Pedagang Kantin RSUP Sanglah Mengeluh Rugi Besar, Wisada : ‘Keluhan Kecil, Tidak Usah Dihiraukan!’
Penilaian JCI yang dilakukan selama empat hari berturut-turut sejak 8-11 Agustus membuat banyak pedagang kantin di RSUP Sanglah Merugi
Penulis: Sarah Vanessa Bona | Editor: Eviera Paramita Sandi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Penilaian Joint Commission International(JCI) yang dilakukan selama empat hari berturut-turut sejak 8-11 Agustus membuat banyak pedagang kantin di RSUP Sanglah merugi.
Hal tersebut dikarenakan pedagang yang tidak berjualan selama penutupan sementara tersebut tak mendapatkan untung penjualan dan tetap harus membayar uang sewa kantin setiap bulannya.
Seluruh kantin yang terletak di selatan RSUP Sanglah memang ditutup serentak karena tak memenuhi standar penilaian JCI, Jumat(12/8/2016).
Seorang pedagang kantin yang enggan disebutkan identitasnya mengaku mendapatkan surat edaran tentang penutupan kantin selama penilaian JCI dari pihak RSUP Sanglah.
Pedagang yang dalam sehari dapat memperoleh omset penjualan sebanyak Rp 650 ribu tersebut mengaku rugi banyak.
"Bukan lumayan lagi, tapi rugi banyak karena 'kan tetap bayar uang sewa tiap bulan," keluhnya.
Pedagang tersebut menjelaskan setiap bulannya ia membayar biaya sewa sebesar Rp 550ribu.
Biaya sewa tersebut belum termasuk dengan biaya-biaya lainnya seperti biaya bangunan dan biaya pengeluaran air (PAM).
Ia juga mengaku pengeluaran tidak menentu karena terkadang ada yang melakukan pungutan mendadak.
"Bayar inilah, bayar itulah, dikira jadi pedagang disini untung terus," komentarnya.
Kantin-kantin di RSUP Sanglah juga sempat ditutup selama seminggu saat penilaian JCI pertama beberapa bulan yang lalu.
Ia juga heran mengapa tahun ini kantin harus ditutup padahal tahun-tahun sebelumnya saat penilaian JCI kantin tidak pernah ditutup.
Pedagang tersebut berasumsi bahwa pengelola kantin takut apabila RSUP Sanglah tidak dapat memenuhi permintaan JCI mengenai standar kantin.
Standar kantin tersebut meliputi ruang kantin yang harus bersih, tersedianya air panas, lantai kantin berupa keramik, dan semua makanan minuman harus steril dari kuman dan bakteri.
"Men kenyataannya kita dikasih sewa yang begini. masa dagangnya yang ganti keramik, memangnya kita berapa dapat untung,"kritik pedagang tersebut.
Ia mengeluhkan kantin-kantin yang setiap bulannya membayar sewa harus ditutup sementara pedagang kaki lima yang berjualan di sebelah gedung Pusat Jantung Terpadu (PJT) dibiarkan berjualan keliling dan berkeliaran di areal parkiran.
"Ini namanya kesenjangan sosial. Itu pedagang kaki lima itu yang jualan di dekat IGD sama PJT penghasilannya perhari sampai 900 ribu karena kami tutup," ujarnya sambil merapikan dagangannya.
Ia juga berpendapat ditutupnya semua kantin tentu membuat karyawan RSUP Sanglah kelabakan saat ingin sarapan dan makan siang.
Terkait dengan rencana dilakukannya renovasi pada kantin, pedagang tersebut enggan mempercayai hal tersebut.
"Tidak ada kaitannya dengan renovasi. Itu trik mereka saja bilang renovasi diisi penutup seng-seng di sepanjang kantin," kritiknya.
Kabag Hukum dan Humas RSUP Sanglah, Putu Putra Wisada, mengatakan kantin-kantin ditutup sementara karena akan dilakukan renovasi untuk pemenuhan standar-standar kantin sesuai penilaian JCI.
Kantin akan kembali dibuka usai penilaian JCI dan renovasi akan dilakukan secara bertahap.
Wisada yang juga selaku Ketua Koperasi Pegawai Negeri(KPN) Kamadhuk RSUP Sanglah mengatakan selama ini kantin bekerjasama dengan KPN Kamadhuk dalam menjalankan usaha.
KPN Kamadhuk menyewa lahan milik RSUP Sanglah dan mengelola semua kantin yang berada dalam lahan tersebut.
"Semua kantin berada di bawah naungan koperasi Kamadhuk dan koperasi yang mengelola," kata Wisada yang mengaku tidak hapal data mengenai biaya sewa kantin dan kontrak kerjasama antara koperasi kamadhuk dan kantin.
Wisada mengaku justru koperasi yang merugi karena kantin-kantin tersebut ditutup.
Ia juga mengatakan pedagang kantin tak perlu mengurus masalah penutupan kantin karena itu tanggungjawab koperasi pada RSUP Sanglah.
"Saya yang malah rugi karena saya yang mengelola dan bertanggungjawab mengenai kantin. Mereka bukan mengontrak, saya yang bayar ke RSUP Sanglah," ujarnya gusar
Wisada juga membantah adanya pedagang yang masih berjualan disebelah IGD saat tim penilai JCI bertandang ke RSUP Sanglah.
Ia mengatakan Pedagang Kaki Lima(PKL) yang liar selalu diusir oleh satpam dan bahkan pernah melibatkan satpol PP karena tempat itu bukan areal pedagang.
Selama ini KPN Kamadhuk hanya bekerjasama dengan kantin-kantin di selatan RSUP Sanglah.
"Keluhan-keluhan kecil yang tidak berbobot dan punya kepentingan pribadi tidak usah dihiraukan," tutupnya saat dikonfirmasi via telepon. (*)