Community

HMT Bali Lestarikan Budaya Melalui Motor Tua

Para pecinta motor tua ini sebenarnya sudah ada di Bali sejak lama

Penulis: Irma Yudistirani | Editor: Agung Yulianto
Tribun Bali/Irma Yudhistirani
Himpunan Motor Tua (HMT) Bali 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Irma Yudhistirani

PULUHAN lelaki bertubuh tambun dan kekar terlihat duduk santai di Pregina Art Point, Jalan Bypass Ngurah Rai 390A, Denpasar beberapa waktu lalu. Dengan mengenakan jaket dan rompi yang bertuliskan sebuah logo komunitas di Bali, para kaum adam tadi terlihat lepas bercanda dan berdiskusi kecil mengenai berbagai hal.

Mereka adalah anggota Himpunan Motor Tua (HMT) Bali. Meski terlihat sangar dan bertatoo, para pria tersebut ternyata 'jinak' untuk berbagai informasi mengenai komunitas yang saat ini telah memiliki ratusan anggota. Komunitas yang berdiri sejak tahun 1989 tersebut, memiliki anggota yang mengkoleksi berbagai jenis motor tua. Mulai tahun 1903 hingga 1970-an dari berbagai belahan dunia.

Sebut saja dari Inggris, Jerman dan Amerika dengan berbagai kapasitas atau CC. Yakni 50 cc hingga 1.200 cc. Untuk mereknya pun berbagai jenis. Mulai dari Norton, BSA, AJS, MATCLES, Sundap, Triumph, Jawa, WLA, WLC, Royal Enfield, NSU, Victoria, hingga BMW.

Menurut I Nyoman Suwela, Presiden HMT Bali, komunitas tersebut sengaja didirikan untuk membentuk masyarakat yang mencintai dunia otomotif.

Khususnya Sepeda motor tua di Bali. Baginya dengan mengoleksi hingga merawat motor tua, secara tidak langsung dirinya bisa melestarikan sebuah sejarah. Mengingat seiring berjalannya waktu, berbagai jenis motor dari berbagai merek ternama bergantian muncul. Oleh karena itu, berganti jenis motor berarti berganti pula adat dan budaya yang ada di Bali.

"Para pecinta motor tua ini sebenarnya sudah ada di Bali sejak lama. Namun belum ada nama klubnya. Pendirinya pun kemudian berpesan kepada kita supaya mempertahankan motor tua ini. Sebab dengan mempertahankan motor tua, berarti kita juga ikut melestarikan budaya di Bali. Dan sekarang menjadi tugas kami untuk melestarikannya dengan mendirikan HMT," ungkap Suwela, panggilan akrabnya.

Setiap Minggu, komunitas HMT rutin berkumpul di kafe yang juga dijadikan sebagai sekretariat HMT. Meski bertampang sangar, namun suasana keakraban dan kekeluargaan terasa hangat. Sesekali terdengar canda tawa mereka di tengah keramaian.

Mereka berkumpul tak sekadar minum dan makan di kafe. Bertukar info seperti spare part, jenis motor dan kondisi sosial yang terjadi di Indonesia.

"Kami juga dituntut untuk belajar bersabar karena untuk mendapatkan onderdil original yang sudah tidak berproduksi lagi sangat sulit. Butuh waktu setahun lebih untuk mendapatkannya," ujar pria berambut panjang ini.

Klub ini terbilang satu-satunya klub motor tua yang ada di Bali dan terdaftar legal secara hukum di Kesbanglinmas Provinsi Bali. Tak ingin anggota saja yang ikut melestarikan motor tua, HMT juga ingin mengajak masyarakat Bali untuk peduli dan melestarikannya.

Caranya, tertib berlalu lintas dengan tidak menerobos lampu merah, melanggar peraturan tanda rambu, tidak menyalakan sirine setiap konvoi; sering mengadakan kegiatan sosial seperti, donor darah, memberikan bantuan di panti jompo, panti asuhan, masyarakat kurang mampu dan korban bencana.

"Kegiatan sosial ini selalu diadakan setiap tahun menjelang perayaan hari ulang tahun HMT tanggal 28 Oktober," terang pria berusia 40 tahun ini.

Keberadaaannya di dunia sosial dan bertaat hukum seperti itu, diharapkan bisa merubah pandangan negatif masyarakat umum terhadap klub motor bisa berubah.

"Saat ini klub motor identik dengan kekerasan, tidak taat rambu, hukum dan lainnya. Untuk menghilangkan itu, HMT ingin mencontohkan pada mereka," terang bapak dua anak ini.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved