Penari Gunakan Keraras hingga Kain Kasa, 'Baris Memedi' Tarian Pengantar Roh Menuju Nirwana

Masyarakat setempat percaya, tari Baris Memedi ini bertujuan untuk mengantarkan roh ke nirwana

Penulis: I Made Prasetia Aryawan | Editor: Widyartha Suryawan
Tribun Bali/I Made Prasetia Aryawan
Para penari Baris Memedi mepayas di areal Setra Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Rabu (15/8/2018). 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Desa Adat Jatiluwih hingga saat ini tetap melestarikan Tari Baris Memedi. Tarian ini biasanya dipentaskan oleh krama setempat saat ada upacara pengabenan gede.

Pada H-1 belasan warga setempat akan mepayas (berdandan) dengan menggunakan berbagai tanaman seperti keraras, daun palawa, kain kasa dan lain sebagainnya yang ada di setra Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan.

Keturunan Pemangku Pengempu Tari Baris Memedi, Jero Mangku Ketut Darmadi mengatakan, tarian yang disakralkan ini memang merupakan warisan dari leluhur yang sudah ada sejak dahulu.

Tari Baris serupa juga ada di Banjar Puluk-Puluk, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Tabanan.

Masyarakat setempat percaya, tarian ini bertujuan untuk mengantarkan roh ke nirwana.

Tari Baris Memedi.
Tari Baris Memedi. (Tribun Bali/Made Prasetia Aryawan)

“Tarian ini merupakan warisan leluhur yang sudah ada sejak zaman dahulu dan bersifat sakral,” ujarnya.

Darmadi mengungkapkan, tarian Baris Memedi ini termasuk langka, karena tarian ini dipentaskan saat ada upacara atiwa-tiwa saja atau saat ada upacara pengabenan yang tergolong besar. 

Untuk prosesnya, kata dia, baris memedi bisa dipentaskan setelah semua persiapan dinyatakan sudah dilalui.

Pertama yang akan melaksakan karya atau upacara ngaben tersebut melakukan penunasan restu ke pengempu (pengendali dalam niskala) tarian tersebut.

Kemudian nunas bangket (mapiuning) di taman setra. Setelah itu selesai, para penari ini akan mepayas atau berdandan di areal setra sebelum mereka menari di tempat pelaksanaan pengabenan.

"Jadi mereka tampil persis setelah sarana upakara datang dari beji," jelasnya.

Jro Mangku Darmadi mengatakan, pada saat menari kondisi para penari juga tidak bisa diprediksi terkadang para penari juga menari dalam keadaan sadar, setengah sadar, bahkan hingga tak sadar namun tetap dalam pengendalian.

Hal ini juga tergantung dari kondisi para penari masing-masing. Untuk jumlah penarinya juga tidak menentu, seperti berjumlah sembilan orang, 11 atau 12 orang, bahkan bisa lebih.

“Durasi menari juga tidak menentu, tergantung dari penamprat (komandan) yang memberi komando menaruh klatkat (sarana upakara) yang sudah diisi dengan rerajahan ini di atas kepala penari. Jika sudah diletakkan maka mereka akan kembali ke kuburan," ujarnya.

Usai menari, para penari akan mandi ke sungai sebagai wujud pembersihan diri. Kemudian kembali ke setra untuk nebusin artinya mengembalikan jiwa yang sebelumnya sempat tidak menyatu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved