Mengenang 20 Tahun Aksi Mahasiswa 1998 yang Tumbangkan Tiga Dekade Kekuasan Soeharto
Sejumlah demonstrasi mahasiswa menolak kepemimpinan Presiden Soeharto yang semakin besar pada 1998 memang menjadi penanda dimulainya gerakan reformasi
Pernyataan pimpinan DPR itu juga dianggap tidak mewakili suara fraksi-fraksi yang ada di DPR/MPR.
Setidaknya, sanggahan dinyatakan dua fraksi yang menjadi mesin politik Orde Baru, Fraksi Karya Pembangunan atau F-KP (Golkar).
Saat itu, pimpinan F-KP menyerahkan pernyataan kepada Sekjen DPP Golongan Karya Arry Mardjono. Arry lalu menyatakan, pernyataan itu bukan pendapat F-KP ataupun DPP Golkar.
"Sikap DPP Golkar kita serahkan pada rapat besok (hari ini) bersama-sama fraksi lain. Itu jangan diartikan DPP Golkar belum memiliki sikap," ucap Arry.
Mahasiswa menduduki DPR Meski Harmoko membuat pernyataan mengejutkan, para mahasiswa tetap tidak beranjak meninggalkan gedung DPR/MPR.
Kompas menulis bahwa sebagian memang meninggalkan kompleks parlemen. Akan tetapi, sebagian lain masih bertahan.
Mereka tidak percaya begitu saja pernyataan Harmoko dan tetap akan menuntut pelaksanaan Sidang Istimewa untuk mengganti Soeharto.
Aksi memang terus berlanjut. Sebab, pada esok harinya, 19 Mei 1998, jumlah mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR semakin banyak. Ini menyebabkan Soeharto semakin terdesak. Dinamika politik yang ada saat itu pun tidak menguntungkan
"Jenderal yang Tersenyum" itu. Hingga kemudian, Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Agenda pertama reformasi, yaitu mundurnya Soeharto, menuai hasil.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "20 Tahun Reformasi, Kisah Mahasiswa Kuasai Gedung DPR pada 18 Mei 1998"
(Bayu Galih)