Ini Beberapa Pernyataan Ahli Toksikologi dari Pihak Jessica yang Dianggap Tidak Sesuai Fakta
Menurutnya, kesaksian Budiawan seakan-akan ingin mengatakan bahwa bukti-bukti itu tidak ada kaitannya.
Penulis: Ida A M Sadnyari | Editor: Ida Ayu Made Sadnyari
TRIBUN-BALI.COM - Ahli toksikologi kimia dari Universitas Indonesia, Budiawan, yang dihadirkan tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso, mengatakan, golden evidence dalam kasus kematian Wayan Mirna Salihin adalah barang bukti nomor 4 (BB 4).
Pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016), seperti disiarkan oleh Kompas TV, Budiawan menjelaskan, tidak adanya intervensi yang dia maksud karena pada saat cairan lambung itu diambil, jenazah Mirna belum diberi formalin.
Berbeda dengan BB 5, yakni sampel lambung Mirna yang terdapat 0,2 mg per liter sianida diambil setelah Mirna diformalin.
"0,2 kemungkinan karena intervensi dan pasca-kematian. Saya setuju dengan ahli sebelumnya itu pasca-kematian, ada jurnalnya," kata dia.
Dengan tidak ditemukannya sianida dalam cairan lambung Mirna dan organ tubuh lainnya, Budiawan meyakini tidak ada sianida yang masuk ke dalam tubuh Mirna.
"Saya ragu apakah ini bisa menarik kesimpulan. Bukti di organ-organ lain tidak ada sianida, jelas tidak ada sianida di tubuh Mirna. Berdasarkan data ini, tidak ada sianida," ucap Budiawan.
Dikonfirmasi terpisah oleh Kompas TV saat jeda di persidangan, Ahli Toksikologi Forensik dari Mabes Polri Komisaris Besar Nur Samran Subandi yang ikut menyimak kesaksian Budiawan menanggapi, Budiawan menganalisis data-data sekunder yang diberikan penasihat hukum sedangkan pihaknya menguji fakta dan barang bukti sehingga ada perbedaan pendapat.
“Seperti kesaksiannya terkait jumlah sianida yang sedikit 0,2 mg per liter bukan berasal dari sianida yang dari luar, tetapi kita sebagai saksi ahli yang melakukan pemeriksaan berdasarkan barang bukti yang ada yakin sekali karena sianida itu berasal dari luar,” tegas Nur Samran .
Sebab dalam pemeriksaan tersebut juga ditemukan pasangannya juga ada di dalam lambung, natrium yang jumlahnya jauh lebih besar, tidak imbang.
Menurutnya, kesaksian Budiawan seakan-akan ingin mengatakan bahwa bukti-bukti itu tidak ada kaitannya.
“Tidak boleh begitu, foreksik itu harus melihat keselarasan yang ada. Ada banyak faktor yang menyebabkan turunnya kadar sianida di dalam lambung korban. Termasuk waktu yang lama baru dilakukan analisis sehingga ada penurunan kadar antara yang masuk dengan kadar yang dideteksi dalam lambung,” jelasnya.
Selain itu, pernyataan saksi ahli Budiawan ini juga ditanggapi, yang mengatakan, kadar sianida 7.400 mg/liter itu akan mempengaruhi lingkungan sekitarnya bisa menyebabkan semua orang yang ada di sana pingsan.
Menurut saksi Ahli Toksikologi Forensik ini, pihkanya sudah pernah melakukan pengujian berkali-kali menggunakan sianida dengan jumlah yang sama namun dirinya tidak mengalami apa-apa (pingsan) seperti yang diungkapkan saksi ahli Budiawan.
Demikian juga halnya penambang liar yang menggunakan sianida dengan jumlah besar tidak ada yang mati karena terpapar uap itu.
“Pernyataan itu sangat tidak sesuai dengan fakta,” tegasnya.