Bentrokan di Lapas Kerobokan
Terdakwa dan Saksi Rusuh di Lapas Kerobokan Saling Memaafkan
Berhasil meloloskan diri dari serangan, Diaskara melihat rekannya, Dore, telah bersimbah darah.
Penulis: Putu Candra | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Empat terdakwa kasus kerusuhan di Lapas Kelas II A Kerobokan Denpasar, Bali, yakni I Putu Heri Saptrawan, Kadek Lingga Yanuarta, I Wayan Sumerta, dan I Made Atmaja Eka Putra, meminta maaf kepada saksi sekaligus korban kerusuhan, Putu Diaskara alias Putu Semal.
Mereka tampak bersalaman di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Selasa (31/5/2016), saat sidang pemeriksaan saksi.
Sidang kerusuhan yang pecah pada 17 Desember 2015 itu dikawal ketat aparat kepolisian Polresta Denpasar dan Polsek Denpasar Barat, dibantu TNI.
Polisi bersenjata lengkap dan berpakaian preman terlihat sudah berjaga-jaga sebelum sidang digelar.
Pengamanan ekstra ketat ini guna mengantisipasi terjadinya gesekan antarormas seperti yang terjadi pada sidang sebelumnya.
Dalam persidangan, saksi Putu Diaskara alias Putu Semal menceritakan, awalnya dia berada di dalam Blok C, kemudian diajak oleh (Alm) Robot bersama empat rekan lainnya menjemput seorang teman yang dilimpahkan dari kejaksaan ke lapas setempat untuk ditahan.
Saat melintasi area aula lapas, Diaskara melihat para terdakwa bersama rekan lainnya berkumpul.
Namun dirinya tidak curiga jika akan diserang oleh kelompok penghuni Blok C.
"Jarak dari Blok D ke aula sekitar 700 meter. Kejadian itu di tempat terbuka yakni di aula. Setelah jalan, tiba di TKP terjadi bentrok dan kami menyelamatkan diri masing-masing. Seketika mereka menyerangkan kami. Saat berjalan posisi saya paling belakang," jelas terpidana kasus narkoba ini di hadapan majelis hakim, pimpinan Achmad Peten Sili.
Diaskara pun tidak habis pikir mengapa mereka melakukan penyerangan lantaran dirinya tidak merasa ada masalah dengan kelompok tersebut.
"Saya tidak tahu masalahnya. Kami tidak pikir kalau mereka menyerang. Kami tidak saling kenal dan tidak ada gesekan," tegasnya.
Saat penyerangan, diakui Diaskara, beberapa anggota kelompok itu mengejar dirinya kemudian memukul dan menendang secara membabi buta.
"Mereka banyak sekali, ada yang mau menusuk dan memukul saya. Seingat saya, saya dipukul, diinjak dan jatuh tiga kali. Saya mencoba bertahan menangkis pukulan dan tendangan. Di taman saya dikejar lagi dan jatuh, kaki saya luka lecet. Saya lolos dari serangan kemudian lari menuju pintu keluar," ujar Diaskara.
Berhasil meloloskan diri dari serangan, Diaskara melihat rekannya, Dore, telah bersimbah darah.
Ia pun mengangkat Dore dan meminta petugas memanggil ambulance.
"Saya lihat teman saya, Dore, sudah banyak keluar darah, saya tolong dan ambil baju untuk mencegah pendarahan. Saya minta petugas memanggil ambulance," tuturnya.
Mendengar keterangan saksi, Hakim Achmad Peten Sili bertanya apakah ada petugas saat terjadinya penyerangan.
"Ada petugas nggak waktu kejadian," tanya hakim.
"Ada petugas tapi tidak ada yang melerai atau menolong saya saat jatuh. Mungkin mereka takut," jawab Diaskara.
Saat ditanya tim penasehat hukum para terdakwa terkait dengan penyerangan, Diaskara mengaku tak memberikan perlawanan.
Dirinya hanya fokus untuk meloloskan diri dari penyerangan.
"Bagaimana mau melawan, kami tiba-tiba diserang dan tidak ada pikiran akan diserang. Saya hanya berlari dan berusaha lolos dari mereka," jawabnya.
Usai kejadian, Diaskara dibawa ke RS Sanglah untuk dirawat.
Berdasarkan hasil visum, ditemukan luka-luka akibat pukulan.
"Setelah kejadian, saya dibawa ke RS Sanglah, besoknya dikembalikan ke lapas. Saat dibawa ke rumah sakit, saya merasa kepala, kaki dan tangan sakit karena pukulan dan tendangan," terang Diaskara.
Penasehat hukum para terdakwa pun bertanya kepada saksi apakah mau memaafkan pelaku.
Diaskara menyatakan mau memaafkan.
"Secara pribadi saya sama para terdakwa tidak ada masalah, yang penting mereka sadar dan sampai saat ini saya pertanyakan apa dasar mereka pukul saya. Saya pasti memaafkan kalau mereka mau menjelaskan apa masalahnya," ucapnya.
"Seharusnya para terdakwa yang meminta maaf kepada saksi," sela Hakim Peten Sili.
Para terdakwa pun kemudian berdiri, mendekat dan berjabat tangan meminta maaf kepada Diaskara.
Keempat terdakwa membenarkan, tidak membantah keterangan Diaskara.
Bahkan para terdakwa merasa bersalah dan menyesal telah memukul saksi.
"Jangan hanya di persidangan kalian bilang menyesal, setelah keluar kalian bikin rusuh lagi. Apa yang kalian lakukan harus siap dengan konsekwensinya," ujar Hakim Achmad Peten Sili.
Sidang kembali digelar Selasa mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dewa Arya Lanang Raharja. (*)