Fakta-fakta TPA Princess House Children Denpasar Terungkap Setelah Kematian Bayi Elora

Fakta-fakta TPA Princess House Children Denpasar Terungkap Setelah Kematian Bayi Elora

Penulis: Rino Gale | Editor: Aloisius H Manggol
Tribun Bali / Firizqi Irwan
Polresta Denpasar merilis kasus terkait meninggalnya seorang bayi perempuan tiga bulan yang dititipkan di TPA PHC di Jalan Badak Sari Nomor 2A Denpasar, Bali pada hari Senin (13/5/2019) siang 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Diketahui, kasus bayi berumur 3 bulan meninggal di TPA Princess House Children yang sudah beroperasi selama tiga tahun di Jalan Drupadi, Denpasar.

Ternyata selama beroperasi, TPA ini tak mengantongi ijin dari Dinas terkait

Polresta Denpasar telah menetapkan LS (39) pegawai dan pemilik TPA NMSP (39) sebagai tersangka, Senin (13/5/2019) siang.

Mengetahui hal tersebut, Tribun Bali pun meminta tanggapan dari para orangtua yang pernah menitipkan anaknya di TPA Princess House Children di Jalan Drupadi tersebut.

Awalnya memang kaget dan bingung dengan alasan, adanya pemberitahuan dari pihak TPA via Whats'App (WA).

Isinya "Memohon maaf, karena untuk kepentingan penyidikan, TPA ditutup untuk sementara per 13 Mei 2019. Jika ada kelebihan pembayaran SPP, mohon kami diberi waktu untuk menyelesaikannya. Terimakasih".

"Saya sudah lama menitipkan anak saya ini sampai berumur tiga tahun. Saya kaget mendapat kabar seperti ini. Saya sih merasa aman-aman saja, toh anak saya dari 0 bulan sampai umur tiga tahun baik-baik saja. Tapi ya apa boleh buat, kejadiannya sudah seperti ini. Kita juga tidak mengetahui kalau setiap TPA harus ada ijin dari Dinas Sosial, Dinas Pendidikan dan Dinas terkait. Kita mengetahui memang TPA ini rekomendasi sekali," ujar salah satu orang tua yang ditemui dan tidak mau disebutkan namanya itu, Senin (13/5/2019).

Ia berharap, dengan adanya pengalaman seperti ini seharusnya pihak dinas terkait harus melakukan sidak ke setiap TPA di Bali terkait SOP perekrutan pengasuhnya dan juga legilitas TPA tersebut agar tidak terulang kelalaian seperti ini.

"Seharusnya Dinas-dinas terkait harus melakukan sidak, tidak hanya di setiap sekolah-sekolah saja. Yang saya ketahui memang setiap pengasuh itu menjaga sampai tiga bayi. Nah, terkait itu kan gimana SOP nya, apakah setiap pengasuh memegang tiga bayi?, Saya saja ngasuh satu anak begitu lelah. Kemudian bagaiman cara mendiamkan anak jika begitu rewel, itu kan harus diketahui," harapnya.

Kemudian, Pengacara/Jubir keluarga korban saat dihubungi Tribun Bali, Nengah Sudiarta menanggapi bahwa pihak keluarga masih sangat penasaran apa yang terjadi sebenarnya dalam kematian Elora itu.

Sudiarta mengatakan, persoalan ini tidak semata sudah ditemukannya dua tersangka.

Namun, apa yang menyebabkan Elora meninggal dunia.

"Tentu kami tidak puas walaupun sudah ditetapkan dua tersangka. Tapi bukanlah tujuan kami untuk mentersangkakan orang. Melainkan kami masih merasa terpukul. Sehingga kami masih menunggu hasil penyelidikan atau investigasi dari Polresta Denpasar," ujarnya.

"Bukan soal puas atau tidak puas sudah ditetapkan tersangka. Sesungguhnya apa sih yang terjadi pada cucu kami itu ? Hal itu yang menjadi penasaran bagi keluarga kami.

"Sementara saya tidak bisa memberikan statement lebih kepada awak media. Tapi kesimpulannya, apa sesungguhnya yang terjadi pada cucu saya ? Memang saya ketahui cucu kami meninggal karena kehabisan oksigen, tapi kan diluar dari gara-gara kehabisan oksigen itu kan kita mau tahu juga.

"Saya tidak tahu ada indikasi kekerasan atau tidak, hanya saja kenapa bayi umur tiga bulan itu dibodong dan ditengkurepkan dalam waktu yang lama," tutupnya

"Sehingga kami masih menunggu hasil penyelidikan atau investigasi dari Polresta Denpasar. Yah kami serahkan saja kepada pihak polisi yang sudah menyita cctv dan juga dokter forensik RSUP Sanglah yang mengetahui hasil otopsinya," tambahnya.(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved