Ini Penyebab Rasa Trauma Tidak Mungkin Hilang Menurut Hari Imam Wahyudi
Mengalami kejadian traumatis merupakan hal yang berat dan bisa terjadi pada siapapun dan kapanpun.
Penulis: eurazmy | Editor: Rizki Laelani
Ini Penyebab Rasa Trauma Tidak Mungkin Hilang Menurut Hari Imam Wahyudi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Mengalami kejadian traumatis merupakan hal yang berat dan bisa terjadi pada siapapun dan kapanpun.
Jika sudah terserang 'traumatic syndrome', kecil kemungkinan rasa trauma ini bisa hilang sampai kapanpun.
Meski begitu, masih tetap bisa diredam. Tentu, dalam menangani kasus traumatik ini baik secara personal maupun kolektif, terpenting adalah penanganan secara multi kompleks
Konsultan Psikologi Dian Selaras Denpasar, Hari Imam Wahyudi, S.Psi., C.Ht. mengatakan, penanganan klien traumatic syndrome memang multi kompleks dengan melibatkan banyak pihak mulai dari ahli, lingkungan hingga dirinya sendiri.
Baca: Miss International 2017 Kevin Liliana Ngamuk Merasa Dilecehkan Pria Botak, Sumpah Jijik Banget
Baca: Wanita Muda Ini Diduga Cabuli 5 Bocah, Begini Modus yang Dilancarkan Sang Predator Anak
Baca: Korban Longsor di Buleleng Dimakamkan Berdampingan, si Bungsu Dipisahkan, Ini Alasannya
Baca: BREAKING NEWS- Legenda Sepak Bola Bali Made Sony Kawiarda Meninggal Dunia, Dikabarkan Terjatuh
Jadi, selain sudah dalam penanganan ahli psikolog dan psikiater, tentu juga membutuhkan dukungan dari lingkungan sosial.
"Bagaimana bisa sembuh kalau setiap saat, orang terdekat, orang sekitarnya terus menanyai masalahnya. Energi klien justru akan terforsir, mengungkit kembali memori luka klien, kembali merasa tertekan. Metode ini yang harus diubah. Ini yang masih banyak orang tidak paham," ungkapnya kepada Tribun-Bali.com, Rabu (30/1/2019).
"Sebagai contoh, sebagian besar rakyat Bali memiliki rasa trauma mendalam pasca-Bom Bali atau mungkin juga bencana gempa bumi dan gunung meletus."
"Kemarin juga ada berita remisi Presiden pada Abu Baasyir, wajar semua rakyat Bali langsung bereaksi keras. Ini wajar sampai kapanpun akan melekat. Sekali lagi, trauma tidak akan bisa hilang sampai kapanpun, kecuali sampai dia mati," ujarnya.
Baca: Ngurah Kantor Panik Lihat Adiknya yang Lumpuh Terjebak Dekat Gudang yang Terbakar
Baca: Setelah Ditelepon Bupati, Dinas PUPR dan DLH Gianyar Baru Gerak Bersih-bersih
Baca: Kejadian 20 Menit Sebelum Tsunami Banten, Foto dan Kata Terakhir Dylan Sahara pada Ifan Seventeen
Baca: Sepotong Cokelat Selamatkan Gadis 29 Kg dari Anoreksia dan Kematian, Begini Transformasinya
Dalam menangani kasus trauma, jelas dia, sebisa mungkin untuk tidak berfokus pada masalah.
Melainkan, klien harus dipacu dan dituntun untuk menghadapi, menyelesaikan masalahnya sendiri.
Dalam hal ini, cara berpikir klien harus diarahkan pada cara berpikir baru yang positif, melihat masalah dari perspektif berbeda.
"Terpenting adalah masing-masing individu bisa meredam emosinya. Bukan berarti gak boleh marah, itu wajar dan baik. Emosi harus dirilis, bukan ditahan."
"Terpenting dia sudah bisa mengendalikan emosi, menyikapi rasa traumanya sendiri," jelasnya.
Namun seringkali tingkat luka traumatik dan kualitas mental masing-masing individu dalam menghadapi masalah berbeda-beda.