Satu Kampus di Kopertis VIII Bali-Nusra Diduga Jual-Beli Ijazah

Di lingkup Kopertis Wilayah VIII Bali-Nusa Tenggara (Nusra), ada satu perguruan tinggi swasta (PTS) yang diduga menerbitkan ijazah palsu

Penulis: Sunarko | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
kompas.com
Ilustrasi ijazah palsu 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penelusuran terhadap praktik jual beli ijazah dan penggunaan ijazah palsu oleh Perguruan Tinggi (PT) yang tidak diakui pemerintah, terus dikembangkan oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Ristek Dikti).

Bahkan, kemarin Menteri Ristek Dikti, Mohamad Nasir menyatakan, ada 187 alumni University of Berkley Michigan America (UBMA) yang kini menduduki jabatan strategis di berbagai lembaga.

Padahal, meskipun namanya berbau Amerika, University of Berkley Michigan America yang dimaksud merupakan universitas tidak berizin dan berlokasi di Jalan Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat.

UBMA merupakan salah-satu dari 18 perguruan tinggi swasta yang ditengarai melakukan jual-beli gelar dan menerbitkan ijazah palsu.

Selain UBMA, satu PTS yang juga dicurigai memperjualbelikan ijazah palsu adalah STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) Adhy Niaga, Bekasi.

Sementara itu, di lingkup Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah VIII Bali-Nusa Tenggara (Nusra), ada satu perguruan tinggi swasta (PTS) yang diduga menerbitkan ijazah palsu.

Namun demikian, PTS itu tidak berlokasi di Provinsi Bali melainkan di Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur).

"Berdasarkan laporan yang saya punya, ada 187 alumni perguruan tinggi itu (UBMA) yang menduduki jabatan penting. Silakan laporkan balik kalau ada yang tidak terima dikatakan berijazah palsu," kata Nasir di Jakarta, Rabu (27/5/2015).

Menurut Kemenristek Dikti, ijazah palsu adalah ijazah yang diberikan kepada para lulusannya tanpa perlu mengikuti proses perkuliahan yang lazim.

Sejauh ini, Nasir mengatakan ada belasan universitas lainnya yang dicurigai memperjualbelikan ijazah palsu.

Ia mengatakan, kesimpulan tersebut didapatkan berdasarkan informasi di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) yang dikelola kementeriannya. 

"Dari pendataan ulang yang kami lakukan, ditemukan berbagai masalah dan kejanggalan. Banyak pengaduan dari masyarakat kepada kami. Salah satunya, soal ijazah palsu dan ada juga yang memperoleh ijazah tanpa melalui proses pembelajaran yang baik," kata Nasir menjelaskan.

Sebelumnya, Nasir melakukan inspeksi mendadak ke dua universitas yang dicurigai memperjualbelikan ijazah palsu, di antaranya University of Berkley Michigan America, Jakarta, dan STIE Adhy Niaga, Bekasi.  

"Di Bekasi, kami minta mereka tunjukkan dokumen terkait proses pembelajaran di universitas tersebut. Namun, mereka tidak mampu menunjukkan proses pembelajaran yang layak," kata Nasir. Sementara itu, University of Berkley Michigan America diketahui tidak berizin.

Saat ini, Kemenristek Dikti tengah menugaskan tim audit akademik yang terdiri dari tujuh orang untuk menyelidiki instansi-instansi lain yang terlibat dalam pengeluaran ijazah palsu.

Bila ditemukan adanya pelanggaran pidana, Nasir mengatakan akan langsung melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.

Sebelumnya, Kemenristek Dikti mengungkapkan ada 18 kampus yang diduga menjual dan menerbitkan ijazah palsu. 

Kampus-kampus itu berada di lingkup Kopertis Wilayah III (Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi), Kopertis Wilayah IV (meliputi sejumlah daerah di Jawa Barat) dan Kopertis Wilayah VIII Bali-Nusra.

Di lingkup Kopertis Wilayah VIII Bali-Nusra, berdasarkan data yang ada, sampai Desember 2014 terdapat sebanyak 158 PTS, dengan peta penyebaran sebagai berikut: Provinsi Bali sebanyak 56 PTS, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 53 PTS, dan NTT (Nusa Tenggara Timur) sebanyak 49 PTS.

Sementara itu, ketika ditanya melalui telepon tentang kasus jual-beli ijazah dan penerbitan ijazah palsu, Koordinator Kopertis Wilayah VIII Balis-Nusra, Prof Dr I Nengah Dasi Astawa, keberatan untuk memberi keterangan.

“Lebih baik kita wawancara langsung saja, `kopi darat`. Kalau wawancara lewat telepon, dan saya tidak tahu betul masalahnya, nanti hasil wawancara saya bisa diletakkan pada konteks berita yang tidak tepat,” kata Astawa ketika dihubungi Tribun Bali.(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved