pihak yang mengeluarkan diskresi," ujarnya.
Sekadar mengingatkan, Surama dijatuhi pidana penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 15 Februari 2010.
Majelis hakim pimpinan Djumain dalam amar putusannya, menyatakan Susrama telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Prabangsa.
Susrama dijerat Pasal 340 KUHP.
Kasus pembunuhan Prabangsa ini berhasil diungkap polisi meskipun para pelaku telah berupaya keras menghilangkan jejak.
Eksekusi terhadap korban dilakukan di rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli, sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 Wita, pada 11 Februari 2009.
Susrama menjadi aktor intelektual dalam kasus pembunuhan terhadap Prabangsa ini, yang diduga terkait pemberitaan kasus dugaan penyimpangan proyek di Dinas Pendidikan dalam pembangunan sekolah TK Internasional di Bangli.
Susrama memerintahkan dua anak buahnya untuk menghabisi korban di belakang rumahnya.
Mayat korban kemudian dibuang di tengah laut Padangbai, Klungkung.
Mayat Prabangsa kemudian ditemukan mengambang di laut Padangbai, Klungkung, pada 16 Februari 2009 dalam kondisi mengenaskan.
Belum Tahu
Sementara itu, Anak Agung Panji Awatarayana mengaku belum mengetahui kabar terkait grasi yang diberikan kepada Susrama.
Namun jika memang benar kabar Susrama mendapatkan grasi, pria yang merupakan kakak tiri Prabangsa ini mengatakan menerima saja selama sudah sesuai aturan hukum yang berlaku.
"Kalau sesuai aturan hukum boleh dan memang bisa seperti itu, kita mau bilang apa? Kan kita terima saja. Kita juga tidak berharap apa setelah dia mendapatkan grasi ini. Yang jelas sudah sesuai aturan saja," ucapnya. (can/mer)