Dharma Wacana
Makna Perlakuan Khusus Ari-ari Dalam Tradisi Hindu Bali
Bahkan di suatu tempat dianggap remeh-temeh, namun di Bali mendapat perlakuan khusus, yakni ari-ari atau plasenta,
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Ady Sucipto
TRIBUN-BALI.COM, -- Bali merupakan pulau yang memiliki banyak keunikan.
Bahkan di suatu tempat dianggap remeh-temeh, namun di Bali mendapat perlakuan khusus, yakni ari-ari atau plasenta, yeh nyom, darah, dan lamad yang dibawa bayi saat lahir.
Secara umum di Bali, material kelahiran ini ditanam di pekarangan rumah, serta mendapatkan upacara khusus.
Tak hanya itu, saat bayi usai mandi, orangtua juga akan menyiramkan air mandi si bayi ke tempat empat material tersebut ditanam. Apa sesungguhnya makna tradisi ini?
Ketika ada proses manunggal dari sebuah spirit, itu disebut dengan kelahiran. Kelahiran artinya, Sang Rohani yang menjasmani.
Untuk apa? Kalau kita kembali pada tujuan kelahiran dalam keyakinan Hindu, tentu ingin memperbaiki karma (dari sudut pandang personal).
Sementara dari sudut pandang orangtua, ketika anak lahir, dia sesungguhnya reinkarnasi dari leluhur.
Dalam reinkarnasi ini, roh leluhur membutuhkan media Panca Maha Bhuta, yakni tulang, daging, darah, panas badan, dan napas.
Selama Panca Maha Bhuta ini berada di dalam kandungan si ibu, proses pembentukkannya dibantu oleh Sang Catur Sanak yang terdiri dari, darah, lamad, yeh nyom dan ari-ari.
Bahkan, saat bayi lahir pun diantar oleh Catu Sanak. Karena itulah, dalam kepercayaan Hindu, Catur Sanak ini disebut sebagai saudara dari si bayi.
Sebab itulah, para orangtua Hindu di Bali, memperlakukan ari-ari, yeh nyom dan dua lainnya layaknya seperti anak sendiri.
Setelah kita ketahui bahwa kita lahir tidak sendirian, tetapi berbarengan dengan Catur Sanak. Maka, ketika kita melakukan penyucian diri dengan cara dwijati, Catur Sanak juga harus ikut disucikan.
Setelah itu, dia pun akan berubah menjadi Sang Hyang Catur Loka Pala (empat pelindung dan penjaga rasa aman dan nyaman).
Sementara, badan material kita ini berada di tengah-tengah. Perlu ditegaskan, siapapun dia, ketika mediksa, Catur Sanak harus didiksa.
Jika tidak dilakukan, maka empat saudara kita itu akan tetap terkontaminasi alam bawah, yang juga berdampak negatif pada diri kita. Sebab Catur Sanak merupakan magnet atau penarik aura alam.
Jika di Jawa, ari-ari, yeh nyom dan lainnya itu disebut kakak. Sementara di Bali, diyakini sebagai adik si bayi.
Begitu pentingnya peran ari-ari, yeh nyom dan lainnya itu dalam reinkarnasi leluhur, ada berbagai cara yang dilakukan oleh umat Hindu di Bali dalam menghormati ari-ari.
Seperti mengikatnya dalam suatu wadah yang sudah diupacarai, lalu digantung di pohon. Bahkan ada pula imbauan, ari-ari pada bayi jangan dipotong dulu, tetapi dipelihara sampai tiga hari, sehingga bayi menjadi kuat.
Namun, bagaimanapaun cara orangtua memperlakukan ari-ari, yeh nyom dan sebagainya, jika dia tidak menyanyangi anaknya, hal tersebut akan percuma.
Dalam Nitisastra VIII.3 yang disebut Panca Vida, dikatakan, ada lima kewajiban orangtua terhadap anaknya, yakni, Sang Ametwaken (melahirkan), Sang Nitya Maweh Bhinojana (memelihara), Sang Mangu Padyaya (menyekolahkan), Sang Anyangaskara (menyucikan) dan Sang Matulung Urip Rikalaning Baya (memberikan keamanan).
Hal inilah cara yang utama berbakti kepada leluhur, apalagi anak itu sampai sukses. (*)