PT Hardys Retailindo Pailit
Hardys Tabanan Tetap Buka Walau Alami Pailit, Lihat Bagian Ini Pengunjung Berkomentar Menohok
Hardys memiliki 18 outlet di Bali dan beberapa wilayah Jawa Timur seperti Jember, Probolinggo, dan Banyuwangi
Penulis: I Made Argawa | Editor: Aloisius H Manggol
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN- Jaringan bisnis Hardys yang pailit tidak menyebabkan outlet di Tabanan tutup.
Diketahui, outlet di Tabanan telah diakuisisi oleh Arta Sedana sejak desember 2016.
Dari pantauan Tribun Bali, toko retail yang berada di Jalan By Pass Denpasar-Gilimanuk, tepatnya di wilayah Kediri masih buka seperti biasa pada Senin (20/11/2017) sore.
"Masih buka normal," kata seorang pekerja di Hardys Tabanan, Ngurah Sanjaya.
Saat Tribun Bali ingin mengkonfirmasi status super market tersebut apakah masih berada di bawah manajemen PT Hardys Retailindo, Store Manager Hardys Tabanan, Dayu tidak ada di tempat.
"Store managernya izin keluar," kata Sanjaya.
Baca: Tak Hanya PT Hardys Retailindo yang Alami Pailit, Gede Hardi: Pribadi pun Kena Tembak
Seorang pengunjung Hardys Tabanan, Andika menyebutkan, dirinya mendengar kabar jika jaringan bisnis pengusaha asal Jembrana itu mengalami masalah.
"Dengar kalau pailit, tapi saya lihat di Tabanan masih beroperasi," ujarnya.
Pria yang tinggal di wilayah Sanggulan itu menyebutkan sering ke Hardys Tabanan karena lokasi yang strategis dan tempat yang cukup nyaman.
"Ada beberapa tempat barang yang terlihat kosong, mungkin karena dampak pailit," terangnya.
Seperti diketahui, PT Hardys Retailindo kini diakusisi PT Arta Sedana Retailindo setelah mengalami kepailitan.
Kabar ini cukup mengegerkan publik terutama, masyarakat Bali.
Pemilik PT Hardys Retailindo, I Gede Agus Hardiawan mengakui kondisi tersebut.
Terungkap pula, total utangnya mencapai Rp 2,3 triliun sedangkan total seluruh asetnya Rp 4,1 triliun.
Utang ini didapatkan dari 20 bank, baik bank nasional maupun bank asing.
Hingga saat ini Hardys memiliki 18 outlet di Bali dan beberapa wilayah Jawa Timur seperti Jember, Probolinggo, dan Banyuwangi.
Namun outlet yang masih buka di Jatim hanya di Probolinggo dan Banyuwangi, sedang outlet lainnya di Jatim sudah tutup.
Selain menekuni bisnis ritel, Hardys juga memiliki bisnis perhotelan.
Hotel pertamanya adalah Hotel Hardys Wirapada di Negara, Hotel Pop! Hardys Singaraja Square di Singaraja, Buleleng, dan Hardys Rofa Hotel and Spa di Legian, Kuta, Badung.
“Dan ketiga hotel ini juga dikuasai kurator,” ujar Gede Hardi.
Bahkan parahnya lagi, kata dia, ia dan istrinya tidak memiliki perjanjian pranikah yang memisahkan harta keduanya.
Secara otomatis aset yang atas nama istri juga tersangkut dalam kasus ini.
Asetnya Rp 4,1 triliun pun telah termasuk ke dalam seluruh asetnya termasuk aset dari beberapa hotel yang dimiliki Hardi.
Dari 18 outlet ini, setidaknya ada 2.000 lebih karyawan telah diambil-alih oleh PT Arta Sedana sebagai pihak yang mengakuisisi.
Sementara karyawan hotel ada sekitar 300-an dikuasai oleh kurator, dan di bawah pengawasan Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Surabaya.
Omzet Hardys saat situasi normal sekitar Rp 1,2 triliun sampai Rp 1,5 triliun per tahun.
Sedangkan pada 2016 hanya sisa Rp 1 triliun dari seluruh outlet.
Harapannya, pengusaha ritel lainnya berhati-hati ekspansi agar tidak senasib dengan dirinya.
“Saya sendiri berharap dengan dukungan masyarakat dan media saya bisa recovery,” katanya.
Saat ini ia sedang kosentrasi menyelesaikan kepailitan ini, agar semua utang dari krediturnya bisa terbayarkan.
Ke depannya, ia belum berani mengambil keputusan apakah akan kembali berbisnis ritel atau tidak.
Namun ia berharap dengan sisa saldo dari asetnya, sekitar 1,8 triliun, bisa membangun bisnis ritel berbasis online dengan konsep e-groseri.
Meski saat ini terpuruk, Gede Hardi yakin bisa bangkit, setelah melihat beberapa perusahaan bangkit dari kepailitan, bahkan diantaranya beberapa perusahaan besar. (*)