Liputan Khusus
Band Reggae Berbahasa Bali Kini Booming, Band Ini Paling Laris & Termahal
Setelah band Lolot menggebrak musik Bali lewat aliran Bali rock alternatif di tahun 2003, kini penggemar musik Bali
Penulis: Fauzan Al Jundi | Editor: Ady Sucipto
Terbesar Rp 45 Juta
Di tengah-tengah booming Joni Agung & Double T dengan musik reggae berbahasa Bali-nya, band-band berbahasa Bali lainnya juga tetap eksis. Seperti Lolot, Kis Band, Bintang Band (Jun Bintang), Nanoe Biroe, dan masih banyak lagi. Mereka pun masih sering manggung dan memiliki banderol cukup tinggi.
Lolot yang menjadi pionir munculnya musik Bali dalam format band dan beraliran rock, hingga kini masih memertahankan karakternya: Bali rock alternatif. Band yang berdiri sejak Agustus 2002 ini sampai sekarang masih ramai tawaran manggung baik dalam event berskala lokal, maupun nasional.
"Kalau dihitung, rata-rata dalam sebulan 10 kali undangan manggung. Bulan Mei lalu itu sampai 12 jadwalnya, terus untuk bulan Juni sudah ada sembilan undangan manggung," kata Gede Lanang Wiweka, basis Lolot saat ditemui di Studio Lovevilive Panjer, Denpasar, Sabtu (2/6).
Sebagai band papan atas, Lolot pun termasuk band dengan bayaran tertinggi. Dari penelusuran Tribun Bali, dalam sekali manggung mereka bisa dibanderol hingga Rp 15 juta.
Saat dikonfirmasi terkait banderol ini, personil Lolot enggan menanggapinya. Mereka tak mau menyebut angka nominal karena mereka fleksibel dalam hal tarif manggung.
Namun vokalis Lolot, I Made Bawa, menyebut bahwa selama ini bayaran terbesar yang pernah mereka terima sebesar Rp 45 juta dalam sekali manggung.
"Itu pada saat event Soundrenaline yang berskala nasional. Kami dapat Rp 45 juta. Kalau event skala nasional beda kami kenakan. Kalau lokal beda. Kalau untuk manyamabraya beda lagi. Karena di Bali, mau tidak mau kita harus manyamabraya," ungkap pria yang akrab disapa Pak De Lolot ini.
Lolot mengaku soal bayaran pihaknya tidaklah terlalu menetapkan harga untuk nyama Bali. Sebab, mereka punya keyakinan bahwa apabila sesama orang Bali terlalu kaku maka kedepan mereka khawatir tidak berani lagi mengundang Lolot.
"Kami sih sebenarnya fleksible saja. Kami melihat siapa yang mengundang, kita tidak boleh saklek (kaku). Karena karakter orang Bali, kalau kita saklek, mereka tidak akan mau lagi," tutur Made Bawa Lolot.
Hal senada diungkapkan vokalis Bintang Band, I Made Juniartha alias Jun Bintang. Bintang Band memang masih eksis, namun saat ini lebih banyak bermain solo band yang cuma dibawakan oleh Jun Bintang.
Untuk tarif manggung solo, Jun Bintang menetapkan banderol sebesar Rp 7-8 juta semalam. Namun demikian, pria 42 tahun ini mengaku tarif tersebut masih fleksibel untuk urusan manyama braya di Bali seperti untuk kegiatan STT, dan kegiatan sosial lainnya.
"Tergantung juga. Karena di Bali kan kita tidak bisa saklek. Misalnya ada kegiatan ngayah, sekaa teruna, kan tidak bisa kita saklek seperti itu. Ya masih fleksible-lah," ujar pria asal Payangan, Gianyar, ini.
Jun menyebut dirinya hampir setiap hari mendapatkan job manggung dengan konsep solo. "Dalam sebulan biasanya saya cuma free tiga sampai empat hari saja. Sisanya konser semua. Untuk solonya, ya. Kalau bandnya paling 3-4 kali rata-rata per bulan," katanya.
Nanoe Biroe yang juga jadi pionir musik rock berbasa Bali juga saat ini lebih banyak bermain solo. Ia juga aktif mengisi acara-acara sekaa teruna, sekolah, hingga pernikahan.