Citizen Journalism

Drone dan Kesakralan Bali, Ada yang Menyebut Leteh, Tapi Kini Digunakan Memantau Gunung Agung

Terlepas pro dan kontra, saat ini penggunaan teknologi drone juga sangat membantu bagi pemerintah khususnya, untuk

Istimewa
Ilustrasi gambar keindahan Bali yang diambil dengan menggunakan drone 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Di salah satu sudut Lapangan Niti Mandala Renon tampak beberapa anak muda yang sedang asyiknya dan mahir memainkan remote dari pesawat tanpa awak yang sering disebut dengan Drone.

Drone pertama kali dibuat diperuntukkan sebagai penunjang tempur dari instansi militer Amerika, tetapi saat ini drone dapat digunakan oleh semua orang.

Saat ini penggunaan drone telah merambah ke dalam berbagai hal mulai dari  hobi, pendidikan, kebudayaan, kebencanaan, dan lain sebagainya.

Baca: VIDEO Beberapa Kali Dicoba, Drone Untuk Gunung Agung Belum Berhasil, Hari Ini Akan Terbang Lagi

Baca: Baru di Ketinggian 1.800 Meter, Tiba-Tiba Kamera Drone Untuk Gunung Agung Bermasalah

Dalam dunia kebudayaan, drone sangat membantu dalam memberikan sudut pandang dokumentasi sosial budaya yang berbeda.

Dulu di awal pengajuan subak sebagai warisan budaya dunia dibutuhkan dokumentasi foto udara untuk menunjang berkas pengajuan ke UNESCO.

Salah satu cara untuk mendapatkan foto udara tersebut, maka pemerintah menyewa helikopter yang harganya sangat mahal dengan waktu terbang yang singkat serta penuh resiko dan hasilnya kurang memuaskan.

Tetapi dengan teknologi drone pengambilan foto dan video udara menjadi mudah dan murah.

Ilustrasi
Ilustrasi (Istimewa)

Dokumentasi sudah menjadi bagian yang vital jika kita berbicara tentang kebudayaan.

Kebudayaan bisa saja punah dan tidak ada satupun yang dapat mengetahui kapan itu bisa terjadi, oleh karena itu dokumentasi dapat membantu kita dalam menyimpannya.

Dahulu orang Bali telah melakukan pendokumetasian berupa tulisan diatas lontar, batu, dan logam yang berisikan peristiwa masa lalu dan perkembangan sosial budaya saat itu.

Setelah datangnya bangsa asing ke pulau Bali mereka mulai banyak mendokumentasikan tentang indahnya pulau Bali.

Bahkan dokumentasi tersebut tersebar ke seluruh dunia.

Salah satu arsip dokumentasi tulisan dan rekaman tentang pulau Bali tersimpan dengan baik di Kota Leiden.

Yaitu pada lembaga ilmiah Kerajaan Belanda yang bernama KITLV (Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde).

Dokumentasi yang tersimpan di sana menceritakan peristiwa dan fakta yang terjadi di Bali.

Secara teori untuk menerbangkan drone mesti paham akan perangkat drone tersebut beserta segala resikonya.

Mengerti atas regulasi penerbangan tanpa awak yang dikeluarkan pemerintah pusat atau pun daerah, meminta izin kepada aparatur daerah di lokasi penerbangan.  

Realitanya, sampai saat ini masih terjadi pro dan kontra pengunaan drone di beberapa wilayah di pulau Bali.

Bagi sebagian masyarakat drone dilarang melintas di areal maupun di sekitar tempat suci.

Karena dianggap akan menghilangkan kesucian dan kesakralan tempat itu.

Instagram
Instagram ()

Sedangkan bagi masyarakat lainnya mengatakan tidak ada salahnya menggunakan drone.

Karena tidak ada unsur leteh selama tidak mengganggu kekhusyukan ibadah apalagi sampai mencederai umat.

Terlepas pro dan kontra, saat ini penggunaan teknologi drone juga sangat membantu bagi pemerintah khususnya, untuk mendapatkan informasi terkini terkait perkembangan erupsi Gunung Agung. (*)

Oleh: I Gusti Agung Gede Artanegara, Pemerhati Teknologi dan Budaya BPCB Bali

VIDEO Beberapa Kali Dicoba, Drone Untuk Gunung Agung Belum Berhasil, Hari Ini Akan Terbang Lagi

Guna membantu memantau lebih dekat kawah dan puncak Gunung Agung saat ini, pihak BNPB mendatangkan drone atau pesawat tanpa awak.

BNPB pun mencoba menerbangkan satu drone pada Rabu (11/10/2017) kemarin di daerah Galian C Desa Tulamben, Karangasem, Bali.

Berbagai persiapan dan pemasangan peralatan di drone yang memakan waktu cukup lama membuat drone baru bisa dicoba terbang sore sekira pukul 15.00 Wita.

Tim BNPB dan BVMBG melakukan uji coba drone di Galian C, Tulamben, Karangasem, Bali, Rabu (11/10/2017). (Istimewa)

Staf Ahli Madya PVMBG, Umar Rosadi saat tiba di Pos Pantau Gunungapi Agung Desa Rendang mengatakan beberapa kali dicoba diterbangkan drone tawon namun belum berhasil.

"Beberapa kali kita coba tapi belum berhasil seratus persen. Kendalanya tadi ada di kamera," ungkap Umar.

Ia menambahkan drone tersebut tadi baru mencapai ketinggian 1400 meter namun terpaksa harus kembali karena ada kendala.

Dimana program sebelumnya ternyata cukup berat untuk mencapai puncak Gunung Agung.

Siang ini drone dicoba diterbangkan kembali di lokasi yang sama namun akan mencoba dua drone yang diterbangkan.

Tim drone yang didatangkan dan difasilitasi oleh BNPB untuk pemotretan langsung secara dekat guna membantu PVMBG melihat secara dekat kondisi kawah Gunung Agung saat ini. (Istimewa)

Drone yang dicoba diterbangkan Rabu kemarin berbahan stereofoam dan diterbangkannya seperti menerbangkan laying-layang.

"Mesinnya kita dari luar tapi body pesawatnya anak bangsa yang membuatnya. Bahan body dari stereofoam agar ringan dan dapat terbang tinggi. Dan dia dapat membawa beban sampai 8 kilogram," ungkapnya.

Metode penggunaan drone ternyata pernah digunakan untuk memantau kawah Gunungapi lainnya.

"Kita pernah nyoba juga dulu dan berhasil di Gunung Kelud Erupsi Tahun 2014. Sebelum erupsi juga kita coba seperti ini (pantau Gunung Agung sekarang)", jelas Umar Rosadi.

Ia menambahkan selain itu dilakukan juga memantau Gunungapi Sinabung beberapa kali namun dengan tipe drone yang berbeda.

Dan hasilnya cukup membantu mitigasi dalam melihat visual kondisi puncak dan kondisi kawah secara jelas.

Saat itu drone berhasil terbang sempurna dapat merekam puncak dan kawah Gunung Kelud dan Gunung Sinabung. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved