Lahan Pertanian Produktif Sisa 2.170 Ha, Perumahan Banyak Gusur Area Pertanian

Data terbaru dari Dinas Pertanian Kota Denpasar menyebutkan, penyusutan lahan produktif tercatat terus mengalami penyusutan

Penulis: eurazmy | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Dwi Suputra
Info grafis. Lahan Pertanian Produktif Sisa 2.170 Ha, Perumahan Banyak Gusur Area Pertanian   

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Lahan pertanian di Kota Denpasar dari tahun ke tahun semakin menyusut.

Tingginya kebutuhan perumahan menjadi faktor utama terjadinya penyusutan lahan produktif ini.

Data terbaru dari Dinas Pertanian Kota Denpasar menyebutkan, penyusutan lahan produktif tercatat terus mengalami penyusutan sejak 2015 yang semula ada 2.509 ha. 

Namun di tahun 2019, lahan pertanian hanya tersisa 2.170 hektare (ha).

Namun jika merunut data dari Kementerian Badan Pertanahan Nasional mencatat lahan pertanian di Denpasar hanya tersisa 2.090 ha.

Penyusutan secara masif terjadi pada 2018 yang semula menyisakan 2.409 ha. 

Dinas Pertanian mencatat ada 42 subak (sawah) di Denpasar yang masih aktif berproduksi hingga sekarang. 

Penyusutan subak paling masif terjadi di Denpasar Selatan.

Dari 10 subak yang ada semula pada tahun 2015 ada 840 ha, kini tersisa 631 ha. 

Baca: Viral Demi Sukseskan Pemilu di TPS Terpencil, Bapak Ini Pikul Kotak Suara & Jalan Kaki Susuri Hutan

Baca: Inilah Kantong Suara Terbesar Jokowi dan Prabowo Versi Quick Count Poltracking, Ada 5 Daerah Ini

Kedua, dari 14 subak yang ada di Denpasar Timur yang semula berjumlah 701 ha di tahun 2015 kini menjadi 648 ha saja.

Lalu, dari 10 subak yang ada di Denpasar Utara 712 ha di tahun 2015, kini tersisa 651 ha dan dari 8 subak Denpasar Barat, dulunya 256 ha kini hanya sisa 240 ha.

Kepala Dinas Pertanian Denpasar, Gede Ambara Putra mengatakan, meski ada perbedaan data pihaknya dengan BPN, namun ia mengakui bahwa penyusutan lahan pertanian terus terjadi dari tahun ke tahun.

Setiap tahunnya, lanjut dia, penyusutan terjadi rata-rata mencapai 20-25 hektare per tahunnya, terlebih di Denpasar sebagai pusat kota.

Menurut dia, faktor ekonomi menjadi alasan para pemilik lahan terpaksa menjual tanahnya.

''Kebutuhan ekonomi kan beda-beda, ada yang dijual untuk upacara, sekolah anaknya, kita gak tahu. Tergantung kondisi ekonomi. Kalau ekonomi bagus ya, penyusutan gak akan ada,” kata dia, Rabu (17/4/2019).

Sumber: Tribun Bali
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved