Terpukulnya Soeharto Saat Membaca ‘Surat Para Menteri’ Pada 20 Mei 1998

Puncak kegalauan Jenderal yang Tersenyum itu terjadi pada Rabu malam, 20 Mei 1998.

Editor: Eviera Paramita Sandi
Presiden Soeharto saat mengumumkan mundur dari jabatannya di Istana Merdeka, pada 21 Mei 1998. 

Menteri Pertahanan Keamanan yang juga Panglima ABRI Wiranto misalnya, yang menganggap pernyataan Harmoko bersama Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah Achmad itu sebagai sikap individu dan bukan lembaga.

Presiden Soeharto memberikan keterangan pers seusai pertemuan dengan para ulama, tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, dan ABRI, di Istana Merdeka, Jakarta, 19 Mei 1998, dua hari sebelum mengundurkan diri menjadi presiden.

Meski begitu, Soeharto terus mencermati perkembangan politik yang terjadi. Pada 18 Mei 1998 malam, sekitar pukul 21.30 dia menerima laporan perkembangan dari empat Menteri Koordinator.

Saat itu, ada wacana agar Kabinet Pembangunan VII dibubarkan dan tidak sekadar dirombak. Ini diperlukan agar orang yang terpilih tidak malu.

Namun, belum sempat wacana itu muncul, Soeharto mengatakan, "Urusan kabinet adalah urusan saya".

Para menko itu heran karena Soeharto sudah tahu, hingga tidak ada yang berani membicarakan wacana itu.

Kemudian esok harinya, 19 Mei 1998, Soeharto bertemu ulama dan tokoh masyarakat di kediamannya, Jalan Cendana, Jakarta Pusat.

Usai pertemuan yang juga dihadiri tokoh seperti Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid itu, Soeharto menyatakan bahwa dia akan melakukan reshuffle kabinet dan membentuk Komite Reformasi.

Menurut Nurcholish, ide itu murni datang dari Soeharto.

Tidak ada tokoh yang menyampaikannya kepada Bapak Pembangunan tersebut.

Tokoh seperti Nurcholis dan Gus Dur pun menolak terlibat dalam Komite Reformasi.

Di luar Cendana, penolakan juga disuarakan sejumlah tokoh.

Amien Rais misalnya, yang mempermasalahkan kapan Pemilu itu akan dilaksanakan.

Menurut Amien, hal terpenting saat itu adalah mundurnya Soeharto.

Sehingga usulan Komite Reformasi dianggap hanya cara Soeharto mengulur waktu. 

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved