Griya Style
Replika Borobudur di Gedong Suci Ciptakan Keheningan dan Kedamaian
ambar alam penuh pepohonan, dipercantik bias cahaya mentari dari belakang pegunungan jadi latar patung Budha ini. Sementara di sisi kanan dan kirinya.
Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Rizki Laelani
TRIBUN-BALI.COM, Gedong suci yang difungsikan sebagai tempat persembahyangan keluarga kini banyak dieksploirasi dengan berbagai desain sesuai selera pemilik rumah.
Penataan artistik pada Gedong juga melambangkan simbol-simbol khusus guna makin mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Seperti Gedong suci yang dibuat seniman patung I Wayan Kandi (alm), gedong ini dibangun dengan desain mirip Wihara lengkap dengan patung Budha.
Menantu Kandi, Ni Nyoman Ria Konitri (55) mengatakan, gedong suci yang hampir mirip Wihara itu sepenuhnya digarap oleh Kandi.
“Ayah buat sedikit demi sedikit, katanya perlu waktu sampai satu tahun. Ayah suka keheningan dan suasana damai, makanya patung Budha yang dibuat di sini,” ucap Koni saat ditemui Tribun Bali belum lama ini di kediamannya, Banjar Celuk, Kapal, Mengwi, Badung.
Pada bagian dalam gedong suci terdapat sebuah patung Budha besar berbahan pis kepeng (uang bolong) asli, sehingga warnanya dapat seragam.
Patung Budha itu dalam posisi duduk di atas bunga teratai yang disangga kura-kura, seperti tengah dalam pertapaan. Tingginya hampir mencapai 1,5 meter.
Tepat di belakang patung Budha itu, ada hiasan berupa lima stupa yang juga berbahan pis kepeng asli. Posisinya ditata berundak, sehingga bentuk stupa itu tampak menyerupai replika bangunan bersejarah, Borobudur.
Gambar alam penuh pepohonan, dipercantik bias cahaya mentari dari belakang pegunungan jadi latar patung Budha ini. Sementara di sisi kanan dan kirinya, diletakkan dua patung Budha yang lebih kecil, berwarna merah dan putih.
“Sebenarnya ajaran Hindu dan Budha hampir sama. Masing-masing mengajarkan kedamaian,” terang Koni yang sehari-harinya bekerja sebagai perawat.
Pada dinding lainnya, terdapat sebuah kertas berisi kata-kata pencerahan dari sang Budha, isinya : Jangan takut dan gentar. Tidak akan terjadi apapun pada dirimu yang bukan bagianmu (karmamu).
“Ayah benar-benar bijak. Beliau sering mengingatkan, kalau sedih, jangan terlalu sedih, kalau gembira ya jangan berlebihan. Semua orang mengalami hal yang sama,” ujar Koni mengingat perkataan mertuanya.
Konsep yang ingin disampaikan Kandi, tampaknya bisa dibaca dengan jelas dari ukiran yang memenuhi ketiga sisi dinding gedong suci.
Meskipun patung yang ada lebih mengesankan keyakinan akan Budha, namun Kandi memasang pula gambar ketika terjadi percakapan antara Arjuna dan Krisna di atas kereta sebelum peperangan dimulai.
Sang Krisna dikenal sebagai sosok yang arif bijaksana. “Makanya ayah membuat kisah itu. Barangkali dia menganggap keduanya sama-sama mengajarkan Dharma, kebaikan,” tambah Koni.