Aksi 22 Mei 2019, Pemerintah Resmi Batasi Akses Media Sosial, Ini Sebabnya
Ia mengungkapkan saat ini Kominfo mengeluarkan kebijakan membatasi sementara akses media sosial.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA -- Pemerintah secara resmi membatasi akses media sosial dan massaging system agar video dan foto tidak mudah tersebar.
Langkah ini dilakukan mengatisipasi viralnya foto dan video hoax terkait aksi 22 Mei 2019.
Kebijakan itu disampaikan langsung oleh Menkominfo, Rudiantara yang menggelar jumpa pers, Rabu (22/5/2019).
Ia mengungkapkan saat ini Kominfo mengeluarkan kebijakan membatasi sementara akses media sosial.
Sedangkan untuk akses sms dan voice menurutnya tetap akan lancar.
Namun ada media sosial dan massaging system yang sementara ini akan dibatasi.
Karena foto dan video yang dianggap gampang memancing emosi.
"Untuk sementara saya mohon maaf, ini sementara dan bertahap, " kata Rudiantara
Ia mengatakan, di Indonesia ada sekitar 200 juta pengguna ponsel dan sebagian besar pengguna massaging system seperti whatsapp.
Kominfo juga membuat siaran pers berupa Imbauan Tak Sebar Konten Aksi Kekerasan dan Ujaran Kebencian
Berikut poing yang disampaikan Kominfo:
* Menyikapi maraknya peredaran konten negatif terkait dengan aksi unjuk rasa pada Rabu, 22 Mei 2019, berupa video aksi kekerasan, kerusuhan hingga hoaks video lama yang diberikan narasi baru berisi ujaran kebencian, Kementerian Komunikasi dan Informatika mengimbau warganet untuk segera menghapus dan tidak menyebarluaskan atau memviralkan konten baik dalam bentuk foto, gambar, atau video korban aksi kekerasan di media apapun.
*Imbauan ini dilakukan memperhatikan dampak penyebaran konten berupa foto, gambar atau video yang dapat memberi oksigen bagi tujuan aksi kekerasan, yaitu membuat ketakutan di tengah masyarakat.
*Kementerian Kominfo mengimbau semua pihak terutama warganet untuk menyebarkan informasi yang menyebarkan kedamaian serta menghindari penyebaran konten atau informasi yang bisa membuat ketakutan pada masyarakat ataupun berisi provokasi dan ujaran kebencian kepada siapapun.
*Konten video yang mengandung aksi kekerasan, hasutan yang provokatif serta ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA) merupakan konten yang melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.