Community
Kompak Main Layangan Sejak Satu Komplek
Komunitas Mandala Tuban Bangga Bisa Pertahankan Budaya
Penulis: Niken Wresthi KM | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - “Mundur! Mundur!” teriak seorang laki-laki pada kesembilan kawannya yang ada di belakangnya, sambil tetap memegang erat senar layang-layang dengan kedua tangannya.
Kesembilan teman-teman di belakangnya itu, seketika mundur sambil bersorak, bersemangat untuk tetap mempertahankan laju terbang layang-layang mereka.
Cuaca panas di hamparan lahan terbuka di Padang Sambian, Denpasar, ternyata tak menciutkan nyali kelompok layang-layang Mandala asal Kelurahan Tuban, Kecamatan kuta, Badung ini.
Tak hanya cuaca yang terik, medan yang yang naik-turun tak menyulitkan pergerakan mereka dalam mempertahankan kestabilan layang-layang.
Putu Indra, seorang personil Mandala Tuban yang baru berusia 14 tahun, sempat terluka pada lututnya karena terperosok. Namun, tak satu pun dari mereka yang mengeluh.
“Yang penting bisa main layang-layang,” ujar Indra yang kini duduk di bangku kelas dua SMP Sunar Loka Tuban. Motivasi ini tampaknya juga dirasa setiap personil Mandala Tuban.
Gung Ocol, pria berusia 25 tahun yang dipercaya sebagai ketua Mandala Tuban ini, mengatakan bahwa kelompoknya berangkat dari hobi yang sama, yaitu bermain layang-layang.
“Awalnya kita memang teman-teman sekomplek rumah yang sama-sama suka main layang-layang. Akhirnya kita bentuklah kelompok ini,” kenangnya.
Nama Mandala sendiri, lanjutnya, diambil dari nama jalan tempat tinggal mereka, Jalan Mandala.
Mandala Tuban mulai berkumpul dan bermain layang-layang bersama sekitar 2006. Biasanya, tutur Ocol, mereka bermain di sekitar komplek rumah.
Mereka baru unjuk gigi pada ajang kompetisi pada festival layang-layang di Mertasari, Sanur, beberapa waktu lalu dan di Festival Legu Jering yang diadakan di Padang Sambian, Minggu (17/8/2014) kemarin.
Mereka mengaku sangat senang bisa turut memeriahkan hari kemerdekaan sambil menyalurkan hobi mereka. Gung Ledang, salah seorang personil Mandala Tuban lainnya, mengaku sangat bangga bisa bermain layang-layang.
Sebab, tutur lelaki yang kerap dipanggil Utuk ini, layang-layang sangat khas dengan budaya Bali.
“Kami bangga bisa main layang-layang, karena bisa turut mempertahankan budaya,” ucap laki-laki yang kini duduk di bangku kelas 3 SMP Sunar Loka, Tuban. (*)