Art and Culture

PUTU BONUZ: Kedudukan Sosial Seseorang Bisa Dilihat Dari Gelasnya

Bentuk gelas dibuat beraneka, ada yang pegangannya tinggi ramping, lebar dan pendek. Itu bisa menjadi pertanda tingkat kedudukan sosial seseorang.

Penulis: Ni Ketut Sudiani | Editor: Irma Yudistirani
Tribun Bali/ I Nyoman Mahayasa
Putu Sudiana Bonuz. 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Memikirkan apa yang tidak dipikirkan orang lain.

Menghormati apa yang selama ini diabaikan kebanyakan orang.

Terus terjadi dialog dan pertarungan tak berkesudahan antara batin, imajinasi, dan pikiran.

Gambaran itulah yang mewarnai karya terkini Putu Sudiana Bonuz yang ditampilan dalam sebuah pameran tunggal di Lodtunduh, Ubud, Gianyar, Bali.

Dalam eksebisi bertajuk Because life is delicious itu, Bonuz menyuguhkan objek yang sesungguhnya jauh dari apa yang lama digelutinya, yakni lukisan abstrak.   

Ada 24 lukisan yang digarapnya dalam kurun satu tahun belakangan ini.

Kesemuanya mengeksplorasi  sebuah objek yang sejatinya seringkali dia temui dalam kehidupan sehari-hari.

Gelas, lengkap dengan botolnya, menurut Bonuz ternyata memiliki makna tersendiri bagi setiap orang.


(Tribun Bali/ I Nyoman Mahayasa)

Bentuk gelas dibuatnya beraneka, ada yang pegangannya tinggi ramping, ada pula yang lebih lebar dan pendek.

Masing-masing boleh dikata menjadi pertanda akan tingkat kedudukan sosial seseorang dalam masyarakat.

Bonuz begitu peka menemukan makna dan simbol-simbol yang dimiliki benda-benda itu.

Dia dengan jeli meminjamnya untuk dituangkan dalam kanvas dan seakan mengingatkan publik akan apa yang diabaikan selama ini.

“Pernahkan kita beryukur setelah minum kopi? Segelas kopi, wine, tuak menjadi bentuk pergaulan sosial seseorang. Kelasnya bisa terbaca dari sana. Misalkan saja, siapa mereka yang biasa minum tuak, atau berada dalam lingkaran peminum wine,” jelas Bonuz.

Gagasan mengangkat gelas, dan berbagai botol minuman itu berawal dari ritual sehari-harinya yang selalu dimulai dengan minum kopi.

Muncul kespontanan untuk menggoreskannya dalam berbagai teknik, menjadi sketsa-sketsa lepas.

Hingga akhirnya berkembang menjadi ide yang utuh.

Kesemuanya lalu dikumpulkan dan dipersiapkan sebagai karya utuh yang dihadirkan untuk publik.

“Prosesnya sangat menarik. Saya seperti kembali ke masa saat pertama kali belajar dunia seni rupa. Meskipun selama ini saya lebih banyak bermain di abstrak, tapi saya tidak takut untuk keluar, mencoba yang berbeda,” jelasnya.

Bonuz menambahkan, objek utama yang dihadirkan dalam pameran terkininya sebentuk perayaan pada hidup.

Sebagaimana tajuknya, Because life is delicious, seyogyanya seseorang menikmati setiap proses yang dilewatinya.

“Coba kita nikmati proses minum kopi. Sama halnya dengan upacara minum teh. Di sana ada seninya. Menggenapkan perilaku kita sebagai komunitas sosial. Ada komunikasi dan etika, bukan seperti di media sosial yang sesungguhnya tidak sosial,” katanya.


(Tribun Bali/ I Nyoman Mahayasa)

Seniman kelahiran Nusa Penida, Klungkung itu menyampaikan, apa yang dikaryakannya saat ini bukanlah proses akhir.

Bukan pula yang seterusnya menjadi identitas maupun gaya yang akhirnya menstempel dirinya.

Lukisan berikutnya boleh jadi akan sepenuhnya berbeda dengan apa yang dilihat publik sekarang.

“Tapi apapun bentuk yang saya buat, tetap menyiratkan sesuatu yang menjadi karakter saya. Seperti garis yang kaku, posisi yang dominan statis, dan pilihan warna yang cenderung gelap,” tandasnya. (*)

Info ter-UPDATE tentang BALI, dapat Anda pantau melalui:

Like fanpage >>> https://www.facebook.com/tribunbali

Follow >>> https://twitter.com/Tribun_Bali

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved