Mengharukan, Tanpa Lembu dan Bade, Suara Alam ‘Turut Doakan’ Pedanda Made Gunung
Tidak ada kemewahan seperti lembu berhias emas dan bade tumpang 11. Prosesi kremasi yang dilaksanakan pada hari Wraspati Paing Kulantir ini hanya
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Sejak pagi, ribuan umat Hindu di Bali sudah berkumpul dan berdesakan di Jaba Geriya Kemenuh Purnawati, Kemenuh, Blahbatuh, Gianyar, Bali, Kamis (21/7/2016).
Mereka yang berasal dari berbagai kalangan, baik tua maupun muda, ingin mengantarkan dan mengawal proses kremasi sang pencerah umat, Ida Pedanda Gede Made Gunung.
(Suara Cicitan Burung Terus Menggema Sepanjang Proses Kremasi Ida Pedanda Gede Made Gunung)
Raut-raut wajah sedih tampak menghiasi sepanjang perjalanan Ida Pedanda menuju ke setra setempat.
Tidak ada kemewahan seperti lembu berhias emas dan bade tumpang 11.
Prosesi kremasi yang dilaksanakan pada hari Wraspati Paing Kulantir ini hanya menggunakan bangunan berbentuk seperti joli, yang disebut dengan Taman Pebasmian Sri Wedari.
Wadah ini dibuat dengan konsep taman, sebagai manifestasi dari pusat kehidupan.
Upacara pelebon Ida Pedanda memang dibuat sederhana, sesuai wasiat beliau kepada putranya sebelum meninggal.
Sang pencetus dharma wacana bernama walaka Ida Bagus Gede Suamem ini menghembuskan napas terakhir di ICU Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar, pada Rabu (18/5/2016), dalam usia 65 tahun setelah dirawat beberapa hari akibat stroke.
Meski sederhana, namun aura keagungan tampak menyelimuti sepanjang jasad Ida Pedanda menjadi abu.
Ratusan burung hinggap di pepohonan sepanjang jalan dengan cicitannya yang sulit diartikan, seolah ikut mendoakan kepergian sang penyelamat umat dari kebodohan.
Dalam Pebasmian Sri Wedari ini memiliki konsep layaknya bhur, bwah, swah.
Pada utama mandala pebasmian ini dibuatkan desain balai ngambang. Balai berukuran 3x3 meter berwarna putih yang berada di utama mandala Taman Pebasmian Sri Wedari ini, dikelilingi telaga sehingga memberikan kesejukan.
Utama mandala pada Taman Pebasmian Sri Wedari ini dibatasi penyengker berwarna putih berukuran 7,5 x 7,5 meter, dihiasi dengan ukiran perak.
Di empat penjuru penyengker ini, juga dibuatkan masing-masing pintu berupa apit jurang.
Di luar penyengker itu juga dihiasi tumbuh-tumbuhan dengan aneka bunga, sehingga terlihat taman yang memancarkan keindahan dan kemegahan.
Di luar lokasi tersebut juga disiapkan penyengker yang menjadi batas areal madya mandala, berukuran 15x12 meter.
Pembuatan taman ini sudah didesain sejak 4 Juli lalu, bersama seluruh sisya dan krama, hingga baru rampung pada Senin 18 Juli lalu.
"Rampungnya baru Senin kemarin, didesain oleh semua krama. Konsep mekolem seperti ini, sebenarnya memang ada dan khususnya untuk pedanda, tapi karena lokasinya di jaba griya, sehingga saya siapkan yang seperti ini, " kata putra Ida Pedanda Made Gunung, Ida Bagus Made Purwita Suamem.
Wadah yang merupakan konsep baru ini dibuat karena Ida Pedanda tidak meminta bade maupun lembu yang biasa digunakan dalam prosesi kremasi.
"Ini wujud persembahan saya selaku putra Ida, karena untuk palebon ini Ida tidak meminta lembu atau bade," katanya.
Pukul 12.30 Wita, jasad Ida Pedanda Gede Made Gunung diusung oleh putranya Ida Bagus Purwita beserta 21 nanak Ida Pedanda, dari Griya menuju tempat pebasmian.
Setelah itu jasad Ida diusung mengelilingi madya mandala Taman Pebasmian Sri Wedari sebanyak tiga kali, setelah itu jasad Ida dinaikkan dari barat, untuk diletakan di pebasmian.
Prosesi ini dijaga ketat ratusan sisya dan nanak Ida Pedanda tujuannya untuk menghalau api yang membakar jenazah tidak merembet ke luar pebasmian.
Satu armada pemadam dari BPBD Kota Denpasar juga dikerahkan, untuk mengamankan situasi.
Hingga prosesi berlangsung, situasi tetap kondusif.
Penglingsir Puri Ageng Mengwi, Anak Agung Gde Agung, juga menghadiri prosesi tersebut.
Dia berharap roh Pedanda dapat mencapai tujuan akhir manusia, yakni murning acintya.
“Semoga almarhum murning acintya, mencapi kebebasan sesuai hasil perbuatannya selama melayani umat, “ ucap mantan bupati Badung ini. (*)