Simpang Ring Banjar
Banjar Dukuh Jadi Pusat Menuntut Ilmu di Zaman Kerajaan
Pada masa pemerintahan kerajaan Taman Bali, Banjar Dukuh ternyata dijadikan pusat menuntut ilmu atau pasraman
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Pada masa pemerintahan kerajaan Taman Bali, Banjar Dukuh yang secara kedinasan masuk dalam wilayah Desa Bunutin, ternyata dijadikan pusat menuntut ilmu atau yang kerap disebut sebagai pasraman.
Bahkan, sebagai pusat pembelajaran, wilayah banjar dibagi menjadi dua, yakni tempek Prayu di sebelah selatan dan tempek Dukuh di sebelah utara.
Pembagian dua wilayah ini bukan tanpa alasan.
Sesuai dengan namanya, tempek Prayu (para ayu) yang terletak di sebelah selatan, merupakan tempat mondok (asrama) khusus bagi pelajar wanita.
Sedangkan tempek Dukuh di sebelah utara merupakan asrama bagi pria.
Tokoh adat Banjar Dukuh, I Ketut Widiastawa mengatakan, nama Dukuh sendiri diambil dari nama salah seorang pendidik pada masa tersebut, yang bernama Jero Dukuh.
“Karena masih masuk bagian dari kerajaan Taman Bali, Bangli, tempat ini difungsikan menjadi pusat pembelajaran bagi kolega kerajaan. Bahkan pada tahun 1335, kaum Brahmana dari Puri Tegal Wangi, Klungkung juga belajar di sini. Hingga kini, tiap piodalan yang digelar enam bulan sekali, keturunan brahmana dari Puri Tegal Wangi masih melakukan pemujaan disini,” bebernya, Jumat (20/4/2018).
Dikarenakan Banjar Dukuh merupakan pasraman pada masa kerajaan, pihaknya memutuskan membangun pasraman yang terletak di Pura Taman Alit.
Tujuan pembangunan pasaraman tersebut adalah untuk mengangkat nilai-nilai unik sejarah Banjar Dukuh agar bisa lebih dikenal oleh masyarakat sekitar.
“Pembangunan pasraman ini terinspirasi dari sejarah banjar yang dulunya juga merupakan pusat pembelajaran. Jika memang dulunya demikian, mengapa tidak dilestarikan,” ucapnya.
Pria yang juga mantan Klian Tempek Dukuh ini menceritakan, sebagai bagian dari kerajaan, banyak sekali ditemukan sarkofagus di Banjar Dukuh, bahkan hampir di setiap sudut Banjar Dukuh.
Jelasnya, selain sebagai tempat penyimpanan jenazah pada masa kerjaan, fungsi sarkofagus juga digunakan untuk menyimpan harta benda orang yang telah meninggal, maupun sebagai penjaga.
Sarkofagus yang ditemukan di Banjar Dukuh ini tidak berisi jenazah, melainkan berisi harta benda.
Masyarakat sekitar juga percaya bahwa sarkofagus tersebut merupakan pengijeng (penjaga), yang terdapat penghuni di dalamnya, dan penjaga di luarnya.
Sbukti nyata yakni sempat ada kejadian oknum yang berniat mencuri harta benda dalam sarkofagus tersebut, namun ia tidak bisa mencuri karena melihat ribuan tantara hingga sebuah tembok besar menyerupai benteng.
“Masyarakat kami sangat menghormati kesakralan sarkofagus ini,” ungkap Widiastawa.
Wayan Sudiawan, warga sekitar yang merawat sarkofagus di Banjar Dukuh menyebutkan hal tersebut bahkan masih terjadi hingga kini.
Tak hanya mencuri benda peninggalan yang disimpan dalam sarkofagus, benda berharga milik warga sekitar pun juga dijaga.
Selaku perawat sarkofagus, ia mengungkapkan dari empat sarkofagus yang ditemukan, seluruhnya memiliki bentuk yang berbeda yakni oval, kotak, dan bulat.
Hanya saja satu buah sarkofagus justru telah mengalami kerusakan.
Sedangkan tiga sisanya kini dibuatkan tempat khusus.
Terdapat satu keunikan dari salah satu sarkofagus yang ditemukan, dan kini disimpan dalam pura taman alit.
Sarkofagus tersebut dikatakan masih aktif lantaran dari mata patung, keluar air yang tidak diketahui dari mana asalnya.
Beber Sudiawan, air yang keluar tak hanya setetes maupun dua tetes, namun justru mengalir layaknya kapas yang dibasahi air.
Melimpah Temuan Benda Bersejarah
Sejatinya banyak sekali benda-benda peninggalan sejarah yang ditemukan di Banjar Dukuh ini.
Mulai dari sarkofagus hingga benda peninggalan sejarah lain seperti permata, tombak, keris, hingga bak penampung air.
Penemuan benda-benda bersejarah ini juga tidak disengaja, bahkan bisa dibilang sesuai dengan keinginan benda tersebut untuk menampakkan wujudnya.
Kata Wayan Sudiawan, diyakini di sembilan titik mata angin seluruhnya terdapat sarkofagus.
Namun baru empat yang ditemukan.
Benda lain seperti tombak, keris, hingga permata pun demikian.
Ia menunjukkan sebuah tombak yang disimpan di Pura Puseh, tombak berwarna hitam tersebut ditemukan mendadak saat pembangunan salah satu bangunan pura.
Begitupun dengan bak penampungan air yang terbuat dari batu, ditemukan saat warga tengah mencangkul.
Terkait bak penampungan air ini, dikatakan menjadi pemantauan dari seorang pandita akan kondisi perairan di tiga tempat yakni di wilayah Taman Bali tepatnya di Taman Armada Raja, di Pura Langgar, serta di Tegal Wangi, Klungkung.
“Menurut tetua sekitar, jika air dari bak tersebut surut maka kondisi air di tiga tempat itu juga surut. Saya dan teman-teman sempat membuktikan sendiri karena tidak mau dibohongi. Benar saat kondisi tengah panas, air di bak pemantauan penuh, di tiga tempat itu juga demikian. Sebaliknya saat hujan deras, air disana justru surut, dan memang air di tiga tempat juga surut,” ucapnya. (*)