Gunung Agung Terkini

Kisah Penerbangan ‘Mengerikan’ Saat Pesawat Terperangkap Abu Letusan Gunung Api Di Indonesia

Pilot kemudian memutuskan untuk menurunkan ketinggian jelajah dari 36.000 kaki ke 12.000 kaki.

Editor: Eviera Paramita Sandi
(KOMPAS.COM/ M Wismabrata)
Kondisi pesawat di Bandara Adisumarmo, Surakarta, Jumat (14/2/2014) 

Speedbird 9 kemudian mengalihkan pendaratannya di bandara terdekat, yaitu Halim Perdanakusuma, Jakarta.

Debu silika yang ukurannya sangat kecil, diameternya antara 6 mikron hingga 2 mm, bisa terbawa angin dengan mudah, dan karena terlontar dari kawah gunung berapi, maka debu bisa membubung tinggi hingga ketinggian jelajah pesawat.

Karena saking kecil dan ringannya, debu gunung berapi sulit untuk dihilangkan, dan membutuhkan waktu yang lama untuk hilang sepenuhnya jika tidak segera diambil tindakan.

Jika hal ini terjadi dan dibiarkan, maka dalam jangka waktu lama debu yang menempel dalam badan atau komponen pesawat bisa menyebabkan retakan-retakan halus di bodi pesawat.

Suasana apron Bandara Ngurah Rai, mesin pesawat sudah ditutupi penutup minimalisir debu vulkanik sehingga bisa dicegah masuk ke mesin, Senin (27/11/2017)
Suasana apron Bandara Ngurah Rai, mesin pesawat sudah ditutupi penutup minimalisir debu vulkanik sehingga bisa dicegah masuk ke mesin, Senin (27/11/2017) (Istimewa)

Retakan di badan pesawat, sekecil apa pun, tentu sangat membahayakan. Sebab, badan pesawat didesain agar bisa "mengembang" dan "mengempis" saat di udara dan di darat, menyesuaikan tekanan udara.

Debu silika gunung berapi memiliki titik leleh pada suhu 1.100 derajat celsius.

Lelehan itu bisa menempel dan melumerkan komponen bilah-bilah turbin di dalam mesin jet, atau nozzle, yang dalam pesawat jet modern suhunya bisa mencapai 1.400 derajat celsius.

Hal itu sesuai dengan kesaksian salah satu penumpang British Airways nomor penerbangan 9 yang mengatakan bahwa mesin B747 yang ditumpanginya terlihat menyala terang.

Bila komponen mesin terbakar dan meleleh, pesawat tidak lagi memiliki daya dorong yang seharusnya dibutuhkan untuk terbang.

Debu gunung berapi juga bisa merusak kaca depan pesawat. Debu silika memiliki kontur yang tajam. Jika ditabrak dengan kecepatan tinggi, maka kumpulan debu itu bisa membuat kaca depan pesawat tersayat-sayat, pandangan pilot pun jadi terbatas.

Abu vulkanik yang menempel di pesawat dalam jumlah banyak juga akan merusak aliran udara di sekitar badan pesawat dan justru menjadi penghambat laju (drag).

Pesawat yang baru saja melintasi area abu vulkanik akan mendapatkan pengecekan secara menyeluruh. Hal ini untuk memastikan tidak ada residu-residu abu vulkanik yang menempel di badan pesawat.

Jika ada komponen-komponen yang terdampak, seperti rusak atau berubah bentuk karena terkikis, juga harus diganti secepatnya.

Dengan mengetahui dampak yang bisa disebabkan oleh abu vulkanik terhadap pesawat udara, maka penutupan wilayah udara dan bandara seperti yang dilakukan pihak Angkasa Pura II di Bandara Juanda Surabaya adalah hal yang tepat.

Keamanan adalah hal yang mutlak dalam setiap penerbangan.

Sejauh ini memang belum ada insiden pesawat jatuh yang dipicu oleh debu gunung berapi.

Namun, dari kasus-kasus sebelumnya yang dipaparkan di atas, bisa jadi leading factor yang menimbulkan bahaya yang lebih besar.

 Berita ini sudah tayang di kompas.com berjudul Seperti Apa Bahaya Debu Gunung Berapi bagi Pesawat Terbang?

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved